Jakarta, INDONEWS.ID - Ada dua hal yang perlu diulas dalam membicarakan #2019GantiPresiden. Pertama dari sisi strategi politik untuk menggalang massa, dan yang kedua terkait ancaman negara.
"#2019GantiPresiden jika dikaitkan dengan Pilpres 2019 termasuk konten propaganda untuk meraih massa deklarasi berpihak pada kelompok oposisi, lawan dari petahana," ujar pengamat terorisme tamatan Universitas Indonesia, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Stanislaus mengatakan, propaganda ini harus dilawan dengan kontra-propaganda, jika memang benar bahwa dilakukan oleh kelompok oposisi. "Kontra-propaganda bisa dilakukan secara masif dengan menunjukkan keberhasilan yang telah dicapai sehingga alasan untuk mengganti Presiden terpatahkan," ujarnya.
Tagar 2019GantiPresiden seharusnya selesai atau ditransfer menjadi #2019PrabowoPresiden setelah capres-cawapres sudah jelas, peserta pilpres 2019 hanya dua pasang Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi.
"Jika kelompok pengusung #2019GantiPresiden tidak beralih ke #2019PrabowoPresiden maka justru akan menjadi pertanyaan, mau diganti siapa," ujar Stanislaus yang sedang mengikuti program doktoral di UI ini.
Terkait ancaman negara, diketahui ada simbol-simbol untuk mengganti sistem pemerintahan yang muncul bersamaan dengan deklarasi #2019GantiPresiden. Hal ini bisa menjawab pertanyaan untuk siapa #2019GantiPresiden, mengingat kelompok ini tidak menyuarakan dengan jelas siapa pengganti yang mereka usulkan, padahal sudah jelas bahwa lawan petahana adalah Prabowo.
Pemerintah melalui aparat keamanan, harus melakukan tindakan tegas terutama jika deklarasi #2019GantiPresiden tersebut membawa simbol-simbol untuk mengganti sistem pemerintahan dan membawa simbol organisasi yang sudah dinyatakan terlarang. Pembiaran hal tersebut sama saja membuka celah kerawanan untuk menjadikan negara menjadi daerah konflik.
Perlawanan yang terjadi di beberapa daerah seperti di Surabaya, menurut Stanislaus, menunjukkan radar masyarakat sudah membaca bahwa #2019GantiPresiden bukan sekedar propaganda kelompok tertentu untuk mengganti Presiden saat ini, tapi lebih dari hal tersebut.
"Menghadapkan masyarakat dengan kelompok pengusung deklarasi #2019GantiPresiden sangat berbahaya karena potensi konflik massa sangat mungkin terjadi," kata Stanislaus.
Karena itu, hal yang paling mungkin dan harus dilakukan adalah pencegahan sejak dini terutama jika sudah terdeteksi gerakan tersebut terindikasi sebagai ancaman negara, contoh disertai dengan jargon untuk mengganti sistem pemerintahan, mengusung simbol atau nama organisasi terlarang. Ketegasan untuk melarang aksi tersebut terutama yang sudah mengarah kepada ancaman negara sangat tepat dengan tujuan untuk menjaga eksistensi negara.
Jika aksi #2019GantiPresiden sudah disertai dengan hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi termasuk untuk mengganti sistem pemerintahan, maka negara harus bertindak tegas untuk melakukan tindakan hukum.
Ketegasan dari masing-masing capres-cawapres untuk berkampanye dengan santun, konten-konten positif dan konstruktif, serta tidak mengarah kepada politik identitas terutama SARA sangat perlu dilakukan, sekaligus dipertegas siapa saja Tim Kampanyenya. "Jika ternyata orang-orang yang menjadi deklarator #2019GantiPresiden bukan bagian dari kampanye maka sudah jelas gerakan mereka adalah gerakan yang bukan bagian dari Pilpres 2019 alias punya agenda lain," pungkasnya. (Very)