INDONEWS.ID

  • Senin, 29/06/2020 22:30 WIB
  • Komite II DPD RI Nilai Pelaksanaan UU Perdagangan dan UU Pangan Bermasalah

  • Oleh :
    • Mancik
Komite II DPD RI Nilai Pelaksanaan UU Perdagangan dan UU Pangan Bermasalah
Pimpinan Komite II DPR RI.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Komite II DPD RI menilai pelaksanaan Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan masih banyak masalah di daerah.

Apalagi di saat pandemik Covid-19 dan new normal, UU tersebut justru berdampak negatif pada para petani dan pendistribusian pangan.

Baca juga : Lakukan Kunjungan Kerja ke Tana Kuning, Hasan Basri Terima Sejumlah Aspirasi

"Permasalahan pertama yang dihimpun atas UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yaitu PSBB mengakibatkan jam operasional pasar tradisional terbatas sehingga merugikan banyak petani yang hasil produksi pangannya tidak tahan lama dan sulit terserap di pasar,” ucap Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri saat RDPU Pembahasan Pengawasan Pelaksanaan atas UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Jakarta, Senin (29/06/2020).

Senator asal Kalimantan Utara itu menambahkan bahwa keadaan petani juga semakin dipersulit akibat harga pupuk dan bibit yang konstan. Bahkan, harga pupuk dan bibit cenderung meningkat di saat pendapatan petani sedang anjlok.

Baca juga : Hasan Basri Salurkan Bantuan 7000 Judul Buku untuk Komunitas Literasi di Kalimantan Utara

"Ini yang dirasakan oleh petani pada saat ini,” cetusnya.

Hasan Basri juga mengatakan ada sebanyak 34 perusahaan yang memasukkan bawang putih impor ke dalam wilayah Indonesia tanpa dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

Baca juga : Anggota DPD Hasan Basri Pertanyakan Pemecatan Dokter Terawan dari IDI

Persoalan RIPH ini muncul ketika Kementerian Perdagangan menerbitkan Permendag No. 44 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Impor Produksi Hortikultura yang diundangkan pada 18 Maret 2020.

"Melalui Permendag itu, untuk produksi bawang bombay dan bawang putih yang dikapalkan dari pelabuhan muat paling lambat tanggal 31 Mei 2020,” terangnya.

Terkait dengan pengawasan pelaksanaan atas UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Kebijakan PSBB akibat pandemi Covid-19 yang diberlakukan sangat berpengaruh pada kesiapan daerah dalam upaya penyelenggaraan ketersediaan pangan bahan pokok.

"Distribusi pangan yang terganggu mengakibatkan terjadinya kelangkahan yang pada akhirnya meningkatkan harga-harga komoditas pangan bahan pokok. Selain itu, banyak hasil pertanian tidak dapat dijual ke pasar,” katas Hasan Basri.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh menjelaskan Indonesia pernah melakukan swasembada pangan pada zaman Presiden Soeharto.

Artinya saat ini, Indonesia yang dikelilingi oleh lautan tetapi garam pun masih harus impor. “Saat ini kita garam saja mesti di impor,” paparnya.

Puteh menambahkan seharusnya pemerintah Indonesia perlu melakukan modernisasi dalam sektor pertanian. “Kita harus memiliki inovasi baru yaitu modernisasi pada sektor pertanian seperti penerapan teknologi,” ujarnya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi mengatakan sistem pangan nasional merupakan tugas berat bersama. Karena 269 juta rakyat Indonesia tidak boleh kelaparan dan harus aman apa yang di makan.

"Secara bertahap kedaulatan pangan akan kita garap. Tapi ada komoditas yang tidak bisa kita produksi secara penuh seperti bawang putih,” tuturnya.

Agung juga menyadari ketahanan pangan di masa pandemi Covid-19 dan new normal mengalami masalah. Pasalnya harus mampu menjaga petani tetap produksi.

"Maka kita harus memberikan stimulus kepada petani. Sedangkan hambatan distribusi pangan antar provinsi, memang distribusi pangan tidak boleh terhambat. Tapi supir mana yang mau untuk mengantar disaat awal pandemi Covid-19 menyerang Indonesia,” paparnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Suhamto menjelaskan dalam rangka percepatan penambahan pasokan. Kemendag telah melakukan relaksasi impor dengan menerbitkan Permendag No. 27 tahun 2020.

"Proses bawang putih dan bawang bombay tidak memerlukan persetujuan impor dan laporan surveyor. Permendag itu berlaku 28 Maret sampai 31 Mei 2020," tutupnya.*

 

 

Artikel Terkait
Lakukan Kunjungan Kerja ke Tana Kuning, Hasan Basri Terima Sejumlah Aspirasi
Hasan Basri Salurkan Bantuan 7000 Judul Buku untuk Komunitas Literasi di Kalimantan Utara
Anggota DPD Hasan Basri Pertanyakan Pemecatan Dokter Terawan dari IDI
Artikel Terkini
Perayaan puncak HUT DEKRANAS
Kemendagri Tekankan Peran Penting Sekretaris DPRD Jaga Hubungan Harmonis Legislatif dengan Kepala Daerah
LPER Dilibatkan BNPT Berikan Kuliah Umum Kepada Peserta Didik di Penajam, dan Kutai Kertanegara, Kaltim
Pemprov Papua Barat Daya Serahkan Bantuan Mobil Angkutan Umum untuk Pedagang Mama Papua di Maybrat
Rapat Koordinasi Nasional Bahas Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2024
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas