Nasional

Mesti Ada Transparansi Publik dalam Aturan Daerah Keamanan Terbatas di Bandara Soetta

Oleh : luska - Jum'at, 07/05/2021 18:08 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Analisis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, DR. Trubus Rahardiansyah mengemukakan, Kementerian Perhubungan RI dalam hal ini Direktorat Perhubungan Udara harus transparansi dalam penerapan aturan di Daerah Keamanan Terbatas (DKT) atau yang umumnya disebut Lini 1 di Bandara Soekarno Hatta (Soetta).

"Pengecekan barang atau kargo yang keluar dari Bandara harus transparansi jangan sampai  pengawasan menjadi lemah," ujar Trubus Rahardiansyah kepada awak media, Selasa (04/05/21)

Hal ini disampaikan terkait masih beroperasinya sejumlah Regulated Agent (RA) di Daerah Keamanan Terbatas atau Lini 1 Bandara Soetta.

Padahal, sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan bahwa operasional operator RA di Lini 1 untuk segera memindahkan operasional RA keluar dari DKT.

Namun aturan ini tidak diindahkan sejak dari tahun 2012 sampai sekarang, atau sudah 10 tahun perpindahan operasional RA tidak pernah terwujud.

Analisis Kebijakan Publik ini menyoroti ada 6 poin yang harus dilaksanakan Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Yakni, transparansi, tata kelola, pengawasan, penegakan hukum, pertanggungjawaban (akuntabilitas) publik, dan evaluasi.

Dari sisi transparansi, ia menyontohkan, antara kargo yang lebih dahulu dan belakangan datang bisa menjadi bersamaan hasil pengecekan. 

Jika kargo yang datang belakangan tetapi pemeriksaan lebih cepat, menurutnya, jelas ada pihak-pihak yang diuntungkan. "Idealnya, harus melalui Lini 2," katanya.

Jika ini terus berlanjut, kata Trubus, ada potensi penyimpangan yang menyebabkan terjadinya kerugian negara karena pengawasan lemah.

"Ada kargo yang harus segera sampai di tempat tujuan maka mereka melalui Lini 1. Sebab, tidak semua kargo terperiksa dan menimbulkan kerawanan keamanan," katanya.

Ia mengatakan, bahwa sumber kebijakan itu kewenangannya adalah Kementerian Perhubungan maka seharusnya ada intervensi dari kementerian. Mendorong Kementerian Perhubungan untuk penegakan hukum jika dikaitkan dengan pelanggaran.

Juga, katanya lagi, harus ada pertanggungjawaban ke publik (akuntabilitas). Misalnya, kenapa yang nggak boleh menjadi boleh 

Dan terakhir, harus ada evaluasi karena aturan belum berjalan.

"Intinya, tidak ada political will dari pimpinan Kementerian Perhubungan mewakili pemerintah, unsur pelaku usaha dan publik atau masyarakat," jelasnya.

Trubus menyampaikan bahwa ini dari analisis kebijakan publik bukan dari kebijakan internal Kementerian Perhubungan. Mungkin saja alasan dari kementerian berbeda 

Akan tetapi, ia menyayangkan bila penundaan pemindahan RA dari Daerah Keamanan Terbatas (Lini 1) karena alasan terjadinya pandemi Covid-19. Sebab menurutnya, alasan itu tidak ada korelasinya. Akan tetapi, ia menegaskan, faktor paling utama adalah keamanan.

Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu perusahaan Regulated Agent (RA/agen inspeksi nempertanyakan aturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan RI dalam hal ini Direktorat Perhubungan Udara tentang Tata Cara Pengaturan Regulated Agent yang berada di Bandara Soekarno-Hatta.

Sebab, sudah ada aturan operasional operator Regulated Agent di Lini 1 untuk segera memindahkan operasional RA keluar dari DKT.

Namun Peraturan Menteri Perhubungan ini tidak diindahkan sejak dari tahun 2012 sampai sekarang, atau sudah 10 tahun perpindahan operasional RA tidak pernah terwujud. Masih ada 3 operator RA yang bercokol di Lini 1, sementara yang lain sudah pindah operasionalnya di Lini 2.

Yang dikhawatirkan dengan keamanan kargo yang akan keluar bisa tidak maksimal terperiksa lantaran kapasitas pemeriksaan terbatas apalagi dengan dikejar tenggang waktu (deadline).

Sebelumnya, awak media  sudah menyambangi pihak Humas dan diterima oleh staf yang bernama Putri.

Staf humas itu berjanji akan mengabarkan dan memberikan tanggapan setelah diteruskan ke Kepala Bagian Humas.

Namun hingga berita ini turun belum ada tanggapan secara resmi dari pihak Humas Ditjen Perhubungan Udara. Padahal telah dua kali menghubungi tetapi tidak pernah dijawab. (Lka)

Artikel Terkait