INDONEWS.ID

  • Rabu, 28/08/2019 13:59 WIB
  • Berbagai Kekhawatiran di Balik Penolakan PNS Soal Pemindahan Ibukota Baru

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Berbagai Kekhawatiran di Balik Penolakan PNS Soal Pemindahan Ibukota Baru
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil.(PNS) (Foto:Tribunnews.com)

 Jakarta, INDONEWS.ID - Semenjak wacana hingga diumumkannya secara resmi soal pemindahan ibukota negara baru Indonesia ke Kalimantan Timur, penolakan datang secara masif khususnya dari PNS.

Sejumlah Pegawai Negeri Sipil di kementerian dan lembaga pemerintah pusat mengaku cemas pindah ke ibu kota baru di Kalimantan Timur.  Pasalnya, menurut mereka,belum ada kepastian terkait berbagai fasilitas, terutama pendidikan dan kesehatan.

Setidaknya, survei Indonesia Development Monitoring (IDM) menunjukkan 94,7% PNS menolak untuk dipindahkan ke ibu kota baru di Kaltim.

"Hasilnya sebanyak 94,7% ASN (Aparatur Sipil Negara) menolak ibu kota dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan. Sebanyak 3,9% setuju, sisanya abstain," kata Direktur Eksekutif Harly Prasetyo dalam keterangan kepada media.

Kendati dalam keterangannya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Syafruddin mengatakan pihaknya akan menyiapkan berbagai fasilitas untuk para aparatur sipil negara ini.

Namun, Survei yang dilakukan 7 - 20 Agustus lalu menyebutkan PNS khawatir dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan anak kurang berkualitas, serta biaya hidup tinggi.

Salah seorang PNS bernama Dian, yang sudah lima tahun berkerja di salah satu kementerian mengungkapkan alasannya kekwatirannya. 

"Nanti ada fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, tapi nggak tahu di sana seperti apa, itu saja yang kita jadi pikiran," kata Dian, ibu dua anak saat diwawancarai BBC Indonesia.

Anak Dian yang tertua masih duduk di sekolah dasar, dan yang paling kecil berusia 1,5 tahun. Ia berharap kualitas pendidikan di Kaltim bisa setara dengan di Jakarta.

"Sementara di sini misalnya, sudah bagus pendidikannya. Nah, di sana seperti apa, apakah bisa sama bagusnya, atau lebih bagus," tambah Dian.

Kekhawatiran serupa dihadapi Hafiz, PNS di salah satu kementerian sekaligus orang asli Jakarta yang memiliki anak yang masih di sekolah dasar.

"Kalau untuk pendidikannya itu harus dipastikan juga, kalau di Jakarta kan sudah bagus," katanya.

Lain lagi yang dikwatirkan Hanna. Ia justru menyoroti terbatasnya fasilitas khas Jakarta, terutama hiburan.

"Lebih ke mental, menguatkan diri kalau tinggal di tempat baru yang fasilitasnya tidak selengkap di Jakarta. Kalau di Jakarta kita punya, punya hiburan, olahraga, konser, hiburan apa pun mudah didapat. Kalau tinggal di situ pasti minimal fasilitas dan infrastruktur," kata Hanna.

"Belum pernah ke sana. Tapi berharap layak untuk ditinggali," tambahnya.

Berbeda dengan Rizki Amelia, CPNS di Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB). Amelia justru mendapat sokongan suami tinggal di Kaltim, ketika negara mengharuskan ia bekerja di sana.

"Dari suami mendukung. Nggak ada masalah. Dia nanti cari kerja (di Kaltim), biar nggak LDR (Long Distance Relationship)," kata Amel-panggilan akrab Rizki Amelia, melalui sambungan telepon, Selasa (27/08).

Tapi yang berat, kata Amel adalah meninggalkan orang tuanya di Jakarta.

"Karena memang orang tua asli Jakarta, dan awalnya berharap memilih di kementerian itu, adalah karena nanti diletakkan di pusat kota"katanya.*(Rikardo)
 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Jelang Musim Haji, MERS CoV di Arab Saudi Perlu Diwaspadai
PJ Bupati Maybrat Pantau Ujian Nasional 3 SD Terdalam di Aifat Utara
PNM Sosialisasikan Program Mekaar Pada Tokoh Masyarakat dan Pemuka Agama Serang
Pj Bupati Maybrat Hadiri Rapat Persiapan Penilaian Akreditasi Delapan Puskesmas
Peringatan Hari Pahlawan Nasional Kapitan Pattimura ke-207
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas