INDONEWS.ID

  • Senin, 10/02/2020 11:30 WIB
  • Komentari Terowongan Silaturahmi, SETARA Institute Sebut Tak Selesaikan Darurat Intoleransi

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Komentari Terowongan Silaturahmi, SETARA Institute Sebut Tak Selesaikan Darurat Intoleransi
Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Rencana pemerintah membangun terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral sebagai terowongan silaturahmi dinilai tak akan berpengaruh pada penyelesaian masalah intoleransi di Indonesia.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos saat memberikan komentar terkait rencana pemerintah tersebut. Tigor menilai tak ada urgensi pemerintah dalam membangun Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral.

Baca juga : Investor Butuh Kepastian HAM, Keberlanjutan dan Antikorupsi dalam Pembangunan di IKN

Menurutnya pembangunan terowongan bawah tanah tak akan menyelesaikan persoalan. "Indonesia sedang krisis darurat intoleransi. Merawat kemajemukan dan mengatasi intoleransi membutuhkan tindakan nyata dan bukan sekedar simbol fisik seperti pembangunan terowongan tadi," ujar Bonar mengutip Tempo, Minggu (9/2/2020).

Bonar menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi problem intoleransi itu. Dibanding membangun terowongan, Bonar mengatakan publik lebih ingin melihat bagaimana tindakan negara, misalnya dalam mengatasi penolakan rumah ibadah umat Katolik di Karimun, Riau yg dilakukan oleh kelompok yg menamakan Forum Umat Islam.

Baca juga : Perluasan Jabatan Sipil Hingga Usulan Mencabut Larangan TNI Berbisnis, Memutar Balik Arah Reformasi Militer

"Padahal gereja tersebut sudah berdiri sejak 1928, sebelum Indonesia diproklamirkan. Atau penolakan pendirian masjid di Minahasa Utara kemarin yang ramai karena pengerusakan oleh sekelompok orang," kata Bonar.

Bonar menyebut penyebab masih tingginya intoleransi di Indonesia salah satunya adalah kesalahan pemerintah dalam melihat persoalan. Pemerintah pusat maupun daerah, menurut dia, selalu melihat persoalan intoleransi secara politis.

Baca juga : SETARA Institute: RUU Penyiaran Ancaman Bagi Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi

Karena itu, langkah-langkah yang biasa diajukan adalah menekankan stabilitas dan keamanan yang dibungkus dengan kata kerukunan. "Pemerintah pusat cenderung melihat intoleransi adalah (masalah) lokal, gesekan kecil, kasuistis dan bukan suatu gejala yang berpola," kata Bonar.

Padahal, ujar Bonar, temuan Setara Institute justru mengkonfirmasi bahwa konservatisme beragama menguat dalam beberapa dekade terakhir. Perilaku menonjolkan egoisme keagamaan semakin banyak. Sikap kurang menghargai mereka yang berbeda keyakinan dan tafsir meski dalam sesama agama pun meluas.

"Bahkan segregasi kecil-kecilan muncul dengan diindikasikan adanya perumahan agama tertentu, hanya menerima penghuni kost dari agama tertentu dan sebagainya," kata Bonar.

Rencana pembangunan Terowongan Silaturahmi diungkapkan Presiden Jokowi saat meninjau renovasi Masjid Istiqlal, Jumat, 7 Februari 2020. Pembangunan ini dilakukan bersamaan dengan renovasi besar di Masjid Istiqlal. Nantinya, terowongan ini akan dibangun di bawah tanah dan akan menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral.

Artikel Terkait
Investor Butuh Kepastian HAM, Keberlanjutan dan Antikorupsi dalam Pembangunan di IKN
Perluasan Jabatan Sipil Hingga Usulan Mencabut Larangan TNI Berbisnis, Memutar Balik Arah Reformasi Militer
SETARA Institute: RUU Penyiaran Ancaman Bagi Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi
Artikel Terkini
Jelaskan Makna Gelar Akademik, Mendagri: Bukan Sebatas Gelar, Tetapi Cara Berpikir
Mendagri Harap Lulusan IPDN Jadi Pemimpin Kuat yang Punya Konsep
Pembekalan di IPDN, Mendagri Harap Calon Wisudawan Beri Kontribusi Wujudkan Indonesia Emas
Komitmen Berdayakan Disabilitas, PNM Raih Apresiasi IDEAS 2024
Pemimpin PNM Masuk Sebagai 24 Tokoh Pada Penghargaan Satu Inspirasi 2024
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
vps.indonews.id