Nasional

Program Prestisius & Prioritas Presiden Jokowi di Jambi `Dijegal` Mafia Tanah

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 15/05/2021 10:01 WIB

Kawasan Industri Kemingking (KIK) di Jambi

Jakarta, INDONEWS.ID - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020-2024), sebuah proyek Kawasan Industri Prioritas Nasional sebagai program prioritas Presiden Joko Widodo diharapkan dapat mendongkrak perekonomian Nasional melalui bidang ketenagakerjaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 18 tahun 2020 (PERPRES No. 18 tahun 2020).

Proyek yang berlokasi di wilayah Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi diproyeksikan akan mampu menyerap hingga 147.500 orang tenaga kerja.

Namun sayangnya, meskipun Kawasan Industri Kemingking (KIK), yang merupakan satu-satunya `smart-eco industrial estate`  di provinsi Jambi ini telah mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, namun dalam perjalanannya diduga  keras “dijegal” oleh mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum penegak hukum di Provinsi Jambi.

Kuasa Hukum PT Kharisma Kemingking dan Jambi Kemingking Echo Park (JKE), Endang Supriadi, S.H.MH mengatakan dalam perjalananannya, pengembangan Kawasan Industri Prioritas Nasional Kawasan Industri Kemingking (KIK) ini, selain disambut baik oleh masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat Kabupaten Muaro Jambi umumnya, juga  pihak pengembang mendapat dukungan dan respon baik dari  Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi.

Hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya kajian persyaratan teknis dan administratif Kawasan Industri Kemingking dan referensi surat dari Bupati Muaro Jambi Hj. Masnah Busro, S.E yang ditujukan kepada PJ. Gubernur Provinsi Jambi  terkait permohonan verifikasi kajian Pemda Muaro Jambi.

“Akan tetapi, Program Proyek Skala Nasional ini mendapat hambatan dari pihak-pihak yang diduga ingin menggagalkan terwujudnya Kawasan Industri Prioritas Nasional di Provinsi Jambi ini. Hambatan ini diduga keras dipelopori oleh mafia tanah yang bekerjasama dengan mafia hukum di Provinsi Jambi. Tujuannya untuk menghambat terwujudnya Kawasan Industri Kemingking (KIK) tersebut,” kata Endang Supriadi dalam keterangan tertulis pada Jum’at (14/5/21).

Endang juga menjelaskan bahwa dengan adanya hambatan-hambatan yang dialami pengembang di wilayah Provinsi Jambi ini, pihaknya meminta kepada Presiden Joko Widodo turun tangan untuk “membersihkan” para mafia tanah yang berkomplot dengan mafia hukum -- yang dengan sengaja agar program skala Nasional tersebut gagal dilaksanakan.

 “Jokowi harus turun tangan untuk ‘membersihkan’ para mafia tanah dan mafia hukum yang dengan sengaja agar program skala Nasional tersebut menjadi gagal. Karena investor-investor,  baik dari luar maupun dalam Negeri “ragu-ragu” untuk menanamkan investasi di Proyek Nasional di Kawasan Industri Kemingking (KIK) di Kabupaten Muaro Jambi,” ungkap Endang Supriadi.

Hambatan yang dialami Pengembang Kawasan Industri Kemingking (KIK) tersebut, tambah Endang Supriadi, diketahui dengan adanya pelaporan–pelaporan terhadap kliennya menggunakan pasal-pasal pengrusakan yakni (Psl. 170, 406 KUH Pidana, 263, 266, 378, 385 KUHAPidana) yang diduga keras sengaja diciptakan oleh oknum-oknum “Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Mafia Hukum” di Provinsi Jambi.

“Kami sebagai Pengembang Kawasan Industri Kemingking (KIK) memohon perlindungan Hukum Kepada Bapak Kapolri, Bapak Jaksa Agung, sesuai dengan surat edarannya masing-masing terutama Surat Edaran Jaksa Agung No. B-230/E/EJP/01/2013 tanggal 22 Januari 2013 yang inti surat ditujukan kepada Para Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia,” ujar Supriadi.

Inti isi pokok surat Edaran Jaksa Agung tersebut, lanjut Endang, adalah menginstruksikan tentang penanganan perkara pidana yang objeknya berupa tanah yang berpotensi di “tunggangi” oleh berbagai kepentingan baik oknum perseorangan, Mafia Tanah maupun Makelar Kasus. Dimana kasus-kasus tanah yang sejatinya kasus Perdata “dipaksakan” menjadi perkara Pidana dengan menggunakan pasal-pasal, 170, 263, 266, 278, 385, 406 KUHAPidana.

“Dengan dasar surat edaran Jaksa Agung ini, Para Kejati di seluruh Indonesia agar bilamana menerima SPDP dari penyidik yang perkara pidananya berupa tanah agar diatensi secara sungguh-sungguh secara objektif, proporsional dan professional. Sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang punya kepentingan Pribadi, itulah Surat Edaran Keras dari Jaksa Agung,” imbuh Endang Supriadi.

