INDONEWS.ID

  • Rabu, 09/10/2019 21:59 WIB
  • Tolak Penerbitan Perppu KPK, PKS: Demokrasi Kita Akan Mati

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Tolak Penerbitan Perppu KPK, PKS: Demokrasi Kita Akan Mati
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Hidayat Nur Wahid

Jakarta, INDONEWS.ID - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan enerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi harus melihat aspek kegentingan dan ada tidaknya kekosongan hukum.

Demikian disampaiakn Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Hidayat Nur Wahid. Hidayat menilai, saat ini tidak ada keadaan genting agar presiden mengeluarkan Perppu UU KPK.

Baca juga : Konsisten Jadi Oposisi Meski Sendirian, Pakar Sebut Justru PKS Diuntungkan

Hidayat mengingatkan agar jangan sedikit-sedikit bicra perppu. Menurutnya, hal itu itu bisa membuat praktek demokrasi di negara ini bisa mati.

"Kalau perppu masalahnya apakah betul-betul sudah ada kegentingan yang memaksa di Indonesia dengan adanya UU ini? Kalau ada, ukurannya bagaimana? jangan sampai negara ini jadi negeri darurat sedikit-sedikit perppu. Kalau itu terjadi, demokrasi akan mati," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Baca juga : Prabowo Rapat ke Pemerintah, PKS Konsisten Jadi Oposisi

Hidayat mengatakan, apabila ada penolakan terhadap UU KPK hasil revisi, itu bisa dilakukan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia juga menyarankan UU KPK dikoreksi melalui legislative review di DPR. "Proses sudah berjalan, kalau ada penolakan ke MK dan kemarin sudah diajukan kan, sebaiknya jangan pakai perppu tapi koreksilah yang tidak benar, yang bisa memperlemah KPK," ujar dia.

Baca juga : PKS Harap MK Bisa Temukan Terobosan Hukum

Sebelumnya, UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu, misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dianggap bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu.

Hal itu disampaikan oleh anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno. Dia mengatakan, sikap resmi Fraksi PDI-P ialah menolak perppu dan menyarankan agar polemik revisi UU KPK diselesaikan melalui judicial reviewdi Mahkamah Konsitusi atau legislative review.

"Pandangan resmi kami di fraksi, sebaiknya tetap melalui judicial review dan legislative review," kata Hendrawan saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).*(Rikardo).

 

 

Artikel Terkait
Konsisten Jadi Oposisi Meski Sendirian, Pakar Sebut Justru PKS Diuntungkan
Prabowo Rapat ke Pemerintah, PKS Konsisten Jadi Oposisi
PKS Harap MK Bisa Temukan Terobosan Hukum
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas