Nasional

Ketua Departemen Komunikasi Demokrat Kubu Moeldoko: Pertarungan Sesungguhnya Ada di PTUN Bukan di Kemenkumham

Oleh : very - Rabu, 31/03/2021 16:51 WIB

AHY-Moeldoko. (Foto: Suara.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan menolak permohonan pengesahan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deli Serdang tanggal 5 Maret 2021 lalu. Kemenkumham menyatakan menolak kepengurusan Partai Demokrat versi Ketua Umum Moeldoko.

"Pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara 5 Maret 2021 ditolak," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Rabu (31/3).

Yasonna mengatakan bahwa masih terdapat beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi antara lain Perwakilan DPD dan DPC. Dengan demikian, Pemerintah menyatakan permohonan pengesahan KLB Deli Serdang Tanggal 5 Maret 2021 ditolak.

Menteri Yasonna Laoly menjelaskan lebih lanjut, dari pemeriksaan dan verifikasi tahap pertama, Kemenkumham sempat mengirim surat tanggal 19 Maret 2021 yang intinya meminta melengkapi kelengkapan dokumen, namun kelengkapan tersebut belumlah dipenuhi.

“Dengan keputusan ini, maka pemerintah tetap menganggap Kepengurusan Partai Demokrat di bawah Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai yang sah,” ujar Yasonna dalam konferensi pers yang juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Menanggapi keputusan tersebut Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat Pimpinan Dr. Moeldoko, Saiful Huda Ems mengatakan bahwa sejak awal mula pihaknya tidak terlalu mempersoalkan keputusan Menkumham tersebut terkait pengesahan Kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.

“Mau diterima ataupun ditolak sebenarnya tidak akan terlalu berpengaruh bagi kedua kubu yang bertikai. Sebab pokok penuntasan persoalan ini bukanlah di Kementerian Hukum dan HAM, melainkan di Pengadilan (PTUN),” ujarnya.

“Jika pihak kami (Partai Demokrat versi KLB yang berada di bawah kepemimpinan Pak Dr. Moeldoko) menang, Partai Demokrat kubu AHY pun akan melakukan gugatannya ke PTUN. Demikian juga ketika pihak kami yang ditolak oleh Kementerian Hukum dan HAM seperti sekarang, maka pastinya kami akan terus melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan di PTUN. Olehnya, Keputusan Kementerian Hukum dan HAM hanyalah babak awal dari perjuangan demokrasi Partai Demokrat yang berada di bawah pimpinan Pak Dr. Moeldoko,” ujarnya.

Kementerian Hukum dan HAM, kata Saiful, bukanlah pengadilan yang dapat memutuskan menang atau kalahnya "Mujahid dan Mujtahid Demokrasi". Kementerian Hukum dan HAM bukanlah lembaga penentu terakhir bagi kelanjutan nasib para pejuang demokrasi yang terus berupaya mencari dan memperjuangkan keadilan.

“Maka kami tak akan pernah surut berjuang demi terjaganya marwah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang berpijak pada nilai-nilai demokrasi dan bukan dinasti,” ujarnya.

Dia mengatakan bahwa pintu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) masih terbuka lebar melakukan gugatan demi memperoleh keadilan dan kepastian hukum. Karena itu, sebelum ada keputusan dari PTUN tidaklah elok bagi kubu yang telah menerima pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM bertepuk dada, apalagi fakta telah menunjukkan berbagai kenyataan bahwa terdapat banyak pelanggaran UU Partai Politik yang terdapat dalam AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tersebut.

“Kami juga sangat memahami, betapa riskannya Kementerian Hukum dan HAM dalam memutus perkara ini, sebab haqul yakin Kementerian Hukum dan HAM tentunya juga sangat menyadari, bahwa ia bukanlah lembaga peradilan (Yudikatif). Jika Kementerian Hukum dan HAM memenangkan kepengurusan Partai Demokrat kubu Pak Dr. Moeldoko ia akan dicurigai sebagai intervensi Pemerintah atas terjungkalnya AHY dari Ketum Partai Demokrat. Karena itu Kementerian Hukum dan HAM sesuai prediksi saya tidak akan menerima kepengurusan dari pihak kami, namun akan tetap mensahkan kepengurusan pihak AHY,” ujarnya.

Saiful mengatakan, pihaknya tidak ingin menyalahkan Kemenkumham atau menggunakan cara-cara AHY dan SBY yang brutal dan selalu menyalahkan pihak lain.

Dia misalnya mempersoalkan Keputusan Kementrian Hukum dan HAM yang tidak terlebih dahulu memanggil kedua belah pihak yang bertikai untuk didengar pendapatnya sebelum menjatuhkan putusannya. “Bukankah ini sebuah pelanggaran Undang-undang Administrasi Pemerintahan (UUAP)?,” ujarnya.

Namun dia mengatakan bahwa keputusan dari Kemenkumham tersebut sudah diambil. Karena itu, katanya, semua pihak menyadari bahwa pertarungan sesungguhnya baru terjadi di PTUN.

“Medan pertarungan tersengit dan menentukan untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum itu ada di PTUN. Akhirnya, apapun keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM, kami tetap mengucapkan beribu terimakasih pada (khususnya) Pak Yasonna Laoly dan Pak Mahfud MD, meskipun kami harus tetap melanjutkan perjuangan hukum dan demokrasi ini ke PTUN,” ujarnya. (Very)

 

Artikel Terkait