
Penulis: Katon M. Kanigara
" Sejak kecil, saya bermimpi untuk bisa bangun tidur di New York," ujar Pandji Pragiwaksono. Meski ia seorang komedian ternama, ucapannya tidak dimaksudkan untuk melucu.
Pandji, 43 tahun, sekarang makin mendekat ke mimpinya. Ia tengah berada di Amerika Serikat.
Di kalangan artis, nama Pandji sudah tidak asing. Terutama di kalangan peminat kesenian stand-up comedy ( pelawak tunggal atau komika) di Indonesia. Jenis hiburan ini sedang naik daun. Sejumlah stasiun televisi punya acara khusus komika.
Bapak dua anak ini memulai karirnya sejak sebelas tahun lalu, dan dalam kurun waktu itu, pria kelahiran Singapura ini boleh dibilang sudah berkeliling dunia dalam tur stand-up komedi spesialnya. Pernah ke AS, beberapa negara Eropa, Tiongkok, Australia dan Afrika Selatan.
Tapi mimpi kecilnya tak pernah hilang: berhasil sebagai komedian " lewat tangga New York" sebagai mana jalan yang ditempuh entertainer ternama seperti Kevin Hart, Gabriel Iglesias, Chris Rock. Ukuran sukses adalah bisa pentas di New York tepatnya di Madison Square Garden.
Kevin Hart pernah tampil di Madison dengan kapasitas 20,000 penonton dan seluruh tiket pertunjukannya terjual habis.
Tentu tak mudah menembus dunia. Kemasan stand-up AS berbeda dengan gaya komika di Tanah Air.
Di AS, komedian lebih bebas. Bisa menyampaikan apapun yang mereka ingin utarakan sekalipun hal-hal sensitif seperti agama, warna kulit, ras, politik dan sebagainya.
Selain itu budaya penonton komika di sana pun boleh dibilang " lebih kejam" Jika penonton di sini merasa jokes si pelawak tidak lucu, mereka hanya akan diam. Tapi di AS, penonton bisa meneriakinya untuk turun panggung.
Bahkan tak jarang muncul teriakan rasis.
Di tahun 80 -90an, pernah ada komedian yang dilempari botol, asbak hingga sepatu.
Tapi siapa pun
berhak mengambil kesempatan, tanpa harus merasa tidak pantas atau masih yunior.
Yang penting berusaha keras agar jangan sampai ditimpuk penonton, atau lebih sial lagi diblacklist di panggung2 pemula.
Panji Pragiwaksono, anak Bandung yang pernah menjadi host acara " Kena Deh" kini masih berkeliling dari klub komedi yang satu ke komedi klub atau cafe yang lain di sekitar Brooklyn New York untuk melatih skill yang lebih internasional. Di sana, kawah candradimuka-nya atau medan perangnya adalah acara "Open Mic".
Panji lakoni berkeliling membawa brosur di jalanan untuk mengajak orang-orang yang lewat mampir melihat performanya.
Ia memulai dari nol, meski pun bekas anak ITB itu sudah kelas master di negeri sendiri.
Ia bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai latar belakang mulai dari warga New York kulit putih, kulit hitam, imigran Latin, Asia hingga Timur Tengah. Pandji beberapa kali diajak berpodcast bersama dengan mereka yang baru mulai membangun karir di bidang itu.
Pernah ia rasakan melawak hanya di depan 6 orang penonton.
Sementara di hall Casablanca Jakarta, aksi Panji ditonton 3000 orang.
Tapi ia bersikukuh melewati tangga Brooklyn New York sebelum naik tangga berikut ke panggung lebih lebar dan bergengsi di Manhattan dan Broadway.
Komedian Jim Carry, Eddy Murphy, Jimmy Fallon hingga Steve Harvey melalui semua itu. Pentas sebagai pelawak stand-up, sebelum menjadi terkenal seperti saat ini.
Menurut majalah Forbes bayaran untuk Stand Up Comedian sekelas Kevin Hart saat ini mencapai 1Juta dollar untuk satu kali show.
Tentu ini berlipat dengan masa lalu awal berkarir, yang honornya hanya 50 dollar US untuk 15-20 menit di panggung.
Itu pun harus lolos audisi bersama 8 atau 9 pesaing yang sama2 berminat menghibur di klub komedi atau kafe.
Pandji Pragiwaksono kini berencana mengajak istri dan kedua anaknya untuk menemaninya menembus dunia lewat New York. Suami Gamila Mustika ini sudah mengontrak apartemen di New York untuk 2 tahun kedepan. Mimpi kecilnya mulai nyata. Panji ingin terbang lebih jauh lagi setelah bangun dari mimpi.