INDONEWS.ID

  • Jum'at, 10/04/2020 21:30 WIB
  • Pegawai PN Jakbar Dipecat, Kuasa Hukum: Kita Desak KPK Usut Semua Pihak Terlibat

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Pegawai PN Jakbar Dipecat, Kuasa Hukum: Kita Desak KPK Usut Semua Pihak Terlibat
Kuasa Hukum Hendra Onggowijaya, S.H.,M.H (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kuasa Hukum Penggugat dalam kasus gratifikasi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Hendra Onggowijaya, S.H.,M.H mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisian atau Kejaksaan. Onggowijaya meminta semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut harus diproses.

Hal itu dikatakan Onggowijaya merespon keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memecat seorang PNS Pengadilan Negeri Jakarta Barat, berinisial TS karena terbukti melakukan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 15 juta Kamis (9/4/2020). Pemecatan dilakukan usai Badan Pengawas (Bawas) MA memutuskan pungli Rp 15 juta yang diterima TS merupakan pelanggaran berat.

"Kami sangat mengapresiasi Keputusan Ketua Mahkamah Agung dalam mewujudkan peradilan yang bersih. Namun, tidak adil apabila penerima gratifikasi terkena hukuman, sementara pemberi gratifikasi tidak tersentuh oleh hukum dan bisa tidur nyeyak di rumah," kata Onggowijaya dalam keterangannya kepada INDONEWS.ID, Jum`at (10/4/2020).

Maka dari itu, pihaknya mendesak KPK segera menyerahkan kasus ini kepada Kepolisian atau Kejaksaan agar seluruh pihak-pihak yang terlibat seperti Pemberi gratifikasi, Advokat atau pihak lain yang diduga terlibat segera diperiksa penyidik.

"Hal ini untuk membuat kasus ini terang-benderang. Apalagi jangan sampai ada stigma ketidakadilan bagi mereka yang pernah terkena kasus Gratifikasi dan dihukum oleh Pengadilan,"tambahnya.

Pemecatan Bukti Pelanggaran

Lebih lanjut Onggowijaya menilai pemecatan PNS yang sebelumnya menjabat sebagai Panitera Pengganti di PN Jakbar hendak memperlihatkan kepada publik bahwa perbuatan melanggar hukum oleh pegawai berinisial TS tersebut terbukti.

"Namun Keputusan Mahkamah Agung tersebut masih sebatas pada kode etik dan belum menyentuh pada substansi hukumnya. Sehingga dikhawatirkan belum dapat menimbulkan efek jera kepada pemberi atau penerima gratifikasi, yang mana dalam hal ini pemberi Gratifikasi serta pihak terlibat lainnya masih belum tersentuh oleh hukum," ungkapnya.

Padahal, Onggowijaya mengatakan, merujuk pada bunyi UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 13, pihak pemberi suap atau gratifikasi juga harus diproses hukum. Onggowijaya mengaku bingung, mengapa KPK belum memberikan kejelasan terhadap pengusutan kasus ini.

Onggowijaya lalu mengutip bunyi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi demikian.

“Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut , dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak 150 juta,” urai Onggowijaya.

KPK Diminta Proaktif

Selain itu, Onggowijaya melanjutkan, pihaknya mendesak agar KPK segera menindaklanjuti kasus ini ke ranah hukum pidana karena sudah menjadi atensi masyarakat dan juga telah melibatkan institusi KPK dalam pengusutannya.

Selebihnya, tambah Onggowijaya, KPK juga memiliki kewajiban untuk menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada Kepolisian dan/atau Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (kerugian negara di bawah 1 miliar), Komisi Pemberantasan Korupsi WAJIB menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada Kepolisian dan/atau Kejaksaan,” tutur Onggowijaya.

Onggowijaya mengaku, pada saat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 diundangkan telah terjadi polemik pro dan kontra di masyarakat terhadap UU KPK yang baru ini.

"Melalui kasus ini, akan menjadi ujian bagi pimpinan KPK apakah benar akan melaksanakan UU atau membiarkan kasus ini menguap begitu saja? Karena pada saat kasus ini terungkap, unsur KPK turut terlibat bersama Bawas Mahkamah Agung dalam operasi tersebut," tantang Onggowijaya.

Pemecatan PNS Inisial TS

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memecat seorang PNS Pengadilan Negeri Jakarta Barat, berinisial TS. Pegawai tersebut dipecat setelah sebelumnya ketahuan melakukan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 15 juta.

Pemecatan dilakukan usai Badan Pengawas (Bawas) MA memutuskan pungli Rp 15 juta yang diterima TS merupakan pelanggaran berat.

Sebagaimana dilansir website MA, Kamis (9/4/2020), pemecatan itu atas disposisi Ketua MA tertanggal 26 Maret 2020. TS dinilai terbukti melanggar PP 53 Tahun 2010 Pasal 4 angka 8 dan Pasal7 ayat 4 huruf d.

"Hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS," demikian bunyi keputusan hukuman disiplin itu.

Sebelumnya, pengungkapan suap ini berdasarkan sidak yang dilakukan oleh Bawas MA bersama KPK pada Jumat (5/2) lalu. Hasilnya KPK bersama Bawas mengamankan TS dengan hasil gratifikasi Rp 15 juta.

Awalnya Bawas MA mendapatkan informasi awal soal adanya gratifikasi yang terjadi di PN Jakbar. Bawas kemudian bersama KPK melakukan sidak. Kemudian, KPK menyerahkan kasus ini untuk diselesaikan oleh Bawas.
Mahkamah Agung.*(Rikardo).

 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Kenal Pamit` Kadispenau, Sederhana namun Meriah
Inspeksi Mendadak Pj Bupati Maybrat Ungkap Kondisi Memprihatinkan di Kantor Distrik Aifat Utara
Pj Bupati Maybrat Tinjau Puskesmas Aifat Utara, Puji Kinerja Dalam Penanganan Scabies karena Kutu Babi
Pj Bupati Maybrat dan Kapolres Tandatangani NPHD, Dukung Penerimaan Bintara Polri dari Maybrat
Kunjungan Pj Bupati Maybrat ke SMAN 1 Aifat Raya Ungkap Kekurangan Guru dan Data Siswa yang Tidak Akurat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas