Nasional

Kemandirian Fiskal Daerah Perlu Kreativitas Pemda Mengelola Sumber Pendapatan Asli Daerah

Oleh : Mancik - Rabu, 24/03/2021 18:01 WIB

Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif KPPOD, Arman Suparman.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), kembali melaksanakan diskusi secara virtual dengan tema `` Kolaborasi Sektor Privat dan Publik: Mampuhkah Mencapai Ultimate Goal Otonomi Daerah?”. Diskusi ini akan terus digelar dengan ragam tema dalam rangka usia yang ke-20 tahun KPPOD sekaligus dua dekade perjalanan otonomi daerah.

Dalam diskusi kali ini, hadir sebagai narasumber di antaranya, Chief Economist PT Sarana Multi Infrastruktur, I Kadek Dian Sutrisna Artha, Guru Besar FEM IPB, Bambang Juanda, Kepala BPKAD Kota Tangerang Selatan, Warman Syanudin, Biro Otda Provinsi Jawa Barat, Aziz Zulfikar dan Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif KPPOD, Arman Suparman.

Diskusi ini dipandu oleh Analis Kebijakan KPPOD, Sarah Hasibuan. Adapun tujuan diskusi ini yakni menggali perspektif dan ekspektasi stakeholders terkait kemandirian daerah & ultimate goal Otonomi Daerah dalam implementasi desentralisasi fiskal .

Dalam paparannya, Bambang Juanda menekankan, keleluasaan Pemda dalam PKD seharusnya mampu mendukung upaya kemandirian fiskal daerah.

Menurutnya, belanja daerah masih dipengaruhi oleh proses dan dinamika politik yang terjadi di suatu daerah. Kondisi ini menyebabkan tidak optimalnya pencapaian sasaran pembangunan berkualitas yang mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah(PAD), secara berkelanjutan (kemandirian fiskal).

“Dengan diberlakukannya UU Ciptaker, perlu juga untuk ditindaklanjuti oleh Pemda," kata Bambang.

Pada kesempatan ini, Bambang juga menyampaikan bahwa perlu adanya proses evaluasi terhadap penyerahan dana otonomi khusus oleh pemerintah. Evaluasi ini sangat penting untuk mengukur sejauhmana efektifitas penyerapan anggaran di lapangan sekaligus menjadi bahan bagi pemerintah memperbaiki kebijakan yang ada.

Sementara itu, Pelaksana Direktur Eksekutif KPPOD, Arman Suparman menyebutkan, terdapat fokus pekerjaan yang perlu dijadikan prioritas oleh Pemerintah Daerah. Prioritas tersebut meliputi peningkatan digitalisasi administrasi perpajakan daerah, perkuat kapasitas & integritas pemda melalui perpaduan kerja fasilitasi, supervisi dan sanksi.

Terkait praktik di daerah, temuan di beberapa kota menunjukkan, beberapa daerah berani melakukan elektronifikasi pemungutan pajak yang akhirnya berdampak meningkatkan PAD. Arman juga menekankan, ada banyak hal yang perlu dibenahi terkait regulasi PDRD di tingkat pusat.

"Beberapa ketentuan di dalam dalam undang-undang 28 tahun 2009 tidak mengakomodir beberapa perkembangan yang terjadi dalam 10 tahun terakhir dan terdapat perubahan yang perlu direspon," jelas Arman.

Pada kesempatan yang sama, Chief Economist PT SMI, I Kadek Dian Sutrisna Artha mengawali pemaparannya dengan standing point yang menegaskan, terjadi ketimpangan secara ekonomi di Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi berpusat di Jawa.
Kadek mengatakan, hampir seluruh Kota dan Kabupaten yang diamati, mengalami penurunan rasio dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah.

Pemberian budget support kepada daerah- daerah yang kondisi fiskalnya terdampak Covid-19 dapat menjadi salah satu solusi. Dengan demikian, Pemerintah Daerah tetap dapat mempertahankan pelayanan publik pada masa pandemi serta melakukan ekspansi fiskal.

"Dalam pelaksanaan otonomi daerah kedepann, daerah bisa meningkatkan peran dari spending kebijakan fiskalnya kepada peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatlkan pendapatan asli daerah dan ketergantungan terhadap pusat akan mengalami penurunan,"kata Kadek.

Adapun perwakilan Pemerintah Daerah juga turut memberikan pendapat mereka terkait refleksi 20 tahun desentralisasi fiskal dalam diskusi kali ini. Warman (DPKAD Kota Tangsel) menyampaikan, Tangsel hampir berkurang karena covid, hal itu disebabkan oleh adanya kebijakan refocusing dan realokasi anggaran

“Terkait dana pusat ,Tangsel dengan adanya kebijakan Kemenkeu agak sedikit mempengaruhi akibat adanya realokasi”, tegas Warman.

Tantangan fiskal lainnya disampaikan Biro Otda Jabar, Aziz Zulfikar berupa kondisi demografis yang besar.

"Hal inilah yang kami harapkan untuk pemerintah pusat adanya konsep keadilan (DAK) dari sisi jumlah penduduk karena jumlah penduduk di Jawa Barat sudah hampir (menyentuh) 50 juta, dengan keterbatasan yang ada, DAK atau DAU yang diterima dihitung berdasarkan Kabupaten/Kota, bukan berdasarkan jumlah penduduk," jelas Aziz.*

Artikel Terkait