
PLAGIARISME MUSIK
Penulis: Reinhard R Tawas
Membawa boneka dari India dilakukan ayahnya Ellya Khadam dalam lirik lagu "Boneka Dari India" 1957. Sejak saat itu yang terjadi adalah musisi-musisi Indonesia “Mengambil” lagu-lagu dari India.
Beberapa waktu yang lalu musisi yang juga diplomat Tantowi Yahya share di WAG ASP video potongan lagu-lagu terkenal band rock legendaris Deep Purple yang ternyata mirip dengan lagu-lagu yang sudah ada sebelumnya. Ini jelas plagiarisme. Tiba-tiba saya teringat akan asal-usul lagu Melayu “Boneka Dari India”.
Plagiarisme musik sudah ada sejak era Musik Klasik di abad 18. Symphony No. 37 Wolfgang Amadeus Mozart (1756 - 1791) sebagian besar adalah salinan dari Symphony No. 25 Michael Haydn (1737 - 1806). Ini temuan Ludwig Ritter von Köchel tahun 1907. Von Köchel dikenal sebagai musikolog yang membuat katalog karya-karya Mozart. Menurut von Köchel Symphony No. 37 Mozart tidak orisinal melainkan lebih pas disebut “mengerjakan kembali” karya Haydn. Ini mungkin kasus ATM (Ambil, Tiru, Modifikasi) pertama di kalangan musisi. Setelah Mozart pindah ke Wina tahun 1781, ia berteman dengan Haydn yang lebih senior dan saling menginspirasi selama kira-kira satu dekade. Ini untuk memberikan gambaran bagaimana Mozart bisa melakukan itu sebelum ada kamera dan fotocopy.
Kasus plagiarisme besar terjadi di abad 20. Besar karena melibatkan personil The Beatles George Harrison. Lagu “My Sweet Lord” dari album solo Harrison “All Things Must Pass” 1970 yang sukses besar ternyata mirip dengan lagu The Chiffons “He’s so Fine”. Bright Tunes Music, penerbit musik “He’s So Fine” membawa kasus ini ke pengadilan. Tahun 1976 Pengadilan memutuskan bahwa George Harrison meniru lagu “He’s So Fine” di bawah sadar, terjadi plagiarisme tidak sengaja. Setahun sebelumnya George Harrison berbesar hati dengan memberikan kesempatan kepada The Chiffons untuk merekam “My Sweet Lord”. George Harrison akhirnya membeli hak lagu “He’s So Fine” tahun 1981.
Lagu “Boneka Dari India” diciptakan oleh Ellya Khadam dan direkam tahun 1957 di studio Irama Mas Jos, diiringi Orkes Melayu Kelana Ria pimpinan Adi Karso dan Moenif Bahasoean dengan Ellya Khadam sebagai pencipta lagu. Dekade 1950an Film India sangat populer di Indonesia. Ellya Khadam yang sangat menggemari film India kelihatannya menonton film Ashiana (1952) dimana terdapat lagu “Sama Hai Bahar Ka” (Inilah Musim Semi) [link Sama Hai Bahar Ka - Lata Mangeshkar - Ashiana (1952) yang dinyanyikan Lata Mangeshkar. Lagu ini sama persis dengan lagu Boneka Dari India. Inilah sepertinya kasus pertama “peniruan” lagu Hindi menjadi lagu Melayu indonesia. Sejak itu kendali lepas. Makin banyak musisi Indonesia meniru lagu india. Ellya Khadam sendiri setelah itu banyak menghasilkan lagu-lagu Melayu indah, diantaranya Pengertian [link Ellya Khadam - Pengertian (1967) yang ditulisnya bersama Husein Bawafie. Lagu “Pengertian” kemudian juga di”cover” oleh Emilia Contessa. “Boneka Dari India” adalah mungkin proses awal yang memicu sisi kanan (kreatifitas) otak beliau.
Nama-nama besar di musik Melayu dan Dangdut seperti Oma Irama (di kemudian hari Rhoma Irama), Elvy Sukaesih, Muchsin Alatas, Mansyur S, Ida Laila, A. Rafiq dan banyak lagi meniru lagu-lagu India dan menjadikan lagu-lagu versi mereka hit besar di Indonesia. Sebut saja beberapa: “Main Tali” Elvy Sukaesih adalah saduran dari lagu Hindi “Sawan Ka Mahina”. “Kata Pujangga” Rhoma Irama sama dengan “Bhol Radha Bhol”. “Pandangan Pertama” A. Rafiq adalah tiruan dari “Pyar Ka Saaz Bhi”. Begitu banyak lagu-lagi India yang dimanfaatkan oleh musisi-musisi Indonesia sehingga pada tahun 2013 seorang blogger Yogyakarta Acha Soniya yang juga penyuka dan pengamat musik India pernah membuat daftar 100 lagu India dan tiruannya di Indonesia. Sekarang sudah 2025, semoga daftar iu tidak bertambah.
Setelah begitu banyak lagu-lagu India diambil musisi Indonesia, ada juga akhirnya musisi kita yang melakukan semacam pengakuan dengan cara elegan. Rhoma Irama melakukan pendekatan dengan Lata Mangeshkar, penyanyi legendaris India yang menjadi inspirasi bagi penyanyi-penyanyi Melayu dan Dangdut. Lagu-lagunya banyak ditiru di Indonesia. Rhoma menulis komposisi solo dan duet yang dibawakannya bersama Lata Mangeshkar di empat album antara tahun 1992 - 1996. Lagu-lagu ini tidak pernah dimainkan Rhoma Irama di konser-konsernya, mungkin karena tidak ditemukan penyanyi Indonesia yang bisa menyamai suara Lata Mangeshkar yang khas. Lata Mangeshkar meninggal dunia dalam usia 92 tahun pada Februari 2022. Begitu sayangnya orang India pada Lata Mangeshkar, seperti yang diutarakam PM Modi, kepergiannya meninggalkan "kekosongan pada bangsa kita yang tak dapat diisi." Pemerintah menyatakan dua hari berkabung dengan menaikkan bendera setengah tiang.
Setelah lagu-lagu lagu mereka dipakai oleh musisi-musisi Indonesia apakah ada reaksi dari India, misalnya membalas?Ternyata ada sesedikit apapun. Terungkap di tahun 2008 lagu "Aao Milon Chalen" dari komposer Pritam Chakraborty mirip sekali dengan lagu Peterpan "Di Belakangku" (2004). Dalam film "Jab We Met" lagu itu dinyanyikan kedua bintang film tersebut Shahid Kapoor dan Kareena Kapoor. Di film yang sama lagu "Yeh Ishq Hai" mirip dengan lagu Anggun "Être Une Femme" (2005). Plagiarisme ini diungkapkan oleh koran Mumbai Mirror dengan judul yang sinis: "Nerve of Steal", plesetan dari "nerve of steel". Dalam film "Woh Lamhe" (2006) Pritam juga mengambil lau Peterpan "Tak Bisakah" (2005) dan menjadikannya "Ka Mujhe Pyar Hai". Selain itu ada lagu Rossa "Hatiku Yang Kau Sakiti" (2009) dan lagu ciptaan Mithoon "Tum Hi Ho" dari film India "Aashiqui 2" (2013) yang mirip-mirip, boleh dilihat berulang-ulang di Youtube. Jika ada pertanyaan siapa "terinspirasi" siapa, tahun kapan lagu-lagu tersebut pertama kali dipublikasikan berbicara.
Mengenai plagiarisme Deep Purple, di video tersebut ditelanjangi lagu-lagu terkenal Deep Purple: "Fireball" (1971) mirip dengan lagu "Rock Star" band rock Warpig dari Kanada."Burn" (1974) mirip dengan "Fascinating Rhythm" (1924) dari komposer besar AS George Gershwin. "Black Night" (1970) mirip dengan "Summertime" (1962) Ricky Nelson. Bagi anak-anak Boomer mungkin yang lebih diingat dari Ricky Nelson adalah lagu "Hello Mary Lou". "Child In Time" 1970 mirip dengan "Bombay Calling" (1969) dari band California It's A Beautiful Day. "Smoke On The Water" memakai riff gitar pembuka lagu "Maria Moita"nya Carlos Lyra 1964. Ini yang paling ramai, karena "Smoke On The Water" adalah salah satu lagu rock yang paling sering dimainkan di cafe, pub, bar dan venue semacamnya di seluruh dunia. Mengambil riff pembuka "Maria Moita" bisa dibilang nekat. "Nerve of Steal", meminjam istilah Mumbai Mirror di atas tadi, karena lagu ini sangat populer di Brazil pada eranya. Ada paling tidak 19 musisi yang meng"cover" lagu tersebut, dari yang biasa-biasa saja sampai yang terkenal seperti Sergio Mendes, Astrud Gilberto dan Flora Purim. Anehnya dari 19 cover tersebut hanya dua yang memakai riff dari “Maria Moita” yang asli. Yang satu band Brazil Bossacucanova, yang satu lagi Astrud Giberto dalam versi bahasa Inggris "Maria Quiet". {link https://youtu.be/XH7JdtXrWQM?si=WKgpkh7UCNJTot_P Sebagai pengingat Astrud Gilberto adalah penyanyi yang mempopulerkan lagu "The Girl From Ipanema" ke seluruh penjuru dunia.
Ada Deep purple ada Rhoma Irama di sini. Rhoma mengaku Deep Purple adalah inspirasi untuk bandnya Soneta ketika menonton konser Deep Purple di Senayan Desember 1975. Maka ketika Rhoma tampil membuka konser Deep Purple di Solo Maret 2023, keluarlah riff "Smoke On The Water" maksudnya sebagai tribute. Eh, seorang roadie Deep Purple menghentikannya. Itu sebelum video Maria Moita vs Smoke On The Water tersebar luas. Coba sekarang.
*****