Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai suku bunga kebijakan BI saat ini sebesar lima persen masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, misalnya Filipina empat persen, Malaysia tiga persen, dan Thailand 1,5 persen.
"Meski tekanan inflasi di dalam negeri berada pada tren yang menurun dan nila tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada level yang relatif stabil, BI kemungkinan masih memandang resiko eksternal masih cukup tinggi" kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 21 November 2019.
Karena itu, diriya meminta Bank Indonesia (BI) untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan ke depannya. Apalagi peluang bank sentral menurunkan suku bunga cukup terbuka karena kondisi di dalam negeri yang terjaga.
"Peluang BI untuk menurunkan suku bunga kebijakannya cukup besar ke depan," timpal Airlangga.
Airlangga menyebut inflasi sampai dengan Oktober 2019 terjaga di level 3,13 persen atau masih di bawah target 3,5 plus minus satu persen. Sementara itu, stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga terjaga di kisaran Rp14.000 per USD.
Meski demikian, Airlangga menilai keputusan BI mempertahankan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) dinilai sudah tepat. Dirinya juga mengapresi langkah penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang dilakukan BI dalam upaya menjaga kecukupan likuiditas di pasar keuangan.
"BI tentunya telah mempertimbangkan berbagai faktor dalam keputusannya baik yang berasal dari faktor di dalam negeri maupun di luar negeri. Keputusan mempertahankan suku bunga yang diambil BI, saya rasa itu merupakan keputusan optimal," ungkapnya.
Airlangga berharap kebijakan BI secara efektif diikuti oleh sektor perbankan dan keuangan sehingga tren penurunan suku bunga bisa segera ditransmisikan ke suku bunga kredit/ pembiayaan. Pada gilirannya ini menjadi stimulus bagi dunia usaha di tengah ancaman perlambatan ekonomi global.
"Tentunya berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah saat ini, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya memerlukan dukungan dari sisi fiskal namun juga sisi moneter dalam hal ini pihak Bank Indonesia," tandasnya. (rnl)