INDONEWS.ID

  • Minggu, 19/04/2020 21:01 WIB
  • Sejumlah Alasan DPD Menolak DPR Melanjutkan Pembahasan RUU Cipta Kerja

  • Oleh :
    • Mancik
Sejumlah Alasan DPD Menolak DPR Melanjutkan Pembahasan RUU Cipta Kerja
Wakil Ketua II Komite III DPD RI, M Rahman.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komite III DPD RI menyatakan menolak melanjutkan pembahasan Rancangan UU Cipta Kerja Omnibus. Penolakan disertai dengan sejumlah alasan, selain karena pandemi corona juga beberapa persoalan substansi RUU yang masih banyak bermasalah.

Komite III DPD RI yang menangani bidang ketenagakerjaan menilai, RUU Cipta Kerja berpotensi kuat melanggar hak-hak warga negara, terutama dalam mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak yang dijamin oleh konstitusi. Karena itu, RUU ini dihentikan proses pembahasannya.

Baca juga : May Day 2024, Ratusan Ribu Buruh Suarakan 2 Tuntutan Utama

"RUU Cipta Kerja melanggar hak asasi warga negara seperti hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, atas atas jaminan kesehatan, hak atas pendidikan yang dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi serta melepaskan kewajiban negara untuk menyediakan dan memberikan hak-hak tersebut kepada swasta dan/atau asing," kata Wakil Ketua II Komite III DPD RI, M Rahman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu,(19/04/2020)

Selain mengancam hak warga negara mendapatkan pekerjaan yang layak, RUU yang ada dinilai melanggar konsep otonomi daerah yang telah lama diterapkan Indonesia dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Ada asas-asas hukum yang dilanggar sehingga mengancam kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah,baik ditingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Baca juga : Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya

"RUU Cipta Kerja bertentangan dengan asas otonomi daerah Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945 yang mengakui keberadaan pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota yang menganut asas otonomi seluas-luasnya dan tugas pembantuan," tegas Rahman.

Hasil Kajian DPD sehingga Menolak RUU Cipta Kerja

Terdapat beberapa point kajian yang dilakukan oleh komite III DDP RI, menjadi alasan dasar untuk tidak menyetujui kelanjutan pembahasan RUU Cipta Kerja. Catatan kritis tersebut melingkungi berbagai bidang yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang yang ada.

Baca juga : Raih 26,7 Persen Suara Pemilih Sulut, Maya Rumantir Dipastikan Kembali Terpilih Jadi Anggota DPD RI

Berikut ini merupakan catatan penting hasil komite III DPD RI terhadap RUU Cipta kerja.

1. RUU Cipta Kerja menghapus semua kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal pendaftaran serta perizinan berusaha dan mengalihkannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Dimana RUU ini hanya memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan otonomi daerah selain pendaftaran dan perizinan berusaha.

2. Pasal 75 RUU Cipta Kerja, mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) untuk melaporkan kepada Pemerintah Pusat bukan kepada Kanwil Agama setempat, setiap pembukaan kantor cabangnya di luar domisili perusahaan merupakan kebijakan yang tidak efektif dan efisien serta berpotensi menimbulkan birokrasi baru.

Ketentuan ini hanya menguntungkan PPIU yang domisili perusahaannya berada di Jakarta. Padahal tidak semua PPIU berdomisili perusahaan di Jakarta, namun tersebar di seluruh Indonesia, sehingga seharusnya kebijakan yang diskriminatif ini tidak diterapkan.

Selain itu keberadaan Kanwil Agama setempat sudah mewakili representasi pemerintahan pusat.

3. Pasal 89 RUU Cipta Kerja, mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Secara substansi isi RUU Cipta Kerja sangat bertentangan dengan pasal 27 (2) dan pasal 28D (2) UUD 1945, karena menghilangkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, yaitu:
a. Terkait dengan Upah Minimum

Konsep dasar dari fungsi upah minimum ditujukan sebagai jaring pengaman sosial. Upah Minimum diberikan atau berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun.

Penetapan Upah Minimum didasarkan pada standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah standar kebutuhan seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 (satu) bulan.

Berdasarkan hal ini maka standar KLH setiap satu daerah dengan daerah lainnya bisa berbeda tergantung pada pendapatan setiap daerah, daya beli masyarakat dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, penetapan Upah Minimum seharusnya menjadi kewenangan bukan saja Gubernur untuk UMP tingkat Provinsi tetapi juga Bupati/Walikota untuk UMP tingkat Kabupetan/Kota. Karena tujuannya sebagai jaring pengaman dan memenuhi kebutuhan layak pekerja, maka penerapan Upah Minimum bersifat wajib bagi seluruh sektor usaha.

b.Terkait dengan Upah

-Upah menjadi pekerja selama terikat dalam perjanjian kerja.Tidak masuk kerja tidak boleh menjadi alasan tidak dibayarkannya upah kepada Pekerja.Pekerja yang tidak masuk kerja dengan alasan-alasan sebagai berikut tetap berhak atas upah.

-Terkait Kebijakan Pengupahan Nasional

-Kebijakan Pengupahan Nasional yang akan disusun oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk Peraturan Pemerintah tidak boleh menetapkan perihal nominal Upah Minimum yang menjadi kewenangan Gubernur dan Bupati/Walikota untuk menetapkannya.

-Kebijakan Pengupahan Nasional mengatur perihal upah untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja secara layak dan memenuhi harapan pekerja dan pemberi kerja dalam rangka menciptakan hubungan industrial yang baik.

c.Terkait Waktu Kerja

*waktu kerja paling lama 8 jam sehari dan 40 jam seminggu merupakan syarat limitatif perihal waktu kerja yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Karena itu, dalam hal pengusaha hendak melakukan pengecualian terhadap waktu kerja yang melebihi waktu kerja tersebut wajib mendapatkan izin dari dinas tenaga kerja setempat dan memberikan upah lembur kepada pekerja.

d.Terkait Pesangon

-RUU Cipta Kerja hanya mewajibkan pengusaha memberikan uang pesangon dan atau uang penghargaan kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Sedangkan, dalam undang-undang ketenagakerjaan, pengusaha selain memberikan kedua hal tersebut, juga diwajibkan memberikan uang penggantian hak yang seperti hak cuti, hak ongkos transportasi, uang perawatan dan pengobatan.

-RUU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan pasal asal 163, Pasal 164, Pasal 166, Pasal 167, Pasal 169, dan Pasal 172 UU ketenegakerjaan yang di dalamnya mengatur ketentuan pemberian uang pesangon dua kali lipat.

e. Penggunaan tenaga alih daya (outsourcing) harus dibatasi pada pekerjaan tertentu saja yakni pekerjaan yang sifatnya penunjang (bukan pokok) dan hanya berlaku bagi perjanjian kerja waktu tertentu.

f.Terkait dengan penempatan Tenaga Kerja Asing

-Liberalisasi penempatan TKA yang mempermudah penempatan TKA di Indonesia namun mengeliminasi penempatan dan /atau meminimalisasi kesempatan bekerja TKI di tanah air secara sistemik sesungguhnya telah dilakukan oleh Pemerintah melalui pengundangan beberapa regulasi di tingkat Peraturan Menteri dan/atau Keputusan Menteri.

-Hingga saat ini pembatasan terhadap jabatan yang tidak dapat diisi oleh TKA hanyalah jabatan yang mengurusi personalia.

-Pengundangan RUU Cipta Kerja dapat dipastikan mengekalkan liberalisasi TKA di Indonesia.*

 

 

 

 

 

Artikel Terkait
May Day 2024, Ratusan Ribu Buruh Suarakan 2 Tuntutan Utama
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Raih 26,7 Persen Suara Pemilih Sulut, Maya Rumantir Dipastikan Kembali Terpilih Jadi Anggota DPD RI
Artikel Terkini
Pj Bupati Maybrat Sambut Kedatangan Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Rekomendasi Jasa Penerjemah Tersumpah Terbaik di Jabodetabek
Gelar Rapat Internal di Istana, Indonesia Semakin Siap Berproses Menjadi Anggota OECD
Di Hadapan Media Jerman, Menko Airlangga Sebut Investasi Tidak Memiliki Bendera, Indonesia Membuka Peluang Investasi dari Semua Pihak
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas