INDONEWS.ID

  • Selasa, 17/09/2019 16:30 WIB
  • Bukan Musibah dari Tuhan, Karhutla Terjadi Karena Kelalaian dalam Pencegahan

  • Oleh :
    • very
Bukan Musibah dari Tuhan, Karhutla Terjadi Karena Kelalaian dalam Pencegahan
Presiden Joko Widodo memberi ketetangan pers kepada media terkait Karhutla di Riau. (Foto: ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Permasalahan udara bersih saat ini tidak hanya menjadi isu masyarakat perkotaan metropolitan seperti Jakarta, tetapi juga telah menjadi masalah di berbagai daerah di Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan dan kabut asap semakin pekat melanda berbagai daerah di Kalimantan dan Sumatra. Berdasarkan situs SiPongi milik KLHK, tercatat titik api terbanyak muncul di seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan. Saat ini seluruh daerah tersebut terpapar kabut asap beracun. Bahkan ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) Palangkaraya sempat tercatat mencapai angka 2000, sangat jauh dari angka indikator batas aman 50 dan indikator berbahaya 300-500 yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.

Peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Adrianus Eryan, mengatakan perusahaan yang lahannya terbakar harus bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan kewajiban perusahaan saat memperoleh izin usaha. Antara lain melakukan pembukaan lahan tanpa bakar, membentuk brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan (brigdalkarhutla), serta menyediakan sarana prasarana pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan yang memadai.

“Tanggung jawab perusahaan hendaknya tidak dianggap berhenti ketika api padam, tetapi juga tetap berlaku hingga pemulihan hutan dan lahan selesai dilakukan. Gugatan perdata KLHK terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan sejak tahun 2012 yang dikabulkan oleh pengadilan telah mencapai angka 2.72 triliun rupiah. Namun, belum ada satupun perusahaan yang menuruti perintah pengadilan untuk membayar ganti rugi. Alhasil, upaya pemulihan pun belum dapat dilaksanakan karena putusan belum dapat dieksekusi.” Kata Adrianus.

Dia mengatakan, pencemaran udara akibat Karhutla telah mengakibatkan dampak luas di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Penderita ISPA di Riau menurut data Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan pada Minggu (15/9) telah mencapai15,346 orang. Ribuan anak sekolah diliburkan.

Pemerintah mulai dari pusat sampai daerah sebagaimana diamanatkan oleh Inpres No. 11 Tahun 2015 tentang Pengendalian Karhutla mempunyai kewajiban untuk memitigasi dampak ini. Kewajiban pemerintah ini pun juga ditekankan kembali melalui putusan CLS Kebakaran Hutan Kalimantan Tengah yang dimenangkan oleh warga negara.

“Jelas bahwa Karhutla di berbagai daerah di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan sudah menimbulkan keadaan darurat pencemaran udara. Selain berupaya menghentikan karhutla, pemerintah pusat dan daerah harus segera mengevakuasi masyarakat ke daerah dengan kualitas udara yang aman. Paparan pencemar udara seperti PM2.5 dengan konsentrasi ratusan hingga ribuan mikrogram per meter kubik merupakan tingkat yang berbahaya bagi semua populasi dan dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang dapat berujung pada kematian dini. Tentu ini adalah dampak yang sangat signifikan dan tidak bisa dikesampingkan,” ujar Fajri Fadhilah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL.

Bukan Bencana dari Tuhan

Baca juga : Media Massa Harus Bisa Bersinergi Bangun Deteksi Dini dan Daya Tangkal Terhadap Ideologi Terorisme

Menurut Fajri, Karhutla yang terjadi terus-menerus ini bukanlah musibah dari Tuhan sebagaimana yang disebutkan Kepala Kantor Staff Kepresidenan (KSP), Moeldoko. Penyebab karhutla adalah kelalaian dalam perencanaan pemanfaatan lahan dan upaya pencegahan.

Selama ini pendekatan yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatasi Karhutla masih sebatas penanggulangan dan penegakan hukum. Fungsi pencegahan dan pengawasan masih minim perhatian.

Dalam penelitian audit kepatuhan Karhutla yang disusun ICEL (2017), dijumpai temuan belum adanya pengawasan periodik dan intensif, data pencegahan dan pengawasan yang tidak transparan, serta belum adanya Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG).

Evaluasi perizinan juga tidak pernah dilakukan. Bahkan perizinan di bidang lingkungan seringkali dianggap menghambat investasi dan hendak dipangkas. Hal ini tampak jelas dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 mengenai Online Single Submission (PP OSS) di mana dikenal adanya Izin Lingkungan hanya berdasarkan komitmen semata.

Deputi Direktur Pengembangan Program ICEL, Raynaldo Sembiring, secara khusus menyoroti keseriusan pemerintah dalam menangani isu karhutla. “Karhutla 2019 menunjukkan ketidakcakapan Jokowi dalam menangani masalah ini. Perlu dicatat, periode pertama pemerintahan Jokowi dibuka dan ditutup dengan Karhutla. Dengan segala hormat kepada tim yang sudah bekerja di lapangan, masalah ini adalah tanggung jawab utama presiden,” ujarnya.

“Pasca karhutla 2015, Presiden membuat Inpres No. 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Tetapi Inpres tersebut tidak dijalankan dan diawasi dengan serius. Dari hasil sengketa informasi antara ICEL dengan Kemenkopolhukam tahun 2018, terungkap bahwa tidak pernah ada laporan pelaksanaan Inpres tersebut, sehingga pelaksanaan pengendalian karhutla yang diamanatkan Inpres 11/2015 patut dipertanyakan.”

Adapun dalam amar Putusan Sengketa Informasi Nomor 001/1/KIP-PS-A/2017 yang disebutkan Raynaldo, Komisi Informasi memerintahkan kepada Kemenkopolhukam selaku Termohon untuk menyusun laporan pelaksanaan Inpres No. 11 Tahun 2015 dan memberikannya kepada Pemohon sebagai informasi publik yang terbuka untuk umum.

“Kemudian terhadap Putusan CLS Palangkaraya yang isinya adalah pelaksanaan kewajiban hukum saja pun, Presiden masih mau mengajukan PK. Seandainya dari tingkat banding Presiden tidak PK, maka kebijakan dan sistem pengendalian karhutla berdasarkan putusan tersebut sudah tersedia. Terakhir yang perlu diingat, sebagian dari isi putusan tersebut berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia,” pungkas Raynaldo. (Very)

Baca juga : Pencegahan Narkoba Lewat PLBN Aruk Akan Diperkuat Petugas BNN
Artikel Terkait
Media Massa Harus Bisa Bersinergi Bangun Deteksi Dini dan Daya Tangkal Terhadap Ideologi Terorisme
Pencegahan Narkoba Lewat PLBN Aruk Akan Diperkuat Petugas BNN
Kompolnas Dorong Kepolisian Bersinergi dan Mencari Model Terkait Pencegahan Kasus Tindak Pidana Pornografi Anak
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Mengenal Lebih Jauh Ayush Systems of Medicine India dan Perannya di WHO
Polda Metro Hentikan Penyidikan Kasus Aiman, ICJR Ingatkan Beberapa Kasus Lain yang Serupa
Berkah Ramadan, Persediaan Produk Industri Pengolahan Terserap Optimal Terutama di Pasar Domestik
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas