Jakarta, INDONEWS.ID - Suasana di Gedung Nusantara III pada Rabu, 9 Oktober 2024 tampak ramai. Beberapa jurnalis duduk melantai sambil mengotak-atik gawai. Beberapa lainnya larut dalam obrolan di pojok tangga.
Hari itu, sejumlah senator yang tergabung dalam Panitia Musyawarah (Panmus) akan menggelar rapat pleno di ruang rapat Pimpinan DPD RI Gedung Nusantara III, Lantai 8.
Perbincangan kami tiba-tiba terhenti. Dari kejauhan, dr. Stevi Harman terlihat turun dari mobil grab berwarna hitam pekat. Seorang staf sedang menunggu di pintu utama.
Senator muda asal NTT itu lalu bergegas masuk dengan langkah yang sedikit cepat. Rapat pleno dimulai pukul 15.00 WIB dengan dua agenda utama: pembentukan tim kerja Panmus dan penetapan jadwal masa sidang 1 tahun sidang 2024-2025.
dr. Stevi Harman merupakan anggota Panmus DPD RI, salah satu alat kelengkapan yang memiliki peran vital dalam mengatur dan menyelenggarakan proses musyawarah yang berkualitas.
Panmus punya tugas menyusun agenda musyawarah yang mencakup isu-isu strategis yang relevan dengan kepentingan daerah.
Selain itu, Panmus juga menjadi penghubung antara anggota DPD dengan komite dan fraksi. Hal ini untuk memastikan bahwa penggodokan isu-isu tertentu sinkron dan terintegrasi dengan agenda yang lebih luas di DPD RI.
Koordinasi ini sangat penting demi menciptakan keselarasan dan kolaborasi di antara berbagai elemen dalam DPD, sehingga keputusan yang diambil dapat lebih komprehensif dan representatif.
“Banyak hal yang dibahas tadi dalam rapat, pada intinya kita punya komitmen untuk mensinkronkan isu-isu prioritas yang menjadi kebutuhan daerah,” kata dr. Stevi selepas rapat.
Senator berdarah Manggarai-Maumere itu juga menjadi bagian dari Komite III DPD RI, yang membidangi sejumlah isu-isu strategis, seperti pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan.
Tiga aspek tersebut memang menjadi problem lama di NTT yang hingga saat ini belum tuntas digarap. Pendidikan, misalnya. Dalam catatan Ombudsman RI Perwakilan NTT, akses pendidikan yang layak belum dirasakan oleh semua anak.
Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti tingkat ekonomi masyarakat masih rendah, akses lokasi yang sulit dijangkau, kurangnya tenaga pengajar dan fasilitas pendidikan yang tidak merata.
Dalam konteks kesehatan, problem stunting di NTT masih menjadi permasalahan serius yang mengancam banyak anak-anak. NTT menjadi salah satu daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di NTT mencapai angka 37,8 persen. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) merupakan daerah dengan prevalensi tertinggi yakni mencapai 48,3 persen atau jika dikomparasi adalah satu dari dua balita mengalami stunting.
Di tahun 2022, permasalahan stunting pada anak-anak di NTT juga belum usai. Angka kematian bayi di NTT telah mencapai 426 jiwa dengan prevalensi stunting yang masih tinggi yakni 22% pada Februari 2022.
Selain itu, masalah ketenagakerjaan juga menjadi tantangan serius yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
Tingkat pengangguran di NTT cukup tinggi, sebagian besar disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja yang memadai dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Banyak angkatan kerja, terutama kaum muda, menghadapi kesulitan dalam menemukan pekerjaan yang layak. Sementara sektor pertanian yang menjadi andalan seringkali tidak cukup mampu menyerap tenaga kerja secara optimal.
Hal ini akhirnya berkontribusi pada kemiskinan dan ketidakstabilan ekonomi di masyarakat.
Matahari sudah terbenam. Rapat Pleno Panmus baru saja berakhir. Belasan senator terlihat meninggalkan gedung. dr. Stevi memesan grab taxi. Tak berselang lama, mobil Calya berwarna biru muda datang.
“Balik dulu, ya..” celetuk putri tertua Anggota DPR RI Benny K Harman, itu.