Lanjut  Endang Supriadi,  hal ini sudah terbukti adanya dugaan keras “menjegal  terwujudnya Kawasan Industri (KIK) ini supaya gagal total dengan cara adanya pelaporan-pelaporan dugaan tindak Pidana kepada pengembang Kawasan Industri Kemingking (KIK) dengan hampir 4 kali meskipun tidak terbukti.

Namun anehnya, dengan pelaporan menggunakan pasal 170 dan 406 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHAPidana dapat berjalan menjadi status penyidikan di Kepolisian Daerah Jambi terhadap Klien kami yaitu saudara Ir. Chairil Anwar, selaku Direktur PT Kharisma Kemingking yang juga Direktur Utama PT. Jambi Kemingking Ecopark, pengembang yang mendapat kepercayaan untuk mewujudkan kawasan Industri Kemingking (KIK) di kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.

‘Kami sangat menyayangkan, pengembang yang  telah mendapat “kepercayaan” mengembangkan kawasan tersebut dilaporkan atas pengrusakan lahan dan tanaman sawit dengan pasal 170 dan 406 jo pasal 55 ayat 1 ke (1). Sedangkan menurut bukti- bukti surat yang kami miliki adalah lahan kami dan tanaman sawit yang ada di atas lahan tersebut adalah milik kami. Ini hal yang sangat lucu dan melawan Hukum,” kata Endang heran.

“Bila bekerja di lahan sendiri dan tanaman sawit hasil menanam sendiri  dijadikan tersangka dan ditahan oleh pihak Kepolisian Polda Jambi, Apakah salah melakukan penataan lahan di atas tanah milik sendiri dan merapikan tanaman sawit yang ditanam sendiri oleh perusahaan di atas lahannya sendiri?, ada peribahasa mengatakan, lebih baik  “menahan 1000 orang yang bersalah ketibang menahan 1 orang yang tidak bersalah /tiada Pidana tanpa kesalahan“, tanya Endang Supriadi.

Pihaknya menduga bahwa dalam proses penanganan perkara pidana pasal 170 dan 406 jo pasal 55 ayat ayat 1 ke (1) ini, ada “kekurangcermatan dan ketidakobjektifan” dalam menganalisa untuk menentukan bukti surat sporadik alas hak Pelapor dengan objek tanahnya.

“Menurut kami, penyidik belum mendalami isi Perjanjian yang mengikat para pihak. Hal ini secara jelas membuktikan adanya unsur keperdataan. Sehingga kami menduga ketidakobjektifan oknum penyidik dalam menentukan bukti surat alas hak atas tanah yang menjadi dasar alasan pelapor belum ditentukan status penguasaannya oleh tenaga ahli pertanahan, sesuai amanat Perkap no. 6 tahun 2019 tentang managemen penyidikan tindak pidana. Sehingga tuduhan ini terkesan dipaksakan,” terang Endang Supriadi.

“Bahwa Objek tanah yang merupakan hak penguasaan klien kami yang telah disampaikan kepada penyidik yang menangani kasus tersebut berupa surat bukti penguasaan alas hak atas tanah dan adanya akta perjanjian para pihak (Pelapor dan Terlapor) tidak menjadi pertimbangan sama sekali. Bahwa klien kami memiliki data surat objek tanah terperkara, namun perkara ini kami duga “dipaksakan menjadi perkara pidana,” ungkap Endang Supriadi.

“Padahal bukti-bukti adanya perselisihan hak sangat jelas adanya perbedaan lokasi lahan yang dikerjakan klien kami berupa 5 surat sporadik yang berada di RT 08.  Sedangkan alas hak berupa 7 surat Sporadik yang digunakan pelapor berada di RT 10,” beber Endang Supriadi.

Apabila mengacu pada amanat Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia no. 1 tahun 1956 pada Pasal 1 menyebutkan bahwa: apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan dalam hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua (2) pihak tertentu, maka pemeriksaan Perkara Pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.

“Sehingga saya berpendapat seharusnya ketika ada "Sengketa Kepemilikan" seharusnya diselesaikan secara keperdataan agar mendapat kepastian siapa yang berhak atas objek tanah tersebut, berdasarkan keputusan Hakim Perdata yang berkekuatan hukum tetap,” terang Endang Supriadi.

“Kami atas nama kuasa Hukum Ir Chairil Anwar sebagai Warga Negara memohon keadilan dan perlindungan Hukum  kepada Presiden, Kapolri  dan Jaksa Agung agar membantu melakukan pengawasan terhadap adanya dugaan “campur tangan Mafia Tanah yang diduga  bekerja sama dengan oknum penegak hukum” di provinsi Jambi, yang berusaha “menggagalkan Program sakala Nasional Kawasan Industri Kemingking (KIK), melalui pelaporan Pasal 170 dan 406 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) ini,” tutup Endang Supriadi.*

 

    

 

Artikel Terkait