
Penulis : Reinhard R Tawas
Membandingkan The Beatles dengan The Rolling Stones adalah pekerjaan yang tidak ada selesainya. Fans fanatik Beatles tidak suka Rolling Stones. Fans fanatik Rolling Stones tidak suka Beatles. Untungnya kedua kubu fans itu jika digabungkan tetap tidak lebih banyak dari pada fans yang menyukai kedua band legendaris itu. Tapi tetap saja jika dikorek-korek fans kategori netral pun punya kecenderungan. Cenderung Beatles atau cenderung Rolling Stones. Yang jelas mem"versus"kan keduanya adalah hal yang selalu menarik. Sudah banyak artikel tentang itu. Tapi yang dari sudut pandang fans Indonesia, apalagi yang mengamatinya sepanjang karir Mick Jagger dan Paul McCartney, apa masih ada?
Tahun 1960an Bung Karno mengharamkan lagu "ngak-ngik-ngok", istilah beliau untuk rock n roll khususnya dan pop barat pada umumnya. Membawakan lagu The Beatles adalah dosa yang bisa membawa seorang ke Penjara. Cuma karena itu Koes Bersaudara masuk penjara Glodok di tahun 1965. Berikutnya Dara Puspita diinterogasi di Polda Jakarta dengan kesalahan yang sama, untungnya mereka tida berakhir di penjara. Ada satu hal menarik dialami Dara Puspita seperti yang diceritakan Titiek Hamzah dulu di sebuah talk show Radio M97 yang dipandu almarhum Denny Sakri (yang jika dipaksa-paksa ada hubugannya dengan judul di atas). Selesai interogasi dan sepertinya Polda mengambil keputusan bebas buat dara-dara yang "puspita" dari Surabaya ini, bapak-bapak polisi ingin juga dihibur oleh Dara Puspita yang ketika itu mulai naik daun. Dan silahkan tebak judul lagu yang mereka bawakan. Dapat? (I Can't Get No) Satisfaction! Rolling Stones! Menurut Titiek Hamzah semua yang berada di aula bergoyang mengikuti irama lagu tersebut. Nah. Apa bedanya Rolling Stones dan Beatles dalam hal "ngak-ngik-ngok"? Yang penting bukan The Beatles. Mungkin amannya begitu bagi para interogator. Tapi harus diakui rasukan the Beatles memang hampir merata di antara band dan penyanyi Indonesia ketika itu. Bahkan Lilies Surjani yang imut-imut ikut berbeatles-ria sehingga mendapat tegoran dari istana. Untuk menebus kekhilafannya Lilies menyanyikan lagu "Bung Karno Jaya".
Mem"versus"kan Beatles dengan Rolling Stones memanas lagi Setelah wawancara Paul McCartney dengan editor New Yorker dipublikasikan beberapa waktu yang lalu bertepatan dengan dimulainya "No Filter" tour 2021 The Rolling Stones yang dimulai di Dome America's Center, St. Louis. McCartney sebenarnya hanya mengulangi apa yang pernah dikatakannya 50an tahun lalu. "Mereka adalah blues cover band..." Begitulah akibatnya jika komentar orang terkenal dipotong sesukanya. Sebenarnya selain kata-kata itu Paul McCartney pun memuji The Rolling Stones. Ada benarnya juga komentar McCartney jika ditambahkan kata-kata "di awal karirnya". Dan untuk itu Mick Jagger bisa saja berkomentar "kita sama", karena di awal karirnya The Beatles pun meng"cover" lagu-lagu blues dan rock n roll America juga. Tapi Mick Jagger tidak mengatakan itu. Komentar McCartney dijadikannya bahan canda diplomatik ketika tampil di Sofi Stadiim Los Angeles Kamis, 21 Oktober lalu."McCartney bergabung dengan kami untuk membawakan sebuah blues cover". Ada penonton yang tidak menangkap joke tersebut dan mengira McCartney benar ada di belakang panggung. Di ujung show McCartney tidak muncul juga dan keluarlah teriakan "F...The Beatles" yang sayangnya tidak bisa dibalas oleh fans The Beatles di konser sejenis.
