INDONEWS.ID

  • Sabtu, 21/12/2019 11:31 WIB
  • Sah! Jokowi Pilih dan Lantik 5 Dewan Pengawas KPK, Ada yang Pro Perpu KPK

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Sah! Jokowi Pilih dan Lantik 5 Dewan Pengawas KPK, Ada yang Pro Perpu KPK
Peneliti LIPI Syamsuddin Haris dipilih jadi Dewan Pengawas KPK (Foto: Kompas.com)

Jakarta, INDONEWS.ID - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menjaatuhkan pilihananya pada lima nama dan telah secara sah melantik kelimanya sebagai Dewan Pengawas KPK pada Jumat, 20 Desember 2019.

Mereka adalah Mantan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Albertina Ho; Mantan Hakim Agung, Artidjo Alkostar; dan Peneliti LIPI, Syamsuddin Haris; Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Harjono; dan Mantan jaksa dan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.

Baca juga : Ceritakan Kreativitas Nasabah PNM Mekaar, Jokowi Puji Kerupuk "Mama Muda"

Albertina Ho pernah menjabat Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara suap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan. Saat itu dia menghukum Gayus Tambunan 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Ia lahir di Maluku Tenggara, 1 Januari 1960. Dia alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) pada 1985. Albertina menempuh Magister Hukum di Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto, dan lulus pada 2004.

Baca juga : Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar

Menjabat Hakim Agung selama 18 tahun, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan 19.708 perkara di MA atau 1.095 perkara per tahunnya. Dia pun pensiun pada 22 Mei 2018. Artidjo Alkostar ahli hukum kelahiran Situbondo, Jawa Timur, pada 22 Mei 1948.

Dia dikenal sering memberikan hukuman berat kepada terdakwa kasus korupsi. Dia juga kerap menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam putusannya di banyak kasus besar.

Baca juga : Presiden Jokowi Dorong Penguatan Integrasi Ekonomi, Percepatan Transisi Energi dan Transformasi Digital dalam KTT Khusus ASEAN-Australia

Nama Artidjo makin santer jadi buah bibir ketika dia memperberat vonis 4 tahun penjara menjadi 12 tahun untuk politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh dalam kasus korupsi. Dia pun pernah memperberat hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam perkara korupsi proyek Wisma Atlet dari 7 tahun menjadi 14 tahun penjara.

Syamsuddin Haris adalah peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI. Ia lahir di Bima pada 9 Oktober 1957. Syamsuddin merupakan Profesor Riset bidang perkembangan politik Indonesia dan doktor ilmu politik.

Syamsuddin Haris termasuk yang getol mendorong agar Presiden Jokowi menerbitkan Perpu KPK. Ia bahkan pernah menyebut revisi UU KPK cacat prosedural dan substansi. Cacat prosedural karena dibahas secara tertutup, tergesa-gesa, dan tidak melibatkan KPK sebagai stakeholder utama yang diatur undang-undang tersebut.

Sedangkan disebut cacat substansi karena dianggap bertentangan dengan visi Jokowi mengenai pemberantasan korupsi. Sebab itu, Syamsuddin menuturkan dibutuhkan perpu untuk memulihkan visi Jokowi untuk menguatkan KPK.

Sementara itu, Tumpak merupakan jaksa yang pernah menjadi pimpinan KPK periode 2003-2007. Ia merupakan kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, 29 Juli 1943.

 

Artikel Terkait
Ceritakan Kreativitas Nasabah PNM Mekaar, Jokowi Puji Kerupuk "Mama Muda"
Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar
Presiden Jokowi Dorong Penguatan Integrasi Ekonomi, Percepatan Transisi Energi dan Transformasi Digital dalam KTT Khusus ASEAN-Australia
Artikel Terkini
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Kemendagri Dukung Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Melalui Optimalisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Kemendagri Dorong Percepatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pemerintahan di 4 DOB Papua
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas