Jakarta, INDONEWS.ID – Sekelompok orang melakukan aksi pawai dengan membawa spanduk bertuliskan pro-Khilafahisme di Jogjakarta, pada beberapa waktu lalu. Diberitakan, pawai tersebut digelar dalam rangka memperingati 96 tahun keruntuhan daulah khilafah.
Di antara spanduk yang dibawa ada yang menyatakan anti nasionalisme dan keinginan para pendemo tersebut untuk kembali kepada persatuan Islam dunia, sebuah "kode" bagi propaganda Khilafahisme.
Pawai yang mengusung khilafah tersebut mendapat tanggapan pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam. Dia mengatakan, dirinya meragukan bahwa pawai tersebut hanya sebuah event untuk memperingati sejarah kejatuhan Khilafah Usmaniah di Turki.
“Fakta bahwa spanduk-spanduk tersebut mengusung pesan-pesan ideologis seperti anti-nasionalisme, persatuan Islam sedunia, dan pemberlakuan syariah Islam, bisa dimaknai bahwa pawai ini bisa saja adalah bagian dari propaganda kelompok pendukung Khilafahisme transnasional,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (4/3).
Hikam mengatakan, Jogja dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, tempat kaum terpelajar, lokasi universitas tertua yang dibanggakan karena berorientasi kepada rakyat dan kebangsaan, dan tempat Keraton di mana Ngarso Dalem Hamengkubuwono X berada. Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat, dalam sejarah nasional, dikenal sebagai salah satu pendukung utama perjuangan merebut kemerdekaan RI.
Jadi sesungguhnya sangatlah ironis dan anomali jika di Jogja digelar pawai para pendukung Khilafahisme yang jelas-jelas anti nasionalisme, yang ipso facto adalah landasan dari keberadaan NKRI.
“Fenomena politik apa ini? Apakah ini berarti bahwa salah satu pusat budaya dan kaum cendekiawan Indonesia itu sudah terpapar oleh ideologi radikal Khilafahisme? Apa respon dari Pemerintah Daerah dan Pusat terhadap fenomena ini? Dan yang lebih penting lagi bagaimana sikap organisasi masyarakt sipil Jogjakarta atasnya?,” tanya Hikam.
“Pertanyaan-pertanyaan di atas menunggu jawaban dan tindakan nyata. Jika Jogja sudah begini, apalagi kota-kota lain!,” kata Hikam.
Seperti diberitakan, pada Selasa pagi (3/3), sekelompok pedemo yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Jogja membuat heboh publik dengan poster dan berbagai slogan yang mereka usung. Aksi tersebut merupakan peringatan 96 tahun keruntuhan daulah khilafah.
“96 Tahun Tanpa Khilafah Umat Islam Tertindas”, “Saatnya Kita Kembalikan Kemuliaan Islam Dengan Dengan Persatuan Umat Islam Dunia,” begitu bunyi poster dan spanduk yang mereka bawa seperti dikutip Beritaburu.co.
Beritabaru.co memberitakan bahwa tidak diketahui secara pasti identitas para pedemo, apakah mereka digerakkan oleh sebuah organisasi atau individu yang berkumpul secara kolektif. Pasalnya aksi demo ini sempat menjadi tranding twitter pada Selasa kemarin (3/3), dengan tagar #KhilafahAjaranIslam #KhilafahProtectMuslim.
Sejarah menyebutkan bahwa Turki Utsmani merupakan benteng terakhir umat Islam dalam bingkai Khilafah sebelum diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Ataturk pada 3 Maret 1924 silam atau 96 tahun lalu. Hilangnya sistem Khilafah menandai hilangnya sebuah sistem peradaban Islam yang menyatukan Dunia Islam di bawah satu kepemimpinan berlandaskan syariat Islam.
Sebagaimana diketahui, para sejarahwan membagi sejarah Khilafah Islam menjadi empat masa: (1) Khulafaur Rasyidin (632-661 M); (2) Khilafah Bani Umayah (661-750 M); (3) Khilafah Bani Abbasiyah (750-1517 M); (4) Khilafah Utsmaniyah (1517-1924 M).
Kekhilafahan Islam berlangsung kurang lebih selama 13 abad. Wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah pernah meliputi hampir 2/3 bagian dunia, yang mencakup seluruh Timur Tengah, sebagian Afrika, dan Asia Tengah. Di sebelah timur sampai ke negeri Cina, di sebelah barat sampai ke Andalusia (Spanyol), selatan Prancis, serta Eropa Timur (meliputi Hungaria, Beograd, Albania, Yunani, Rumania, Serbia, Bulgaria, serta seluruh kepulauan di Laut Tengah). (Very)