Anggota Beatles (John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, Ringo Starr) dan Rolling Stones (Mick Jagger, Keith Richards, Brian Jones, Bill Wyman, Charlie Watts, Mick Taylor, Ronnie Wood) sebenarnya cukup civilized dalam pergaulan. Mereka bersahabat sebagai pesaing. Bahkan Rolling Stones harus mengakui bahwa kehebatan mereka menulis lagu di kemudian hari itu adalah berkat kebaikan The Beatles menulis lagu "I Wanna Be Your Man" buat mereka. Konon lagu itu ditulis dalam 10 menit di tempat Rolling Stones sedang latihan, yang memicu Jagger dan Richards dengan kalimat penggedor "jika mereka bisa kenapa kami tidak?"
Tentang keterlibatan mereka dengan narkoba sebenarnya kedua band sama saja. Tapi media ketika itu lebih suka dan lebih sering memberitakan Rolling Stones dalam hal yang satu ini, dengan narasi dilebihkan jika perlu. Dari situ keluarlah predikat "bad boys" bagi Rolling Stones. Kematian Brian Jones, anggota Stones yang multi-instrumentalis, di Kolam renang rumahnya yang sebenarnya sedang di"bedah rumah" (renovasi) mengamplifikasi citra "bad boys" tersebut. Katanya Brian Jones overdosis. Padahal hasil visum menunjukkan di darahnya ada kelebihan alkohol, bukan obat bius (jaman itu istilah narkoba belum ada). Laporan Anna Wohlin, teman perempuan Brian Jones asal Swedia yang ada di lokasi pada saat kejadian mungkin tidak diindahkan polisi. Anna Wohlin melihat Frank Thorogod berenang bersama Brian Jones dan menghilang sebelum Jones ditemukan tewas. Tahun 1992 di tempat tidur rumah sakit menjelang kematiannya Thorogod mengaku dia menenggelamkan Jones karena tidak berhenti marah sebab "bedah rumah"nya tidak selesai-selesai. Rumah Brian Jones di estate seluas 4,5 hektar ini terletak di Hartfield, Sussex Timur, 77 km dari pusat kota London ke arah Selatan. Di hari naas tersebut 2 Juli 1969 sebenarnya statusnya sudah dipecat beberapa minggu dari Rolling Stones karena kedekatannya dengan Narkoba. Artinya di antara sesama Rolling Stones ada konsensus jangan main-main dengan narkoba. Di estate ini dua tahun sebelumnya Keith Richards dan Mick Jagger ditangkap karena narkoba dan mendekam sebulan di penjara. Menarik, karena mereka lanjut dengan recreational drugs. Adalah sebuah anomali bahwa mereka tetap bugar di usia senja jika benar tidak selesai dengan narkoba. Pada sebuah interview dengan Daily Mail tahun 2013 Richards menyebut dirinya ahli kimia dan badannya laboratorium.
Katanya ia suka mencampur berbagai kimia dengan drug menjadi cocktail. Tapi itu dulu katanya. Bahwa dia sehat-sehat saja menyebabkan ada teori bahwa mereka sebenarnya tidak begitu parah dalam hal narkoba. Buktinya semua Stones hidup hinggg usia lebih dari 70 tahun. Tentang kebugaran mereka tentu karena mereka tahu memelihara kesehatan mereka. Kapan recreational drug, kapan hidup sehat, mereka sepertinya punya rem yang pakem. Oktober 1988 Penulis kebetulan melihat salah satu diet Mick Jagger. Jagger yang sedang bersolo karir ketika itu dalam sebuah tournya mampir di Jakarta dan konser di Senayan. Mick Jagger bersama anggota bandnya antara lain Joe Satriani menginap di Jakarta Hilton International. Mick Jagger tidur di Penthouse. Waktu itu proyek jalan tol dalam kota sedang berlangsung. Jembatan Semanggi diperlebar. Suara penancapan tiang pancang masuk ke kamar tidur Jagger. Solusinya Hilton mencoba meredam suara berisik tersebut dengan styrofoam tebal 5 cm yang banyak dipakai Art & Promotion Department hotel tersebut untuk dekorasi. Maka masuklah penulis sebagai manager ke kamar Mick Jagger untuk memastikan bahwa pekerjaan dilakukan cepat dan rapi. Di meja samping tempat tidur saya melihat Susu Skim merek terkenal dalam kemasan kaleng 2 Kg. Mungkin salah satu yang membuat Mick Jagger bisa mengontrol lemaknya dan tetap fit ber"move like Jagger" di panggung sampai lebih dari dua jam. Mick Jagger menunggu sambil bercengkerama dengan anggota bandnya di ruang utama dan sempat menanyakan siapa saya melalui body guardnya. "And you, who are you?" Katanya. Yang menjawab assistant manager yang mengantar saya, karena tidak semua karyawan boleh masuk Penthouse, apa lagi jika ada VIP.
Dalam hal narkoba, meskipun kelihatannya Beatles memulai duluan, mereka dianggap berperilaku lebih baik daripada anggota-anggota Rolling Stones. Menurut Paul McCartney mereka berkenalan dengan marijuana di New York tahun 1964 ketika bertemu Bob Dylan dan di"cekokin" ganja. Yang diingat McCartney ketika pertama kali "ngegelek" adalah langit-langit ruangan serasa runtuh. Ya begitu lah kira-kira yang juga dirasakan mereka yang gaul dulu ketika pertama kali mencobanya. Jembatan yang dilewati pun serasa bergoyang. Tapi sebenarnya mereka sama saja. Paul McCartney pernah diusir dari Tokyo karena membawa narkoba. John Lennon dan Yoko Ono, George Harrison dan istrinya pernah berurusan berat dengan polisi karena narkoba.
Dari sisi musikalitas banyak yang bilang Album Beatles "Sgt. Peppers Lonely Hearts Club Band" (1967) adalah album terbaik. Rolling Stones menjawabnya dengan "Their Satanic Majesties Request" (1967). Tapi sebelum itu, di tahun-tahun awal, lagu-lagu Beatles seperti "Eight Days A Week", "Can't Buy Me Love" sebenarnya biasa-biasa saja jika direndeng dengan lagu-lagu awal Stones seperti "Get Off Of My Cloud", "Paint In Black", alias satu level lah. The Beatles sudah menulis 229 lagu, sementara The Rolling Stones 422, hampir dua kali. Tentu saja rentang hidup Stones lebih panjang.
Di Indonesia sekali-sekali saya mendengar penyiar radio membahas The Beatles, dan belum pernah Rolling Stones (kecuali M97 FM). Pandji Pragiwaksono di medsosnya membuat urutan lima lagu Beatles terfavoritnya. Tantowi Yahya yang dikenal sebagai dewa musik Country juga (pernah) memainkan musik Rolling Stones dengan gitar ala Keith Richards.
Pernahkah anda mengamati bahwa banyak "komentator" takut tidak memuji The Beatles? Karena Beatles ada di "sub-culture league" tersendiri. Rolling Stones juga punya liga tersendiri dalam hal musik live. Jangan lupa ketika The Beatles masuk ke Rock And Roll Hall of Fame th 1988, Mick Jagger lah yang ber"seksi repot". Di pidatonya Jagger menyebut mereka memang bersaing, ada friksi, "But we always ended up friends." Ketika penulis berada di UK tahun 2016, di satu malam prime time BBC mewawancarai Mick Jagger dalam rangka mengenang hampir 50 tahun dirilisnya lagu "You Can't Alwas Get What You Want" dimana Jagger memakai puluhan anak-anak London Bach Choir sebagai koor yang mempermanis lagu tersebut. BBC menghadirkan mereka yang menyanyi di koor tersebut sehingga membawa suasana haru. Donald Trump menyukai lagu tersebut dan memakai untuk kampanye-kampanyenya dan tidak bisa segera dihentikan
Rolling Stones yang tidak menyukainya.
Meskipun kedua band berakar dari rock n roll di awal tahun 1960an, masa hidup The Beatles begitu singkat. Awal 1970an tidak ada lagi The Beatles. Kapan terakhir The Beatles konser live? 1966 di San Fransisco. Masih ada satu lagi di atas rooftop Apple Studio tahun 1969, tanpa karcis tanpa penonton, mereka bermain bagi diri mereka sendiri untuk keperluan video. Sementara ketika tulisan ini dibuat Rolling Stones sedang dalam tour. Ada selisih lima abad lebih. Jadi sebenarnya membandingkan keduanya sama seperti membandingkan duku dengan rambutan. Tapi sebagai fans kedua super-group, jika harus memilih pilih yang mana? Berikan saya dua The Beatles, saya pilih The Rolling Stones.