INDONEWS.ID

  • Sabtu, 04/05/2019 22:30 WIB
  • Kembali OTT Hakim, ICW: Era Hatta Ali Sudah Ada 20 Hakim Terjerat Korupsi

  • Oleh :
    • very
Kembali OTT Hakim, ICW: Era Hatta Ali Sudah Ada 20 Hakim Terjerat Korupsi
Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch. (Foto: ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dunia peradilan kembali dirundung awan gelap. Satu orang Hakim serta pihak swasta dan juga seorang pengacara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat praktik korupsi di lingkungan Pengadilan Negeri Balikpapan (4/5). 

Baca juga : Kerja Sama Indonesia-Singapura Terus Berlanjut, Menko Airlangga Bahas Isu-Isu Strategis dengan Menteri Luar Negeri Singapura

Pihak-pihak yang terjaring operasi tangkap tangan itu diduga terkait dengan upaya memenangkan sebuah perkara yang sedang disidangkan pada pengadilan tersebut. 

“Tentu ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa ada persoalan serius dalam konteks pengawasan di lingkungan Mahkamah Agung,” ujar Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch, melalui pernyataan pers di Jakarta, Sabtu (4/5). 

Baca juga : Serius Maju Pilgub NTT 2024, Ardy Mbalembout Resmi Mendaftar di DPD Demokrat

Kurnia mengatakan, peristiwa tertangkapnya Hakim karena rasuah bukan kali pertama terjadi. ICW mencatat pada era kepemimpinan Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung, setidaknya sudah ada 20 orang Hakim yang terlibat praktik korupsi. Padahal di lain hal regulasi yang mengatur pengawasan pada lingkungan MA telah tertuang secara jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung No 8 Tahun 2018. Untuk itu maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa implentasi dari regulasi tersebut telah gagal dijalankan di lingkup pengadilan.

“Kejadian ini harusnya menjadi bahan refleksi yang serius bagi dua institusi pengawas hakim, yakni Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial. Tertangkapnya Hakim karena tersangkut kasus korupsi mengkonfirmasi sistem pengawasan yang belum berjalan secara optimal,” ujarnya.

Baca juga : Sekjen Kemendagri Dorong Pemprov DKI Jakarta Optimalkan Pengelolaan Urbanisasi

Ke depan dua lembaga tersebut penting untuk merumuskan ulang grand design pengawasan, bahkan jika diperlukan dapat melibatkan KPK sebagai pihak eksternal.

Sebelumnya, Wana Alamsyah mengatakan, ICW sempat memetakan pola korupsi yang terjadi di sektor pengadilan. Setidaknya ada 3 (tiga) tahapan. 

Pertama, saat mendaftarkan perkara. Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah dalam bentuk permintaan uang jasa. Ini dimaksudkan agar salah satu pihak mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.

Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. 

Ketiga, saat persidangan. Modus ini yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak. Gambaran pola tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama agar kedepan tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia.

Seorang Hakim yang terlibat kasus korupsi sebenarnya tidak hanya bersinggungan pada regulasi hukum saja, akan tetapi juga melanggar kode etik. Jelas disebutkan pada Pasal 12 huruf c UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa seorang Hakim yang menerima hadiah atau janji untuk mempengaruhi sebuah putusan diancam dengan pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar. Selain itu Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim telah menegaskan bahwa Hakim tidak boleh meminta atau menerima pemberian atau fasilitas dari advokat atatupun pihak yang sedang diadili. 

Terakhir yang patut menjadi sorotan, katanya, juga adalah terkait dengan tingkat kepercayaan publik pada lembaga pengadilan. Sudah barang tentu dengan penindakan yang dilakukan KPK terhadap oknum Hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan akan semakin meruntuhkan citra pengadilan di mata masyarakat. Sebelumnya hal ini terbukti dengan rilis survei yang dikeluarkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2018 lalu yang menempatkan sektor pengadilan pada tiga urutan terbawah dalam lembaga rawan terjadi korupsi. 

Atas kejadian ini maka Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut Hatta Ali mengundurkan diri sebagai Ketua MahkamahAgung karena dinilai telah gagal untuk menciptakan lingkungan pengadilan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi.

“Badan Pengawas Mahkamah Agung melibatkan KomisiYudisial serta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pembenahan lingkungan pengadilan agar terbebas dari praktik korupsi,” ujarnya. (Very)

Artikel Terkait
Kerja Sama Indonesia-Singapura Terus Berlanjut, Menko Airlangga Bahas Isu-Isu Strategis dengan Menteri Luar Negeri Singapura
Serius Maju Pilgub NTT 2024, Ardy Mbalembout Resmi Mendaftar di DPD Demokrat
Sekjen Kemendagri Dorong Pemprov DKI Jakarta Optimalkan Pengelolaan Urbanisasi
Artikel Terkini
Kerja Sama Indonesia-Singapura Terus Berlanjut, Menko Airlangga Bahas Isu-Isu Strategis dengan Menteri Luar Negeri Singapura
Serius Maju Pilgub NTT 2024, Ardy Mbalembout Resmi Mendaftar di DPD Demokrat
Sekjen Kemendagri Dorong Pemprov DKI Jakarta Optimalkan Pengelolaan Urbanisasi
Peringati Hari Kartini, Ketua DWP Kemendagri Bicara Soal Pemimpin Wanita Masa Kini
Pj Bupati Maybrat Jajaki Kerjasama dengan Asdep Pengembangan Logistik Nasional
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas