INDONEWS.ID

  • Sabtu, 09/05/2020 20:59 WIB
  • LSI Denny JA Sebut Penerapan PSBB Belum Maksimal

  • Oleh :
    • Ronald
LSI Denny JA Sebut Penerapan PSBB Belum Maksimal
Pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (Foto : Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Lingkar Survey Indonesia (LSI) Denny JA menilai pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona atau COVID-19 yang diterapkan di 18 wilayah Indonesia ternyata belum memberikan efek maksimal. 

Peneliti Senior LSI Denny JA Ardian Sopa mengatakan, secara umum belum terjadi efek kategori sangat bagus, yakni efek yang secara grafik menunjukkan penurunan sangat drastis kasus baru.

Baca juga : HUT ke-6, Direktur LSI Denny JA Kirim Ucapan Selamat

"Seluruh komponen masyarakat dan pemerintah daerah harus lebih maksimal menerapkan PSBB. Jika tidak, situasi ini akan memperpanjang masa pemulihan di Indonesia. Ini sekaligus berarti memperburuk ekonomi Indonesia dengan seluruh konskekuensinya," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/5/2020).

Lebih lanjut, dia menuturkan, dalam kepentingan analisa, LSI Denny JA membagi efek PSBB dalam empat kategori. Perbedaan kategori itu, kata Ardian, dibedakan dengan melihat kasus baru harian, antara sebelum dan sesudah diterapkannya PSBB.

Baca juga : Penanganan Covid-19, Agus Pambagio: Pemerintah Gunakan Istilah yang Tidak Jelas Dasar Hukumnya

Keempat kategori itu adalah, tipologi A yaitu kategori Istimewa. Kategori ini diidentifikasi ketika wilayah yang penambahan jumlah kasus baru pasca PSBB menurun secara drastis atau menurunnya kasus baru harian sangat tajam.

Lalu yang kedua, tipologi B, kategori baik. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang penambahan kasus barunya mengalami penurunan secara konsisten, namun tidak drastis pasca penerapan PSBB.

Baca juga : YLBHI: PSBB dan PPKM Darurat Cara Pemerintah Hindari Kewajiban Penuhi Kebutuhan Warga

Kemudian tipologi ketiga ialah tipologi C atau kategori cukup. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang penambahan kasusnya cenderung turun, tetapi belum konsisten. "Masih terjadi kenaikan di waktu-waktu tertentu," katanya.

Tipologi terakhir yakni, tipologi D adalah kategori kurang. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang jumlah penambahan kasus barunya tidak mengalami perubahan seperti masa pra PSBB. Bahkan cenderung mengalami kenaikan di sejumlah waktu tertentu.

"Belum ada satupun wilayah yang saat ini menerapkan PSBB masuk ke dalam tipologi A, Istimewa. Seperti grafik penambahan kasus di 4 negara yaitu, Jerman, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Australia, yang mengalami penurunan drastis. Di Indonesia tidak ada satupun wilayah yang datanya menunjukan penurunan kasus secara drastis," sambungnya.

Sementara itu, untuk tipologi B atau baik, berdasarkan dari data yang diolah dan dianalisis oleh LSI Denny JA, terdapat  ada empat wilayah yang masuk tipologi tersebut. Keempat wilayah tersebut adalah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bandung Barat.

"Dalam tipologi C (cukup), dari data yang diolah dan dianalisis oleh LSI Denny JA menunjukan bahwa ada lima wilayah yang masuk tipologi ini yaitu, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Tanggerang Selatan, dan Kabupaten Tanggerang," ucapnya. 

Wilayah yang termasuk ke dalam kategori D atau kurang, LSI Denny JA mencatat ada sembilan. Kelima daerah itu adalah Provinsi Sumatera Barat, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi, Kota Pekanbaru, Kota Surabaya, Kota Banjarmasin dan Kota Tanggerang.

Oleh karenanya, dari hasil riset tersebut, LSI Denny JA memiliki enam rekomendasi. Pertama ihwal pentingnya relawan.

"Masalah pandemi terlalu besar jika hanya diserahkan kepada pemerintah. Penting bagi tokoh masyarakat mengambil inisiatif, berperan serta dalam upaya percepatan penanganan pandemi. Seperti peneliti, pengusaha, media, artis, aktivis, tokoh agama, hingga influencer social media," ucapnya. 

Rekomendasi kedua adalah sosialisasi secara menyeluruh. Kampanye PSBB. kata dia, perlu diperluas serta efektif agar masyarakat dapat lebih mematuhi.

"Libatkan tokoh atau lembaga berpengaruh seperti tokoh agama, tokoh budaya atau artis, dan Ketua RT setempat," katanya.

Selain melibatkan tokoh atau lembaga, kata Ardian, libatkan juga semua stakeholder. Menurutnya, masalah PSBB adalah masalah bersama sehingga harus diselesaikan secara bersama atas peran dari Pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis, akademisi bersama-sama melawan Covid 19.

Selanjutnya, koordinasi antar pemerintah daerah (Pemda), dia menyarankan para Pemda setempat belajar dari Pemda yang berhasil menekan laju PSBB, serta koordinasi dengan pemda tetangga.

"PSBB segera, wilayah yang cukup banyak terpapar yang belum PSBB segera lakukan PSBB," katanya.

Dalam rekomendasi terakhir, penegakkan disiplin harus diperkuat. Menurutnya, Pemda harus lebih keras mengawasi dan memberikan hukuman setimpal kepada pihak yang melanggar PSBB.

Ardian menuturkan, hasil riset yang dilakukan oleh LSI Denny JA dilakukan dalam rentang waktu awal Maret hingga 6 Mei 2020. Dalam riset ini, dia melakukan olah data sekunder melalui tiga sumber data. "Data dari Gugus Tugas, data Worldometer, dan data dari WHO," tandasnya. (rnl)

 

Artikel Terkait
HUT ke-6, Direktur LSI Denny JA Kirim Ucapan Selamat
Penanganan Covid-19, Agus Pambagio: Pemerintah Gunakan Istilah yang Tidak Jelas Dasar Hukumnya
YLBHI: PSBB dan PPKM Darurat Cara Pemerintah Hindari Kewajiban Penuhi Kebutuhan Warga
Artikel Terkini
Kemendagri Sosialisasikan UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa
Mendagri Tegaskan Musrenbangnas sebagai Wadah Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah
Masa Depan Pendidikan Era Digital, Tingkatkan Literasi dan Manfaatkan Teknologi
Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Salah Satu Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara
Sekjen FAMARA: Tangkap Provokator Penyerangan Mahasiswa yang Sedang Berdoa di Serpong
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas