Nasional

Generasi Milenial Harus Gunakan Gadget untuk Terapkan Nilai Pancasila

Oleh : very - Senin, 05/04/2021 19:36 WIB

Sarasehan Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila pada Generasi Milenial di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (05/04/2021). (Foto: Ist)

Yogyakarta, INDONEWS.ID -- Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo hadir dalam acara Sarasehan Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila pada Generasi Milenial di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (05/04/2021).

Dia menyatakan bahwa generasi milenial memiliki kemampuan yang lebih, yaitu dalam membangun network melewati batas ruang, suku, agama, dan teknis.

“Generasi Anda adalah generasi yang melihat hubungan tidak seperti dulu, tetapi sudah lintas batas,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers.

Acara yang diikuti oleh 85 orang, terutama dari kalangan mahasiswa ini dibuka oleh Rektor UMY, Gunawan Budiyanto, dan pengarahan diberikan oleh Kepala BPIP, Yudian Wahyudi serta Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah). Turut hadir sebagai narasumber dalam acara ini adalah FX. Adji Samekto (Deputi Pengkajian dan Materi BPIP), M. Najib Azca, (Sosiolog Universitas Gadjah Mada), dan Zuly Qodir (Direktor Program Doktor Politik Islam – Ilmu Politik (UMY).

Dalam pendahuluan paparannya budayawan yang akrab dipanggil Romo Benny ini menyatakan bahwa negara Indonesia adalah terdiri dari ratusan suku, bangsa, dan agama keyakinan, sehingga nilai multikultural tercipta di Indonesia.

“Habitus kita adalah multikultur, sejak lahir (bangsa) kita sudah seperti itu dari dulu,” ujarnya.

Anak muda dapat mengaplikasikan Pancasila, jelasnya, dengan membangun suatu narasi melalui teknologi informasi yang sudah maju, menjadi tindakan nyata, dengan contoh anak muda membuat aplikasi untuk memudahkan petani menjual hasil panennya tanpa melalui perantara, serta membantu korban bencana alam, lewat kemajuan teknologi informasi.

Menurut Romo Benny, inilah kemampuan generasi milenial dalam pengaplikasian nilai-nilai Pancasila.

“Gunakanlah gadget kalian untuk melakukan perubahan. Bangunlah network, dan aplikasikan rasa ketuhanan, persatuan, dan keadilan, melalui kekuatan-kekuatan tersebut,” ungkapnya.

Anak muda diharapkan dapat ikut berkontribusi dalam membangun bangsa dan negara, membuat diskusi online dan membangun jejaring nasional, dan membuat konten positif untuk melawan informasi hoax/negatif di media sosial, dalam perwujudan gotong royong nilai Pancasila oleh anak muda.

“Masa depan di tangan Anda. Anda bisa mengubah dunia tanpa merusak,” katanya seraya mengakhiri paparannya.

Di kesempatan yang sama, Kepala BPIP menyatakan bahwa semua orang Indonesia, terutama kaum milenial, adalah calon-calon pemimpin masa depan Indonesia, sehingga pembudayaan nilai-nilai Pancasila sangat penting diberikan kepada semua orang, terutama kaum milenial. 

“Konstitusi kita mengikat lebih dari 40 bangsa menjadi satu, dan memberikan jaminan bahwa semua warga negara Indonesia berhak menjadi pemimpin, menjadi Presiden Republik Indonesia," jelasnya.

Selain itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah menyerukan untuk menggali isi pikiran dan pengertian kaum milenial tentang kebangsaan Indonesia, terkhusus tentang pandangan mereka atas Pancasila.

“Mereka juga mencari role model dalam pelaksanaan Pancasila. Mari generasi kolonial, jadilah role model tersebut,” tegasnya. 

Adji Samekto, dalam paparannya, menyampaikan empat indikator untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa.

“Empat indikator itu adalah terjaminnya pangan, sandang, papan, adanya jaminan kesehatan, adanya jaminan untuk melaksanakan kegiatan kerohanian bagi seluruh rakyat Indonesia, dan kesempatan untuk menikmati kehidupan yang baik dalam lingkungan hidup,” jelasnya.

Terkait dengan kehidupan beragama di Indonesia, Adji pun menambahkan, pendidikan agama di Indonesia secara keseluruhan memerlukan juga studi relasi antar umat beragama, selain pendidikan tentang ketuhanan, dengan peruntukan diwujudkan dalam hal-hal konkrit, seperti kerja sama mengembangkan UMKM, koperasi, yang sifatnya lintas agama. 

Najib Azca, sebagai narasumber selanjutnya, menambahkan bahwa terkait moderasi Islam di kampus, terdapat beberapa ragam moderasi Islam, yaitu di ranah politik, ranah budaya, dan ranah ekonomi.

Najib melanjutkan bahwa tantangan moderasi Islam di Indonesia adalah posisi inferior, masa politik Islam yang myopik, kegagalan melalui politik eletoral, dan tradisi militeristik.

Sehubungan dengan penanggulangan tantangan tersebut, Najib menyebutkan beberapa hal yang perlu dibangun.

“Gerakan budaya keagamaan yang inklusif dan kosmopolitan, budaya umat yang visioner, gerakan politik substansionalisme Islam, gerakan ekonomi umat, dan tradisi intelektualisme berkeadaban dalam gerakan Islam harus dibangun di masyarakat Indonesia,” tutupnya. (Very)

 

Artikel Terkait