Nasional

IP3 Nilai Kinerja Legislasi DPR Masih Berjalan di Tempat

Oleh : Mancik - Sabtu, 18/12/2021 22:23 WIB

Ilustrasi DPR RI.(Foto:ANTARA)

Jakarta, INDONEWS.ID - Rapat Paripurna pembukaan Masa Sidang (MS) II Tahun Sidang III (2021-2022) tanggal 1 November 2021 melalui Pidato Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), DPR menargetkan penyelesaian Prolegnas Prioritas 2021.

Sementara terkait pelaksaanaan fungsi pengawasan, target diarahkan pada regulasi, kinerja kelembagaan, kinerja program, mitigasi bencana, serta pengelolaan anggaran agar berjalan secara efektif, tepat sasaran, dan akuntabel.

Terkait pelaksanaan fungsi pengawasan pada MS II ini, Ikatan Pemuda Pemerhati Parlemen (IP3) memfokuskan diri untuk melihat DPR merespon dan melakukan fungsi check and balances-nya dibeberapa sektor seperti; sektor ekonomi, sektor pendidikan, sektor lingkungan hidup, sektor peraturan dan kebijakan, sektor kelautan dan pertanian, sektor kesehatan dan penanganan pandemi, dan pembangunan infrastruktur telekomunikasi.

Dalam studi kali ini, IP3 menyebutkan, target kerja legislasi tidak terpenuhi di MS II ini. Koordinator Bidang Legislasi IP3, Andre Silalahi, menyatakan, Pada Masa Sidang ini kinerja DPR sangat buruk atau berjalan di tempat.

Hal tersebut ditunjukkan dengan capaian yang rendah. Hanya 3 RUU yang disahkan dari target 37 RUU atau sebesar 8,1%. DPR juga tidak berhasil mengesahkan RUU-RUU yang sudah dalam tahapan pembahasan tingkat I yang dalam rangka pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat seperti misalnya RUU Penanggulangan Bencana, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Data Pribadi.

Adapun keempat RUU yang disahkan DPR menjadi UU dalam Masa Persidangan II ini adalah; RUU Tentang Kejaksaan, RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dan RUU Tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi. Dalam studinya, IP3 juga menyoroti tentang komitmen dan transparansi DPR terkait pelaporan kinerja legislasinya.

"DPR tidak mempunyai komitmen untuk menyelesaikan Prolegnas Prioritas 2021 sesuai dengan janjinya dalam pidato pembukaan Masa Persidangan II DPR dan cenderung mengaburkan fakta kinerja legislasi-nya yang rendah dengan tidak melaporkan alasan yang jelas dalam Rapat Paripurna,” tandasnya.

Ia juga menerangkan, dalam pidato Ketua DPR pada Penutupan MS II, tidak dijelaskan apa yang menjadi kendala DPR dalam mengejar target kerja legislasi-nya tersebut.

Sementara itu pada bidang pengawasan, Onesimus Napang, Koordinator Bid. Pengawasan IP3, menilai, meski fungsi pengawasan secara umum berjalan, namun tidak maksimal dan efisien.
"Pengawasan yang dilakukan oleh DPR dinilai kurang memberikan perhatian pada persoalan-persoalan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat terutama di masa pandemi," jelasnya.

Lebih jauh Ia menegaskan, pengawasan DPR tidak memiliki daya dorong pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang cenderung merugikan masyarakat dan laporan DPR melalui pidato Ketua DPR dalam Rapat Paripurna tidak sepeuhnya mencerminkan kinerja pengawasan DPR.

Penilaian terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut didasarkankan pada perbandingan antara target kerja pengawasan, fakta yang dijumpai melalui data-data yang dikumpulkan dengan isi pidato Ketua DPR dalam penutupan Rapat Paripurna pada Ms II TS 2021/2022 terkait pelaksanaan fungsi pengawasan.

Terkait hal ini, Onesimus Napang memberi contoh pada sektor pendidikan, DPR terfokus pada pembahasan program Pemerintah tetapi tidak dijumpai pembahaan-pembahasan persoalan-persoalaan mendasar misalnya dalam proses belajar-mengajar ditengah masa pandemi seperti keterbatasan infrastruktur telekomunikasi di daerah-daerah terpencil.

Ia mencontohkan, pada sektor Lingkungan Hidup, ada beberapa dokumen ditemukan evaluasi yang cukup tajam pada pemerintah terkait komersialisasi hutan dan lahan.

Namun terkait banjir dibeberapa Kunspek yang dilakukan tidak ditemukan penyebab banjir di beberapa daerah. Penyalahgunaan hutan (termasuk deforestasi) dan lahan untuk kepentingan komersial.

"Hal lain yang menjadi catatan dalam evaluasi ini adalah minimnya pembahasan-pembahasan terhadap program dan kebijakan pemerintah terkait perubahan iklim ekstrim yang suatu saat dapat menjadi akar masalah yang berdampak buruk," tutupnya.*

Artikel Terkait