Jakarta, INDONEWS.ID - Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan bahwa tidak sebandingnya iuran yang diterima oleh BPJS Kesehatan terhadap nilai mamfaat yang dikeluarkan kepada pesertanya membuat pihaknya mengalami defisit yang cukup besar, yakni sebesar Rp 28 Triliun.
Iqbal mengatakan bahwa BPJS Kesehatan kerap defisit dan ditambal dari anggaran negara padahal pemerintah sendiri sebenarnya kekurangan dana. Dikatakan Iqbal, sistem jaminan kesehatan idealnya harus ditopang oleh iuran peserta.
"Iuran itu menjadi pangkal masalah terbesar soal defisit. Kalau itu tidak diselesaikan, apa yang harus kita lakukan? Kan begitu," katanya di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
"Kita sebetulnya ingin agar program ini bisa established sendiri, berdiri tegak dengan dasar kontribusi iuran," sambung Iqbal.
Menurut dia, iuran yang cukup merupakan bentuk kemandirian masyarakat terhadap kesehatan pribadi. Masyarakat harus sadar bahwa kesehatan itu mahal.
"Mereka mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri. Soal merokok dan yang lain itu kan satu hal yang harusnya dilakukan, menjaga promotif dan preventif," tandas Iqbal.
Dirinya mengungkapkan, besaran iuran BPJS Kesehatan terakhir kali ditetapkan pada tahun 2016 berdasarkan hitungan aktuaria atas dasar tahun 2015. Dengan kata lain, empat tahun iuran tidak pernah naik.
Iqbal berharap dengan adanya kenaikan iuran yang nantinya ditetapkan oleh pemerintah bisa menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan. Dengan begitu, tidak ada lagi tunggakan kepada rumah sakit.
"Tentu kita berharap iuran yang ditetapkan memang akan mampu membiayai program ini dan tentu permasalahan yang dari tahun ke tahun yang kita terus ribut soal ini bisa dihindari," tandas dia. (rnl)