INDONEWS.ID

  • Jum'at, 08/05/2020 21:01 WIB
  • Menkeu Akui Data Penerima Bansos Masih Tumpang Tidih

  • Oleh :
    • Ronald
Menkeu Akui Data Penerima Bansos Masih Tumpang Tidih
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani (Foto : Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui adanya tumpang tindih atau overlapping dalam distribusi bantuan sosial karena akurasi data penerima bantuan masih menjadi masalah yang harus terus diperbaiki.

Namun, dia menegaskan bahwa hal itu lebih baik ketimbang mereka tidak mendapatkan dukungan apa-apa di masa yang sulit ini.

Baca juga : DJP Jaksel II Resmikan Tax Center STIH IBLAM

"Apakah akan tumpang tindih? Ada, tetapi lebih baik daripada tidak dapat," ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (8/5/2020).

Bendahara Negara itu pun mengatakan, dengan berbagai program yang telah digulirkan, setidaknya hingga saat ini pemerintah bisa menjamin hampir 60 persen penduduk Indonesia memperoleh bansos dari pemerintah.

Baca juga : Sidang Ketiga Gugatan 11 Triliun, Kemenkeu dan Bank Indonesia Hadir Tanpa Kelengkapan Administrasi

"Untuk pelaksanaan bansos, yang tercover bansos sudah lebih dari desil ke enam atau kurang lebih 55 persen penduduk RI. Ini belum memperhitungkan bansos yang disalurkan oleh pemerintah daerah," jelas Sri Mulyani.

Sementara itu, untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Sri Mulyani menjelaskan, sudah tersalurkan kepada 16 persen masyarakat, sedangkan kartu sembako telah menyasar 36 persen warga. Subsidi listrik, sambung Sri Mulyani, telah dimanfaatkan oleh 50 persen masyarakat Indonesia.

Baca juga : Prof Tjandra Raih Rekor MURI Sebagai Penulis Artikel COVID-19 Terbanyak di Media Massa

Selain itu ada tambahan bantuan sosial tunai untuk 9 juta KPM di Jabodetabek, maka bansos pemerintah telah mencakup 55 hingga 59 persen penduduk Indonesia.

Dengan tambahan 11 juta orang penerima anggaran dana dari dana desa, maka sudah lebih dari 60 persen penduduk akan menerima bantuan sosial dari pemerintah.

"Dan kalau sekarang ada Kartu Prakerja itu Rp 20 triliun untuk 5,6 juta peserta, maka fokus masyarakat yang sangat masif dan memang ada kemungkinan risiko overlapping data menjadi muncul," tandasnya. (rnl)


 

Artikel Terkait
DJP Jaksel II Resmikan Tax Center STIH IBLAM
Sidang Ketiga Gugatan 11 Triliun, Kemenkeu dan Bank Indonesia Hadir Tanpa Kelengkapan Administrasi
Prof Tjandra Raih Rekor MURI Sebagai Penulis Artikel COVID-19 Terbanyak di Media Massa
Artikel Terkini
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Dirikan Dapur dan Pendistribusian untuk Korban Banjir Bandang Tanah Datar
Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas