INDONEWS.ID

  • Sabtu, 08/02/2020 12:55 WIB
  • Suhendra Hadikuntono: Benahi Pendidikan dan Kembangkan Profesionalisme Berbasis Civil Society di BIN

  • Oleh :
    • very
Suhendra Hadikuntono: Benahi Pendidikan dan Kembangkan Profesionalisme Berbasis Civil Society di BIN
Suhendra Hadikuntono, pengamat intelijen. (Foto: Inilah.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Siapakah calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pilihan Anda, yang mampu menjaga keamanan dan kemajuan Republik Indonesia saat ini? Ini pertanyaan yang tercatum dalam Pollingkita.com. Polling ini hendak melalukan survei terkait calon Kepala BIN periode mendatang.

Dalam keterangannya, Pollingkita.com merupakan website atau situs penyedia polling, atau jajak pendapat dan survey sederhana bagi semua orang. Dan, hasil polling jangan digunakan sebagai polling yang representatif.

Baca juga : Pj Gubernur Agus Fatoni Harapkan Pelaksanaan PSN di Sumsel Berjalan Dengan Lancar

Walau demikian berdasarkan polling tersebut, ada tiga nama yang diunggulkan sebagai calon Kepala BIN. Dari total suara yang dikumpulkan hingga saat ini yaitu mencapai 532 suara, nama Suhendra Hadikuntono, dari sipil non partai, menduduki peringkat tertinggi yakni mencapai 65.8%. Selanjutnya diduduki oleh kader Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad yang mencapai 23.3%. Nomor paling akhir ditempati oleh Kepala BIN saat ini, yakni Budi Gunawan yang mencapai 10.9%. Namun, polling ini belum final, karena itu bisa saja perolehan suara bisa berubah.

Menanggapi suaranya paling tinggi di antara calon yang lain, pengamat intelijen Suhendra Hadikuntono tidak mau berkomentar terkait polling tersebut. Dia hanya berkomentar terkait pembangunan intelijen agar makin profesional dan disegani.

Baca juga : Pj Gubernur Agus Fatoni Buka Syariah Festival Sriwijaya 2024 BI Perwakilan Sumsel

“Pertama dan utama yaitu mengembalikan fungsi intelijen sebagai agen pembangunan, yang tidak berpihak kepada kelompok-kelompok tertentu yang menurunkan mentalitas kebangsaan kita,” ujar Suhendra kepada Indonews.id, di Jakarta, Sabtu (8/2).

Kedua, katanya, intelijen sebagai lini terdepan maju mundurnya bangsa kita harus mampu memberikan informasi utama dan terdepan, akurat dan tidak boleh salah karena sebagai acuan Presiden mengambil sikap politik. Jika Presiden salah atau menganulir kembali ucapannya maka yang harus bertanggung jawab adalah institusi intelijen.

Baca juga : Awarding Innovillage: Wujud Nyata Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri dalam Membangkitkan Talenta Digital Masa Depan

Menurut Suhendra, masalah utama lain dari intelijen kita yakni belum berjalan simultan dan masih berjalan dengan programnya sendiri.

“Yang semestinya adalah intelijen Kejaksaan, Polri, Kumham, Keuangan, AD (Angkatan Darat), AU (Angkatan Udara), AL (Angkatan Laut), KPK, sebagai intelijen institusi berada dibawah koordinasi intelijen negara yang bernama BIN,” ujarnya.

Suhendra mengatakan, masalah ketiga, yakni Indonesia sebagai bangsa yang besar tentunya menganut kepada supremasi sipil yang sudah dijalankan mulai tahun 1998. Namun sepenuhnya berjalan ketika kita mengacu kepada CIA, KGB, MOSSAD, M 16 yang seluruhnya mengadopsi supremasi sipil. Dia mencontohkan George Bush, Presiden Amerika Serikat sebelumnya adalah Direktur CIA.

Kata Suhendra, dirinya tidak mempermasalahkan apakah Kepala BIN harus dari TNI, Polri atau sipil. Hanya saja Kepala BIN, katanya, harus mengembalikan BIN kepada fungsi utamanya.

“Di Polri ada pendidikan dinas yang namanya Akpol. Alumninya menjadi Kapolsek, Kapolres dan seterusnya. Di TNI ada pendidikan yang namanya Akmil yang alumninya menjadi Koramil, Kodim dan seterusnya. Dan di BIN ada yang namanya Sekolah Tinggi Intelligen Negara. Nah saya mau tanya, kemana alumninya selama ini? Dan jika bukan sipil sebaiknya ditutup saja karena berbahaya jika generasi terlatih tidak mendapatkan saluran prestasi yang semestinya,” ujarnya.

Sekedar mengingatkan, intelijen pertama kita adalah seorang sipil. Kabin pertama kita adalah dr. Subandrio. Dan era Gus Dur ada yang namanya Assad Ali.

Menurutnya, ada parameter teknis mengapa kita mundur dalam 20 tahun dalam dunia intelijen. Hal itu, katanya, karena intelijen kita dipimpin oleh TNI, mereka hanya memahami yang namanya perspektif hukum humaniter (hukum perang). Dan ketika dipimpin oleh Polri, mereka hanya memahami perspektif pidana. Demikian juga kepemimpinan sipil yang tidak memahami ilmu intelijen.

“Nah yang namanya intelijen tidak berada di atmosfer dan tunduk kepada hukum pidana maupun hukum humaniter. Dia hanya tunduk kepada keputusan kepala negara/presiden. Keputusan politik maksud saya. Kesimpulan saya pembenahan pendidikan internal di BIN, dan pengembangan profesionalisme inteligen berbasis sipil society (civil society),” pungkasnya.

Artikel Terkait
Pj Gubernur Agus Fatoni Harapkan Pelaksanaan PSN di Sumsel Berjalan Dengan Lancar
Pj Gubernur Agus Fatoni Buka Syariah Festival Sriwijaya 2024 BI Perwakilan Sumsel
Awarding Innovillage: Wujud Nyata Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri dalam Membangkitkan Talenta Digital Masa Depan
Artikel Terkini
The Hermansyah Family Gelar Buka Puasa Bersama Karyawan di Pertengahan Bulan Ramadan
Pj Gubernur Agus Fatoni Harapkan Pelaksanaan PSN di Sumsel Berjalan Dengan Lancar
Pj Gubernur Agus Fatoni Buka Syariah Festival Sriwijaya 2024 BI Perwakilan Sumsel
Awarding Innovillage: Wujud Nyata Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri dalam Membangkitkan Talenta Digital Masa Depan
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas