Nasional

Analisis Saiful Mujani tentang Pasangan Capres-Cawapres 2024

Oleh : very - Sabtu, 06/11/2021 16:59 WIB

Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga pendiri Saiful Mujani Research and Consulting, Saiful Mujani. (Foto: saifulmujani.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pemilihan Presiden masih dua tahun lagi. Namun kini mulai beredar nama-nama calon dan pasangan calon yang diprediksi akan maju dalam pertarungan pilpres di 2024 mendatang. Sebut saja mereka adalah Prabowo Subianto, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Ridwan Kamil.

Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga pendiri Saiful Mujani Research and Consulting, Saiful Mujani mengatakan yang bisa mencalonkan pasangan presiden - wakil presiden hanya partai politik atau koalisi partai politik hasil pemilu 2019 yang mendapat kursi 20 persen di DPR atau 25 persen suara pemilih nasional. Karena itu, hanya PDIP yang bisa mencalonkan pasangan Capres-Cawapres tanpa berkoalisi dengan partai politik lain.

Karena itu, jika partai yang masuk Senayan menghendaki calon presiden berasal dari partai mereka masing-masing, maka sudah muncul beberapa nama yang didorong atau mulai terlihat bekerja untuk jadi calon presiden yaitu Prabowo (Gerindra), Puan Maharani (PDIP), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat). Sejauh ini, katanya, partai-partai lain belum terlihat ketua atau wakil ketuanya yang sudah mulai kerja untuk calon presiden.

“Karena syarat batas minimal partai untuk bisa mencalonkan sangat tinggi, maka hanya PDIP yang bisa mencalonkan tanpa koalisi. Karena itu, jumlah calon maksimal hanya 4 atau 3,” ujarnya seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya, @saiful_mujani, pada Sabtu (6/11).

Pertanyaannya, katanya, apakah PDIP akan mencalonkan Puan sebagai capres mendatang? Sejauh ini Puan memang terlihat sudah melakukan sosialisasi masif. “Kalau hasilnya menunjukkan Puan berpeluang cukup bagus untuk menang, mungkin ia akan menjadi calon. Tunggu sekitar 2 tahun lagi,” katanya.

Bagaimana dengan parpol lain? Mereka akan menununggu hasil survei. Kalau melihat hasil survei kelima petinggi partai itu, sementara ini Prabowo paling tinggi, diikuti oleh AHY. Sementara Puan, Airlangga, dan Muhaimin jauh di bawah kedua nama itu. Jika demikian apakah Capres Prabowo Subianto akan berhadapan dengan AHY pada pemilu 2024 mendatang?

Jika hal itu terjadi, kata Saiful, maka berdasarkan bacaan terhadap elite partai, PDIP sudah hampir pasti tidak ke akan bergabung dengan koalisi Partai Demokrat yang akan mengusung AHY. Nasdem juga kemungkinan tidak ke Gerindra yang akan mengusung Prabowo.

“PDIP dan Nasdem mungkin tak bersama-sama lagi. Nasdem ke AHY? Mungkin. Partai lain? Golkar? Golkar bisa bersama dengan Prabowo maupun AHY, tergantung Airlangga dapat posisi no 1, no 2, atau tidak?,” ujarnya.

Menurut Saiful, jika Puan berpasangan dengan Prabowo maka Golkar mungkin tak akan ke Prabowo karena target jadi cawapres sudah terisi Puan. Bila kans AHY baik, maka Airlangga bisa bersama AHY.

“(Jadi capres mendatang akan bertarung antara, red.) Prabowo-Puan vs AHY-Airlangga? Dilihat dari kursi mereka di DPR, sudah cukup. Partai lain? Mencalonkan Muhaimin? Mungkin, tapi belum terlihat tanda-tanda kompetitif. Belum terlihat gejala Muhaimin bisa unggul atas Prabowo maupun AHY. Lalu? Tidak ada lagi ketua partai yang bisa diandalkan,” ujarnya.

 

Alternatif di Luar Partai

Saiful mengatakan, dalam kondisi stok sudah tak ada lagi yang kompetitif dari para ketua partai, maka jalan keluarnya hanya dua: bergabung bersama AHY atau Prabowo, atau mencari alternatif di luar petinggi partai.

Dilihat dari sentimen pemilih, katanya, ada sejumlah nama di luar ketua partai yang menunjukan gejala dukungan kuat dari rakyat: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Khofiffah Indra Parawansa. Di antara nama-nama ini, Ganjar unggul cukup jauh, bahkan besar peluangnya untuk mengalahkan semua calon.

“Ganjar bisa mengalahkan semua calon lain. Kalau PDIP tidak mencalonkannya karena memasangkan Puan dengan Prabowo, mungkin Ganjar tidak maju. Kalau Ganjar tidak maju lalu siapa?,” katanya.

Saiful mengatakan parpol bisa saja memasangkan Anies Baswedan, Ridwan Kamil, atau Khofiffah Indar Parawansa. Jika hal ini terjadi, maka Anies akan berpeluang unggul atas Prabowo dan AHY.

Pertanyannya, bila Anies unggul atas Prabowo, apakah PDIP akan tetap mencalonkan Prabowo? Apakah Golkar akan tetap mendukung AHY? “Golkar mungkin memasangkan Airlangga dengan Anies, dan partai-partai lain mungkin akan mendukung Anies-Airlangga melawan Prabowo-Puan: PDIP-Gerindra vs. the rest,” katanya.

Dengan demikian akan muncul capres/cawapres yaitu Prabowo-Puan vs Anies-Airlangga (Ridwan atau Khofiffah atau AHY) dan kemungkin Anies lebih baik peluangnya untuk menang.

Menurut Saiful, yang bisa menghentikan Anies sementara ini tidak ada kecuali Ganjar. Maka yang menentukan kemudian adalah apakah PDIP akan tetap mendukung Prabowo bertarung melawan Anies karena ingin Puan tetap menjadi wapres Prabowo? Padahal di atas kertas, Prabowo akan kalah dengan Anies sehingga target Puan juga tak bisa tercapai.

Atau bisa juga Anies Baswedan dipinang oleh PDIP untuk disandingkan dengan Puan Maharani melawan Prabowo untuk mencapai target Puan menjadi capres? “Mungkin saja. Manuver Anies selama ini kan rasional saja bukan ideologis, sama seperti Prabowo. Keduanya bisa terima ormas seperti FPI bila menguntungkan,” kata Saiful.

Bila Anies disandingkan dengan Puan, maka Demokrat dan Nasdem mungkin tidak mendukung. Golkar juga mungkin tidak, karena Airlangga tak mendapat posisi. PKS juga mungkin tidak karena susah berkoalisi dengan PDIP. “PKS bisa saja kemudian bergabung dengan Prabowo. Bila ini yang terjadi, maka mungkin ada 3 pasangan calon dari PDIP vs Gerinda-PKS vs Golkar-Nasdem-Demokrat. PKB, PAN, dan PPP bisa ikut salah satu dari 3 poros itu. Capresnya? Prabowo vs Anies vs …. (AHY, Ridwan, atau Khofiffah dan wakilnya Airlangga). Tiga poros ini punya peluang cukup imbang,” katanya.

 

Prabowo Tidak Bisa Mencalonkan Diri?

Namun bila PDIP ingin tetap menjaga tradisi rasional seperti 2 kali pilpres terakhir, yaitu tetap mencalonkan presiden, maka Puan tidak bisa dipaksakan menjadi cawapres. Karena itu, PDIP akan bisa tetap punya presiden dari kadernya sendiri, dengan memilih Ganjar sebagai calonnya.

“Bila ini yang terjadi, maka capresnya mungkin Prabowo (Gerindra/…) vs Ganjar (PDIP, Golkar, PKB) vs Anies (PKS, Nasdem, Demokrat): Prabowo-…vs Ganjar-Airlangga (Khofiffah) vs Anies-AHY (Ridwan). Dalam keadaan demikian mungkin saja prabowo tidak dapat menarik partai lain untuk bergabung. Dia tidak bisa mencalonkan diri,” imbuhnya.

Bila skenario ini terjadi yaitu Prabowo tidak jadi mencalonkan diri karena partai-partai lain tak ada yang mau mencalonkan, dan Gerindra tak bisa sendirian, maka calon-calon presiden 2024 akan diisi oleh anak-anak bangsa yang semuanya dari generasi baru. Regenerasi politik terjadi secara alamiah dan politik.

“Bila Prabowo tak bisa no 1, mungkin nomor 2 juga diterima. Berpasangan dengan Ganjar, Anies, AHY, Ridwan, atau Khoffifah. Atau mempersilahkan kader Gerindra yang lain untuk maju. Sandiaga Uno adalah kader paling kompetitif di antara kader Gerindra setelah Prabowo. Sandi punya peluang untuk nomor 1 atapun no 2. Dia mungkin lebih flexible. Nasdem dan Demokrat pun kemungkinan menerima untuk no 1 ataupun no 2,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait