Oleh: Atmonobudi Soebagio*)
Jakarta, INDONEWS.ID - Kecelakaan beruntun di jalan toll semakin sering diberitakan di media TV belakangan ini. Di setiap kecelakaan tersebut, tabrakan beruntun dialami oleh dua hingga tiga kendaraan bermotor, bahkan lebih. Ada beberapa tabrakan yang membuat kendaraan terpental hingga ke sisi jalur yang berlawanan.
Dari sekian banyak kasus yang terjadi, cukup banyak yang dilaporkan sebagai akibat sopir mengantuk; meskipun kemudian juga diumumkan akibat rem blong.
Artikel ini mengulas kasus yang selama ini kurang menjadi perhatian instansi terkait maupun masyarakat umum, karena menyangkut persyaratan teknis; walaupun dapat menyebabkan korban luka-luka, bahkan hilangnya nyawa puluhan orang akibat kecelakaan beruntun tersebut.
Hal-hal yang perlu dipertanyakan antara lain adalah:
- Apakah bagi kendaraan truk maupun bus masih berlaku wajib kir setiap tahun untuk memeriksa kelayakannya saat berada di jalan?
- Apakah bagi setiap truk yang membawa barang masih wajib ditimbang di pos-pos timbangan yang ada di jalan-jalan provinsi, maupun yang di dalam kota?
- Apakah petugas DLLAJR masih mampu melakukan tugasnya dalam mengawasi truk-truk yang membawa barang yang diperkirakan over weight dan mewajibkannya untuk ditimbang di pos-pos timbangan terdekat sebelum melanjutkan perjalanan mereka?
- Dari pengamatan yang sering kita lihat pada tayangan video pemberitaan di stasiun TV yang memperlihatkan, bahwa tidak sedikit jumlah truk maupun bus yang panjang chassisnya dari ban paling belakang kendaraan tersebut melebihi 1,5 meter.
Sebuah truk maupun bus telah dibatasi panjang chassisnya oleh peraturan; sesuai dengan kapasitas daya mesin penggeraknya. Dan hal itu merupakan peraturan yang berlaku secara internasional, yang tentunya juga diadopsi untuk diterapkan di dalam negeri.
Panjang maksimum chassis yang diijinkan sangat terkait dengan kapasitas daya mesin truk/bus tersebut. Apabila ketentuan yang berlaku dilanggar, maka akan sangat besar risiko terjadinya kecelakaan ketika kendaraan tersebut melaju di jalan.
Seringkali kita jumpai banyaknya truk maupun bus yang merangkak di jalur-jalur yang menanjak, namun kemudian meluncur kencang ketika berada di jalur yang menurun.
Sangat mungkin bahwa pengemudi ingin memperpendek waktu yang telah dihabiskan saat kendaraan mereka menanjak dengan meluncur lebih cepat di saat jalan menurun. Dapat dipastikan, bahwa risiko kecelakaan akan semakin tinggi ketika mereka menggunakan alasan tersebut demi tiba di tujuan tepat waktu.
Dalam mencapai cita-cita bersama menuju Indonesia Maju, kita perlu meninjau kembali peraturan-peraturan yang menyangkut tentang batas kapasitas daya angkut kendaraan jenis truk atau bus. Peraturan tersebut tentunya bukan hanya sekadar diatas kertas, melainkan wajib dipahami dan dipatuhi sepenuhnya oleh pengelola perusahaan-perusahaan pengangkut barang dan penumpang.
Sangsi tegas perlu dilakukan terhadap setiap pelaggaran yang terjadi di jalan raya/toll. Sangsi juga dapat diberlakukankan bagi perusahaan-perusahaan pembuat karoseri bus maupun bak truk, karena kasus pemanjangan chassis tersebut tentunya merupakan kesepakatan antar kedua belah pihak. Perusahaan karoseri berhak menolak, jika diminta pemiliknya untuk memanjangkan bak truk atau bus mereka.
Kiranya kasus tabrakan beruntun yang semakin sering terjadi menjadi perhatian kita bersama, khususnyan oleh pihak DLLAJR, perusahaan karoseri serta pemilik truk maupun bus di Indonesia. Semoga.
*) Prof. Atmonobudi Soebagio MSEE, Ph.D. adalah Guru Besar Universitas Kristen Indonesia dan Pengamat Pembangunan Berkelanjutan.