Jakarta, INDONEWS.ID - Lepas dari hiruk pikuk pemilu dengan segala dinamikanya, sekelompok warga – yang kini telah bermetamorfosa menjadi sebuah keluarga besar - melakukan healing ke Puncak, tepatnya di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu-Minggu (20-21 Januari 2024).
Pagi itu, Sabtu (20/1), tidak seperti biasanya. Keluarga “Gang Sunyi” tampak ramai dan hiruk pikuk. Sepertinya mereka sedang mempersiapkan diri untuk melepas penat ke sebuah villa di Puncak.
Ada 5 mobil yang disiapkan untuk mengangkut dan membawa rombongan. Pagi itu, ada yang sibuk memasukkan pakaian ganti ke dalam mobil. Ibu-ibu juga ada yang mempersipkan bahan makanan, lengkap dengan peralatan memasak yang perlu. Anak-anak juga tak mau kalah sibuk. Mereka mempersiapkan alat permainan yang hendak dibawa. Sementara bapak-bapak, setelah memanaskan mesin mobil, asyik bercakap-cakap sambil mengisap satu dua batang rokok.
Ketika telah siap, rombongan, dibawah pimpinan Bapak Hendiman dan Ibu Galil ini berkumpul untuk berdoa. Orang bijak mengatakan, “Jika segala sesuatu dipersiapkan dengan baik, maka 50 persen pasti hasilnya akan baik”.
Maka doa Al-Fatihah pun dilambungkan oleh Ustadz Solihin. Semuanya - satu keluarga besar - khusuk berdoa meminta pertolongan Tuhan agar melindungi mereka dalam perjalanan, selama di Puncak dan hingga kembali ke Gang Sunyi.
Setelah berdoa – dan ini seolah telah menjadi ritual wajib ibu-ibu dan juga bapak-bapak – dilakukan sessi foto bersama.
Semuanya tampak bergembira. Bersukacita, senang, riang, dan riuh. Ada yang tertawa renyah, dan yang lain tersenyum manis - seolah sedang menggendong rembulan.
“Sesuatu yang heboh terjadi di sini, di gang ini, padahal ini Gang Sunyi. Kita jadikan acara ini ‘cetar membahana’,” celetuk ibu Megy, salah satu seksi tersibuk dan terheboh dalam acara ke Pucak tersebut.
Tepat pukul 07.15. Mobil mulai diberangkatkan ke Puncak. Mobil berarak, dengan Bapak Al berada di depan, sebagai penunjuk jalan. Kemudian diikuti Keluarga Pak Solihin, berikutnya Bapak Raffi, Pak Hasan, dan sebagai pamungkas, Bapak Adit.
Perjalanan tidak mengalami kendala. Hanya sedikit macet. Maklum ke Puncak, apalagi di ahkhir pekan. Rombongan tiba di villa sekitar pukul 10.30. Namun, karena vila tersebut masih dipakai, kami diistirahatkan di vila yang lain, hingga waktu makan siang tiba.
Vila Errika Saksi Bisu
Tepat pukul 13.00, vila sudah dibereskan. Rombongan pun satu pers satu memasuki halaman Vila Errika. Vila tersebut cukup besar, dan bertingkat, pas untuk menampung satu keluarga besar seperti kami.
Ruangan keluarganya juga besar. Dilengkapi dengan sound system dan mike. Alat itu langsung dicoba oleh mas Arif, penyanyi handalan kami. “Mantap,” katanya singkat, sambil menyanyikan satu dua lagu pemanasan.
Ada halaman bermain yang cukup luas. Juga dilengkapi dengan meja bilyar, tenis meja, lapangan fulsal dan tak ketinggalan kolam renang untuk orang dewasa dan anak-anak.
Usai makan bakso yang diracik oleh Mama Galil dan teman-teman, acara dilanjutkan dengan berbagai perlombaan. Mama Raffi dan Tanta Elma rupanya telah menyiapkan berbagai macam acara, lengkap bertaburan hadiah bagi mereka yang menang.
Setelah perlombaan selesai dilanjutkan dengan acara bebas. Ada yang memilih berenang, ada yang menyodok bilyar dan ada yang “tik-tok-an” bola pingpong.
Malam pun tiba. Angin bertiup cukup kencang, menusuk hingga ke sum-sum tulang. Walau demikian, hawa terasa hangat, karena pancaran semangat kekeluargaan yang kami miliki.
Acara belum usai. Ramah tamah malam ini pun kembali diisi dengan aneka permainan. Ibu-ibu seolah tidak pernah kehabisan ide. Misalnya, ada acara tukar kado. Setiap peserta yang hadir diwajibkan membeli barang yang akan ditukar dengan peserta yang lain.
Ada acara yang paling heboh yaitu “mencedok duit” dari sebuah nampan, namun dengan mata tertutup. Ada yang berhasil meraup banyak duit, sementara ada juga yang hanya berhasil “mencedok angin”.
Pukul 21.00 malam. Tidak mau disebut “mati ide” atau kalah dari ibu-ibu, tetiba Pak Hasan meminta kami (bapak-bapak) saweran membeli duren. Malam itu pun terjadi “belah duren dan pesta duren”.
Minggu (21/1) pukul 00.01, merupakan hari istimewa. Betapa tidak, salah satu dari anggota keluarga kami, Lanika, anak dari Pak Ahmad dan Ibu Ria merayakan hari ulang tahun. Lantunan lagu “Selamat Ulang Tahun” pun memecah keheningan malam itu.
Ini hari terakhir di Puncak.
Bagun pagi. Terlihat mulai sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ibu-ibu memasak di dapur, sementara bapak-bapak ada yang berolah-raga.
Pagi itu, kami disuguhi nasi goreng dan mie goreng.
Seolah tidak mau melewatkan kesempatan, mas Arif, Pak Hendiman, dan ibu-ibu menghibur dengan berbagai macam lagu. Mulai dari lagu “Ada Band”, lagu dangdut, hingga goyang India - kesukaan salah satu ibu. Mereka bernyanyi sambil berjoget.
Jelang siang. Ini acara pamungkas yaitu liwetan. Liwetan adalah tradisi makan bersama yang umum dilakukan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh keluarga besar dan tetangga. Biasa juga dilakukan oleh komunitas yang ingin berkumpul dan merayakan moment spesial atau menyantap hidangan spesial.
“Melalui liwetan kami menegaskan bahwa kami adalah satu keluarga besar, di dalamnya kami hidup saling melayani dengan mengasihi, dan mencintai sebagai satu keluarga besar. Susah senang akan kami hadapi bersama-sama. Kami akan melayani dengan ‘Cetar’: cepat, efektif, tanggap, dan responsif”.
Warga “Gang Sunyi” telah memulai tahun baru 2024 dengan semangat baru. Semoga Tuhan mengaruniakan mereka kesehatan dan kesuksesan di tahun yang baru. ***