INDONEWS.ID

  • Senin, 13/04/2020 10:30 WIB
  • Menengok Karantina Lokal ala Orang Rimba Jambi Putus Mata Rantai Wabah Covid-19

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Menengok Karantina Lokal ala Orang Rimba Jambi Putus Mata Rantai Wabah Covid-19
Salah satu anak orang rimba Jambi. (AFP PHOTO / GOH CHAI HIN)

Jakarta, INDONEWS.ID - Semenjak wabah pandemi virus corona atau covid-19 menghantui dunia dengan bayang-bayang kematian, sejumlah langkah pun diambil pemerintah. Salah satunya adalah karantina.

Wabah Covid-19 memang sungguh mengacak-acak dunia, termasuk Indonesia. Namun bagi Orang Rimba di Jambi, cerita wabah sudah menjadi bagian dari keseharian mereka.

Dengan pola hidup di dalam perkebunan dan hutan dalam sudung (tenda plastik), mereka sangat rentan dengan berbagai penyakit. Namun, justru dDari pola hidup inilah, lahir kearifan mereka untuk menghentikan wabah yakni yang mereka sebut bersesandingon.

Sesandingon dan Cenengo adalah Karantina

Antropolog dari KKI Warsi, Robert Aritonang, mengatakan bersesandingan adalah memisahkan orang yang sakit dengan orang yang bungaron (sehat).

Ketika orang rimba terserang betuk (batuk), selemo (pilek), muntah bingguk (muntaber), cacar air, campok (campak), muntah darah, diare dan penyakit menular lainnya, dengan cepat komunitas ini membuat pemisah.

"Cara alami yang ditempuh Orang Rimba untuk mengarantina diri dari penularan penyakit," kata Robert dikutip CNN Kamis (9/4).

Ia mengatakan orang yang sakit posisinya ketika dipisahkan ini disebut bercenenggo.

Dalam aturan sesandingon dan cenenggo ini, tidak hanya berlaku ketika ada penyakit menular. Ketika ada Orang Rimba yang melakukan perjalanan ke luar rimba dan ingin kembali ke keluarganya di rimba juga kena pasal sesandingon.

"Waktunya tiga hari. Aturan ini juga berlaku jika ada tamu datang," katanya.

Orang rimba akan menunjuk tempat yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah terluar mereka untuk tempat bermukim sementara. Setelah tiga hari andai tamu tidak sakit, maka diizinkan untuk berkunjung ke kelompok.

Keputusan Tumenggung atau Inisiatif Sendiri

Robert mengatakan untuk bercenenggo adalah hasil keputusan Tumenggung atau inisiatif sendiri dari si sakit.

"Selama sesandingon biasanya dilakukan bersama keluarga intinya," kata dia.

Itu dilakukan dengan anggapan bahwa keluarga inti juga diduga telah terpapar penyakit dari si sakit.

Jika belum terlalu sakit dan masih bisa beraktivitas, sudung untuk tempat tinggal akan dibangun keluarga inti. Jika sudah tidak mampu, sudung itu dibangunkan anggota kelompoknya.

Robert menjelaskan, sudung yang dibuat biasanya berjarak sekitar 100 meter dari sudung terluar anggota kelompok lainnya. Jalan yang mereka lalui untuk ke tempat bercenenggo ini harus jalan baru, tidak diizinkan melewati jalan yang biasa dilalui anggota kelompok yang bungaron (sehat).

Komunikasi Jarak Jauh

Untuk berkomunikasi dengan keluarga yang sakit ini, Orang Rimba menerapkan pembatasan sosial (sosial distancing) yang ketat.

"Minimal mereka akan berjarak 10 meter," ujar Sudung.

Cara berkomunikasi pun dilakukan bersesalungan. Bersesalungan adalah berbicara jarak jauh dengan intonasi suara keras.

Sementara itu, pasokan pangan pada anggota kelompok yang sedang sakit menjadi tanggung jawab Tumenggung dan anggota kelompok yang sehat alias bungaron.

Cara menyerahkannya pun sesuai dengan aturan kesehatan. Tidak boleh bersentuhan langsung. Makanan diantar ke titik tengah, si pengantar akan bersesalungon, memanggil. Si sakit atau keluarga intinya yang akan mengambil ke titik itu. Tanpa ada pertemuan sama sekali.

Aturan lainnya tidak boleh melintasi lokasi tinggal orang yang sehat, tidak boleh mengambil air di pencibukon (sumber air) yang sama dengan dengan yang sehat.

Robert mengatakan aturan tersebut sudah dijalankan dan ditaati Orang Rimba sejak zaman nenek moyang mereka, jauh sebelum Undang Undang Karantina Kesehatan dikeluarkan pemerintah Indonesia.

Meskipun demikian, menurut Robert, relatif tak ada pelanggaran atas ketentuan adat tersebut. Masing-masing pihak yang bersesandingon maupun yang bercenenggo sangat menyadari posisi mereka masing-masing.

Jika Melanggar akan Dihukum

Aturan adatnya juga sangat jelas. Jika ada yang melanggar, bakal dihukum denda adat. Besaran denda ditentukan berdasarkan sidang adat yang dipimpin Tumenggung atau rerayo yang telah disepakati.

"Dalam kondisi isolasi diri ini Orang Rimba yang sakit beserta keluarganya akan berupaya menyembuhkan diri," katanya.

Setelah dinyatakan benar-benar sehat oleh perspektif Orang Rimba, maka anggota komunitas ini akan berkumpul kembali seperti semula yang dalam bahasa Orang Rimba disebut terbit.

Namun bagi yang tidak beruntung atau meninggal dunia, maka Orang Rimba satu kelompok ini akan berpindah ke lokasi baru, Orang Rimba biasa menyebutnya melangun/belangun.

Robert menjelaskan, proses karantina dan isolasi penyakit yang dilakukan Orang Rimba in, sejalan dengan praktik penghentian penyebaran virus corona yang saat ini menjadi wabah global.

Pemisahan jarak ini diyakini akan membentengi mereka dari wabah penyakit, yang mereka sebut gelaba godong atau wabah besar.*(Rikardo).

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Mengenal Lebih Jauh Ayush Systems of Medicine India dan Perannya di WHO
Polda Metro Hentikan Penyidikan Kasus Aiman, ICJR Ingatkan Beberapa Kasus Lain yang Serupa
Berkah Ramadan, Persediaan Produk Industri Pengolahan Terserap Optimal Terutama di Pasar Domestik
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas