INDONEWS.ID

  • Selasa, 22/10/2019 20:15 WIB
  • Prabowo Masuk Kabinet, Peneliti LIPI : Ini Mengancam Demokrasi

  • Oleh :
    • Ronald
Prabowo Masuk Kabinet, Peneliti LIPI : Ini Mengancam Demokrasi
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri). (Foto : istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pencalonan Ketum Gerindra Prabowo Subianto menjadi salah satu menteri yang disebut-sebut akan menempati posisi sebagai Menteri Pertahanan dinilai akan menjadi suatu kemunduran bagi sistem demokrasi politik Indonesia.

“Mestinya dalam demokrasi yang sehat itu, yang menang berkuasa dan yang kalah legowo jadi oposis. Kalau semua yang kalah diajak masuk, tidak ada oposisi, ini bisa membawa negara kita pada model negara integralistik atau kekeluargaan, ini sungguh-sungguh mengancam demokrasi kita,” kata Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris dalam diskusi VISI bertajuk "Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II" di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (22/10/2019).

Baca juga : Peneliti LIPI Minta Jokowi Tagih Tito Karnavian Terkait Kasus Novel Baswedan

Syamsudin mengatakan dalam demokrasi presidensial partai politik pengusung pasangan calon tak berhak menuntut jatah menteri. Hak tersebut menurutnya ada di publik, karena presiden mendapat mandat melalui pemilu.

“Di kabinet presidensial, partai politik koalisi tidak berhak menuntut jatah. Apalagi tidak ada MOU di koalisi mengenai saya dukung anda, tapi saya dapat apa,” ujarnya. 

Baca juga : Ancaman Pemazkulan Presiden Adalah Intimidasi Politik Murahan

Karena itu, dirinya mengkritisi bergabungnya Prabowo ke kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo Jilid II.

“Mestinya pak Jokowi tidak usah mengajak Gerindra dalam kabinet dan mestinya Pak Prabowo menolak ajakan itu,” ucapnya.

Baca juga : Peneliti LIPI: Oposisi Bukan Soal Jumlah Partai, Tapi Tergantung Kualitas

Lebih lanjut, Syamsuddin mengatakan saat ini sistem politik di Indonesia mengalami pendangkalan. Idealnya, politik yang dijunjung adalah politik yang menjunjung tinggi sportivitas dan posisi masing-masing.

“Kalau begini, akan timbul pertanyaan, untuk apa kita adakan pemilu kalau ujung-ujungnya kekuasaan itu dibagi-bagi antara yang kalah dan yang menang," tandasnya. (rnl)

 

 

Artikel Terkait
Peneliti LIPI Minta Jokowi Tagih Tito Karnavian Terkait Kasus Novel Baswedan
Ancaman Pemazkulan Presiden Adalah Intimidasi Politik Murahan
Peneliti LIPI: Oposisi Bukan Soal Jumlah Partai, Tapi Tergantung Kualitas
Artikel Terkini
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas