INDONEWS.ID

  • Sabtu, 20/06/2020 15:01 WIB
  • ANKOR Trisakti Minta Pemerintah Hindari Relaksasi Korupsi di Masa Pandemi

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
ANKOR Trisakti Minta Pemerintah Hindari Relaksasi Korupsi di Masa Pandemi
Screenshot webinar yang digelar Lembaga Kajian dan Penelitian Anti Korupsi Trisakti atau yang biasa disebut ANKOR Trisakti Jakarta bersama Dewan Guru Besar Trisakti, Komisi Anti Korupsi dan Pusat Pengkajian Reformasi Anti Korupsi (PUPRAK) Trisakti serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia mengelar webinar secara online di pada Juma`t (19/6/2020).

Jakarta, INDONEWS.ID - Lembaga Kajian dan Penelitian Anti Korupsi Trisakti atau yang biasa disebut ANKOR Trisakti Jakarta bersama Dewan Guru Besar Trisakti, Komisi Anti Korupsi dan Pusat Pengkajian Reformasi Anti Korupsi (PUPRAK) Trisakti serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia mengelar webinar secara online di pada Juma`t (19/6/2020).

Webinar berjudul "relaksasi korupsi di masa pandemi, adakah?" tersebut diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian dan komitemn para dosen, alumni, mahasiswa maupun karyawan Trisakti yang memiliki cita-cita dan tujuan bersama untuk terus berpartisipasi dalam roadmap nasional pemberantasan korupsi di Indonesia.

Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Pesawat Mirage 2000-5 ke KPK

"Ini sebagai wujud kepedulian serta peran akademisi juga Lembaga-lembaga pengkajian pada tindak-pidana korupsi. Hal ini merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anti-korupsi di Trisakti, sesuai denga MoU antara Universitas Trisakti dan KPK tahun 2016,"kata Risno Pakur selaku moderator acara.

Salah satu poin yang dihasilkan dalam webinar tersebut adalah meminta pemerintah untuk menjaga berbagai relaksasi yang diberikan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional agar tidak melupakan aspek tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabel dan transparan.

Baca juga : KPK Panggil 2 Saksi Terkait Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes

Pemerintah harus dapat menjaga kepercayaan public dan dunia dengan tetap berpegang pada aturan-aturan terkait agar jangan sampai terjadi moral hazard dan memunculkan relaksasi korupsi ditengah bencana nasional.

Seperti diketahui, memasuki tahun 2020, dunia termasuk Indonesia diguncang dengan kehadiran wabah virus corona yang pertama kali terdeteksi Wuhan, China. Virus ini lalu menyebar hingga keseluruh Negara dan telah meninfeksi lebih dari 7 Juta Jiwa serta telah menimbulkan korban jiwa sampai dengan 400 ribuan orang di seluruh dunia (per 17 Juni 2020). Amerika Serikat menempati urutan pertama, disusul Brasil, Rusia, India, kemudian Inggris.

Baca juga : Hasto Kristiyanto Sebut Pemanggilan Ribka Tjiptaning sebagai Kriminalisasi

Setelah WHO menetapkan situasi pandemic covid-19 pada tanggal 11 Maret 2020 dan disusul Indonesia pada tanggal 13 April 2020 menetapkan bencana non-alam penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional melalui Kepres No.12 Tahun 2020.

Didalam situasi kepanikan global tersebut, Pemerintah RI kemudian mengeluarkan PERPPU No.1/2020 tertanggal 31 maret 2020 yang mengatur Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang selanjutnya ditetapkan sebagai UU no.2 Tahun 2020. Payung hukum ini menjadi langkah pemerintah dalam upaya mengatasi persoalan ekonomi Indonesia.

Terhentinya aktifitas dan produktifitas global telah membuat neraca perdagangan serta perekonomian dunia terganggu. Ekspor-impor terhenti selain beberapa sektor, seperti halnya sektor kesehatan, telekomunikasi, transportasi, distribusi dan logistic, yang masih mendominasi.

Pada penata-laksanaan pandemic di Indonesia, sedikit berbeda dengan dunia yang menerapkan lockdown, sementara Indonesia memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pada masing-masing provinsi di Indonesia.

Berbagai kebijakan yang dihasilkan, lengkap dengan pro kontranya. Kondisi ini telah memaksa juga pemerintah untuk mengeluarkan PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2020, dalam melakukan perbagai penyesuaian hingga pada anggaran. Termasuk didalamnya perihal anggaran untuk atasi Covid-19 yang sebesar Rp 405,1 triliun. Meskipun anggaran belanja untuk sektor kesehatannya hanyalah sebesar Rp 87,55 triliun.

Selebihnya digunakan untuk membantu menangani persoalan lingkungan yang terdampak akibat wabah Covid-19, seperti logistic dan sembako, anggaran prakerja, subsidi listrik, intensif perpajakan, bahkan termasuk stimulus untuk pariwisata diawal skemanya.

Besarnya anggaran penanganan Covid-19, dan sekarang disebut sebagai PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) apabila tanpa adanya peran masyarakat dalam melakukan pengawasan, dikhawatirkan dapat terjadi penyalah gunaan dan menimbulkan keresahan.

Menyadari bahwa “powers tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely”, ANKOR TRISAKTI bersama Dewan Guru Besar Trisakti serta PUPRAK tergerak untuk mengadakan diskusi secara virtual atau online. Berikut adalah butir-butir pemikiran yang penting untuk diingat dari webinar bertajuk "relaksasi korupsi di masa pandemi, adakah?" ini.

Pertama, memintah kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan tata-kelola Negara dan keuangan Negara yang sesuai dengan amanat konstitusi dan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia, terutama ditengah pandemic Covid-19.

Kedua, pemerintah harus terus membantu serta mengedukasi masyarakat untuk tetap menjaga hidup sehat, tetap mendapatkan pendidikan, mendapatkan pasokan makanan maupun ketahanan pangan yang kuat, memberikan subsidi di tengah himpitan yang sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia.

Ketiga, lebih memperhatikan para pahlawan kesehatan sebagai garda terdepan dalam penyelamatan kesehatan di Indonesia. Banyak korban tenaga medis menjadi korban covid-19. Padahal untuk menggantikan para tenaga medis yang gugur tersebut dibutuhkan waktu 15 tahun dan bahkan lebih. Pemerintah diharapakan dapat mengeluarkan kebijakan yang ajeg dan tidak berubah-ubah sehingga tidak mengakibatkan masyarakat bingung.

Keempat, berbagai relaksasi yang diberikan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional, jangan sampai melupakan aspek tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabel dan transparan. Pemerintah harus dapat menjaga kepercayaan public dan dunia dengan tetap berpegang pada aturan-aturan terkait agar jangan sampai terjadi moral hazard dan memunculkan relaksasi korupsi di tengah bencana nasional.

Kelima, sikap hidup sehat dan berhati-hati perlu terus disampaikan kepada masyarakat, yakni cuci tangan, gunakan masker secara baik dan benar serta jaga jarak (physical distancing dan social distancing).

Keenam, edukasi masyarakat bahwa new normal itu bukanlah kondisi yang sudah kembali normal dan stabil. Semoga tidak ada kesan melepas tanggung jawab di masyarakat demi keberlangsungan ekonomi.

"Demikian kiranya yang dapat disampaikan, ANKOR Indonesia, Dewan Guru Besar Trisakti (DGB Trisakti), PUPRAK, akan terus bekerjasama dengan KPK, kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita dan tujuan bersama agar masa depan Indonesia terus hidup, api semangat dan harapan terus dihidupkan agar anak-anak Indonesia tetap tersenyum dan bahagia di masa depan," ungkap Risno*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait
Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Pesawat Mirage 2000-5 ke KPK
KPK Panggil 2 Saksi Terkait Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes
Hasto Kristiyanto Sebut Pemanggilan Ribka Tjiptaning sebagai Kriminalisasi
Artikel Terkini
Mendagri Minta Pemerintah Daerah Jaga Stabilitas Laju Inflasi Usai Libur Lebaran
Kerja Sama dengan Koso Nippon, BSKDN Kemendagri Harap Daerah Terapkan Review Program
Kemendagri: Jadikan Musrenbang sebagai Wadah Pengentasan Kemiskinan Ekstrem
Kerja Sama Indonesia-Singapura Terus Berlanjut, Menko Airlangga Bahas Isu-Isu Strategis dengan Menteri Luar Negeri Singapura
Serius Maju Pilgub NTT 2024, Ardy Mbalembout Resmi Mendaftar di DPD Demokrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas