Nasional

Said Aqil Sebut OKI Bukan Bahaya Laten di NKRI, Tapi Radikalisme

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 30/03/2021 19:59 WIB

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj

Jakarta, INDONEWS.ID - Radikalisme berujung terorisme dinilai lebih berbahaya ketimbang Partai Komunis Indonesia (PKI) yang selama ini dilarang di Indonesia.

Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj merespons peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/3) lalu. Dia menyebut bahaya laten radikalisme lebih mengancam ketimbang paham komunisme.

"Mohon maaf, saya berani mengatakan bukan PKI bahaya laten kita, tapi radikalisme dan terorisme yang selalu mengancam kita sekarang ini," kata Said dalam sebuah seminar virtual, Selasa (30/3).

Said Aqil juga menyebut ada lebih dari 5.000 terduga teroris di Indonesia yang belum tertangkap. Menurutnya, ribuan terduga teroris itu berafilitasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

"Konon masih ada 6 ribu teroris yang belum ketangkap. Saya yakin ini merupakan jaringan dari Filipina Selatan, kemudian Poso, kemudian ke mana-mana. Ini jaringan JAD," kata Said

Said tidak merinci dari mana dia mendapatkan informasi ihwal ribuan terduga teroris tersebut. Dia hanya menyampaikan bahwa JAD lebih berbahaya ketimbang Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir.

"JAT Abu Bakar Baasyir itu yang disasar nonmuslim, gereja, nonmuslim yang harus dihabisin. Kalau JAD, kita semua halal darahnya," ujar dia.

Sebelumnya terjadi aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar pada Minggu (29/3). Polisi lantas menangkap sejumlah orang di beberapa daerah yang diduga terlibat aksi pengeboman tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan total sudah ada 13 orang yang diamankan. Rinciannya, di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) lima orang, Jakarta-Bekasi empat orang dan Sulawesi Selatan empat orang.

Mengenai PKI, partai berhaluan komunis tersebut dilarang hidup di Indonesia pascaperistiwa Gerakan 30 September 1965. Kala itu petinggi PKI terlibat dalam gerakan penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira tinggi TNI AD.*

Artikel Terkait