Nasional

Naskah Nusantara, Karya Intelektual Nenek Moyang Bangsa

Oleh : Mancik - Kamis, 19/05/2022 17:41 WIB

Webinar Sosialisasi Naskah Nusantara, Ingatan Bangsa, Ingatan Dunia.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Usulan naskah kuno Nusantara dari Indonesia untuk nominasi Memori Ingatan Dunia atau Memory of the World (MoW) harus ditingkatkan.

Wardiman Djojonegoro, pakar pendidikan dan sejarah, menyatakan Indonesia memiliki ribuan naskah kuno Nusantara. Namun, saat ini tercatat baru delapan warisan dokumenter yang masuk MoW yang ditetapkan oleh Unesco.

Dia mendorong Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) untuk mendukung usulan naskah kuno Nusantara tersebut ke Unesco. Penetapan naskah kuno Nusantara sebagai MoW, tuturnya, merupakan pengakuan dari dunia bahwa karya intelektual nenek moyang bangsa, layak untuk dikenang. Dia menyebut, Jerman sudah memiliki 80 warisan dokumenter yang ditetapkan sebagai MoW.

“Salah satu kriteria Unesco adalah menghormati, mengenang tentang kepandaian daripada nenek moyang kita di seluruh dunia. Karena MoW itu seluruh dunia. Jadi, kita harus mengajukan naskah kita untuk bisa diterima sebagai warisan dunia, pengakuan daripada local genius daripada nenek moyang kita,” terangnya dalam webinar Sosialisasi Naskah Nusantara, Ingatan Bangsa, Ingatan Dunia, pada Kamis (19/5/2022).

Menteri Pendidikan pada 1993-1998 tersebut menambahkan, usulan naskah kuno Nusantara untuk masuk MoW membuat sejarah bangsa lebih dikenal masyarakat, khususnya generasi muda. “Karena di dalam syarat Unesco adalah setiap naskah itu harus open access, harus terbuka, kalau bisa digitalisasi. Sehingga orang jauh di Amerika, jauh di Eropa, jauh di Jepang, bisa membaca,” ujarnya.

Pria yang terlibat sebagai tim ahli dalam beberapa naskah MoW tersebut mengakui minimnya pengakuan naskah kuno Nusantara tersebut dikarenakan sedikitnya peneliti Indonesia dalam menyusun naskah akademik. “Naskah itu harus diteliti kembali agar sesuai dengan apa yang diminta oleh Unesco,” ujarnya.

Selain itu, naskah kuno yang diusulkan harus tersimpan dengan baik dan naskahnya masih asli. Hal ini menjadi kesulitan di Indonesia karena iklimnya tropis dan faktor bencana alam sehingga naskah terancam punah. “Sehingga untuk Indonesia, syarat daripada Unesco itu sangat berat karena kita harus menjaga naskah-naskah yang kita usulkan itu agar betul,” ungkapnya.

Webinar yang diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-42 Perpusnas tersebut menghadirkan Sri Sumekar, pustakawan ahli utama Perpusnas. Sumekar menyatakan sebelum masuk MoW, warisan dokumenter bangsa harus diakui terlebih dulu secara nasional atau dalam Ingatan Kolektif Nasional (IKON).

IKON merupakan program yang dikoordinir oleh Perpusnas dalam rangka pelaksanaan inventarisasi, pencatatan, pendataan, dan pendaftaran/registrasi warisan dokumenter budaya bangsa berupa naskah kuno yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sebagai karya budaya bangsa yang harus diingat oleh seluruh bangsa Indonesia.

Perpusnas ditunjuk sebagai koordinator setelah pencanangan IKON pada 2012 di Manado yang digagas oleh tujuh kementerian/lembaga. Mantan Sekretaris Utama Perpusnas tersebut menyebut, naskah kuno yang sudah lulus uji akan mendapat register IKON dan selanjutnya dapat diusulkan untuk nominasi MoW.

Naskah kuno yang diusulkan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007, merupakan dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri yang berumur sekurangnya 50 tahun. “Dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan,” terangnya.

Disebutkan bahwa banyak warisan dokumen bangsa yang terancam punah. Dengan adanya IKON, diharapkan dapat mengajarkan pelestarian warisan dokumenter bangsa Indonesia dan penyelamatan aset dokumen nasional dari kepunahan. Selain dilestarikan, warisan bangsa ini dialihmediakan dalam bentuk digital, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya secara mudah.

Berdasarkan data Chambert-Loir dan Oman Fathurahman, tercatat sebanyak 58.947 naskah kuno Nusantara tersebar di dalam dan luar negeri. Untuk itu, dia mengimbau kepada para pemilik naskah serta dinas kearsipan dan perpustakaan di seluruh Indonesia untuk mengajukan naskah kuno yang dimiliki sebagai register IKON. “Nanti akan kita usulkan bila ada internasional, akan kita usulkan sebagai MoW,” tukasnya.

Sementara itu, Dosen FIB Universitas Andalas, Pramono, menyatakan naskah Tuanku Imam Bonjol berpotensi untuk masuk IKON dan nominasi MoW. Dari segi kepengarangan, naskah ini merupakan hipogram dari tangan pelaku sejarah.

Disebutkan bahwa naskah merupakan memoar Tuanku Imam Bonjol, memoar Naali Sutan Caniago yang merupakan putranya, dan notulen rapat yang diadakan di dataran tinggi Minangkabau pada 1865 dan 1875. Lewat naskah ini, Imam Bonjol ingin meluruskan arus perjuangannya sebagai bagian dari gerakan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.

“Naskah ini merupakan saksi atau lanskap sejarah kebudayaan Minangkabau pada abad ke-19, terdapat narasi global dalam hubungan jaringan, paham keagamaan, dan tren keislaman yang berkembang pada kurun waktu abad ke-18 antara Timur Tengah dan Kawasan Asia Tenggara,” jelasnya.

Selain naskah Tuanku Imam Bonjol, naskah Sunda Sanghyang Siksakanda’ng Karesian juga berpeluang diusulkan sebagai nominasi MoW. Undang Ahmad Darsa, Dosen FIB Universitas Padjajaran, menyebut naskah SSK sudah dibahas sejak 2017, salah satunya dalam FGD di Perpusnas. Hal ini membuktikan adanya perspektif nilai-nilai peradaban universal dalam naskah SSK yang dikategorikan sebagai Ensiklopedi Sunda Kuno.

“SSK dapat diartikan sebagai uraian atau risalah tentang pengetahuan sebagai pedoman bagi kaum cendikia,” terangnya.

Secara garis besar, teks naskah SSK terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut Dasakreta yang isinya menekankan ajaran akhlak dan tugas serta kewajiban setiap orang. Bagian kedua disebut Darma Pitutur yang isinya pengetahuan umum yang seyoygyanya diketahui orang banyak.

Naskah SSK berasal dari sebuah koleksi skriptorium kabuyutan Ciburuy Bayongbong, Kabupaten Garut. Disebut sebagian besar berbahasa Sunda Kuno, berjumlah 30 lempir, berbahan nipah, ditulis dengan tinta hitam.

Tercatat, sejak 2003 hingga 2017, sebanyak delapan warisan dokumenter Indonesia ditetapkan sebagai Memori Ingatan Dunia yakni Arsip VOC (2003), I La Galigo (2011), Babad Diponegoro (2013), Negarakertagama (2013), Arsip Konferensi Asia-Afrika (2015), Cerita Rakyat Panji (2017), Arsip Rekonstruksi Candi Borobudur (2017), dan Arsip Tsunami (2017).*

Artikel Terkait