Nasional

Tolak Sidang Online, Politikus PDIP: Hakim Bisa Hadirkan Paksa Rizieq Shibab

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 23/03/2021 16:45 WIB

Pemimpin FPI, Mohammad Rizieq Shihab (RS)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pengadilan Negeri Jakarta Timur akan kembali menggelar sidang kasus kerumunan dan data test swab yang menjerat pemimpin mantan FPI Rizieq Shibab pada Selasa (23/3) secara online.

Padahal, dalam persidangan sebelumnya, Habib Rizieq menolak menghadiri sidang jika masih digelar secara virtual.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta mengatakan, jika Rizieq Shibab kembali menolak sidang virtual, Majelis Hakim memiliki kewenangan meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan terdakwa dengan upaya paksa.

"Seandainya besok terdakwa masih menolak disidangkan secara virtual dan terus berkukuh tidak mau hadir dalam sidang pengadilan secara virtual, tetapi Majelis Hakim punya kewenangan untuk memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan Terdakwa dengan upaya paksa dengan bantuan pihak kepolisian," kata I Wayan, Senin (22/3).

I Wayan menambahkan, semua pihak dalam persidangan wajib mengikuti apa yang diperintahkan Majelis Hakim. Menurutnya, Habib Rizieq memiliki hak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan.

"Kalau terdakwa tidak mau menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, terdakwa punya hak untuk diam dan tidak menjawab sama sekali," ujarnya.

Ia menjelaskan, sebenarnya sidang virtual lazim dilakukan di berbagai negara selama pandemi COVID-19. Dia mengatakan, sidang virtual di Indonesia sudah sering diadakan sejak dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2020 dan Nomor 5 tahun 2020.

"Jika masih ada pihak pihak yang mencoba meragukan keabsahan dan daya laku Perma Mahkamah Agung Nomor 4 dan 5 tersebut, saya mempersilakan yang bersangkutan untuk membaca dan mempelajari secara mendalam isi dan jiwa UU RI Nomor 12 tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, khususnya Pasal 7 dan Pasal 8," jelas dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan Perma Mahkamah Agung Nomor 4 dan 5 sebagai lex spesialis atas KUHAP sebagai lex generalis, maka Perma Mahkamah Agung punya eksistensi dan daya laku yang kuat. Sebab, tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan di KUHAP.

"Pada intinya, pelaksanaan sidang virtual merupakan upaya negara dalam melindungi seluruh rakyat Indonesia. Karena perlindungan terhadap seluruh masyarakat merupakan hukum tertinggi," tandas I Wayan.*

Artikel Terkait