INDONEWS.ID

  • Senin, 16/12/2019 18:30 WIB
  • Petrus Selestinus: KPK Harus Berbenah, Selama Ini Tingkahnya Merusak Budaya Hukum

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Petrus Selestinus: KPK Harus Berbenah, Selama Ini Tingkahnya Merusak Budaya Hukum
Mantan Komisioner Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) selaku Advokat PERADI Petrus Selestinus (Foto: SuaraFlores.com)

Jakarta, INDONEWS.ID - Tindakan yang dilakukan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap saksi selama ini dinilai sangat arogan, cendrung politis dan mencederai HAM.

Contohnya, pemanggilan saksi secara beruntun, tanpa mengindahkan bukti perjalanan dinas, keterangan sakit dan bukti sedang menjalankan ibadah agama merupakan tindakan merusak budaya hukum.

Baca juga : Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024

Hal itu dikatakan mantan Komisioner Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) selaku Advokat PERADI Petrus Selestinus dalam diskusi publik yang digelar Lembaga Advokasi untuk Demokrasi dan Pembangunan (LANDEP) bertajuk "KPK di Persimpangan Jalan, Antara Politis dan Hukum" di Upnormal Coffe, Jakarta Pusat, Senin (16/12/19).

"Tanpa mengindahkan Surat Sakit atau tanpa mengindahkan bukti sedang menjalankan ibadah agama, memperlihatkan betapa KPK bersikap sangat tendensius, arogan, tidak profesional dan politis," kata Petrus Selestinus dalam pemaparannya.

Baca juga : Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi

Sehingga, lanjut pria yang sehari-harinya merupakan seorang Advokat, nampak bahwa KPK sesungguhnya tidak sedang melakukan penegakan hukum, melainkan menjadi PR bagi kepentingan pihak ketiga di balik sikap KPK yang arogan.

Petrus mencontohkan, juru bicara KPK Febri Diansyah sering mengeluarkan pernyataan pers dengan narasi yang mendramatisir, yang secara nyata dan terang-terangan menyerang kehormatan saksi.

Baca juga : Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi

"Febry sering mengatakan kepada media seperti akan mencari keberadaan saksi di luar negeri dan menjemput paksa. Saya lihat sendiri ketika Mekeng sedang melakukan perjalanan dinas ke Swiss yang diutus oleh DPR, KPK tidak mengindahkannya," tutur Pria kelahiran Flores 19 Mei 1955 ini.

Mirisnya, tambah Petrus, KPK sengaja menutup-nutupi fakta tentang tugas negara, sakit dan atau sedang menjalankan ibadah agama yang seharusnya menjadi halangan yuridis bagi KPK untuk memanggil saksi. Dengan begitu, ia menyimpulkan, KPK tengah menciptakan posisi offside bagi saksi-saksi tersebut.

"KPK terus-menerus mempublish informasi ketidakhadiran saksi yang berhalangan hadir, seakan-akan sebagai aib besar bagi Pemberantasan Korupsi," tandas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.

Padahal, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Jayabaya ini mengingatkan, sikap KPK yang demikian pada hakikatnya sangat bertentangan dengan azas profesionalitas, proporsionalitas dan Hak Azasi Manusia (HAM) yang wajib dijunjung tinggi oleh KPK.

"Tetapi oleh Febri Diansyah malah diabaikan demi mencederai hak-hak Saksi. Ini merusak budaya hukum dan tidak mendidik dari aspek pendidikan politik," tutur Petrus.*(Rikardo).

Artikel Terkait
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Artikel Terkini
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Kemendagri Intruksikan Pemprov Kaltara Percepat Pembangunan Daerah Berbasis Inovasi
Semangat Kartini dalam Konteks Kebangsaan dan Keagamaan Moderen
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas