Jakarta, INDONEWS.ID - Pendiri Wahid Foundation, Yenny Wahid menegskan, kebijakan afirmasi mesti harus berlaku dalam semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya berkaitan dengan pembangunan sosial keagamaan di Indonesia.
Menurutnya, kebijakan afirmasi dapat diterapkan dalam mengatasi masalah gender di tanah air. Selain itu, kebijakan serupa mesti menjadi model dalam menjawab permsalahan masyarakat yang sering terbaikan dan dipinggirkan.
"Kebijakan inklusif sering sekali hanya dikaitkan dengan urusan agama saja, padahal kebijakan inklusif memiliki makna yang sangat luas. Sebagai contoh kebijakan yang berkaitan dengan gender. Seharusnya di era saat ini, sudah tidak ada lagi permasalahan terkait dengan gender," kata Yenni Wahid dalam seminar virtul yang diselenggarakan Sekolah Kebijakan Publik, Jakarta, Senin,(13/07/2020) kemarin.
Pada kesempatan tersebut, ia menerangkan, masa depan bangsa Indonesia, ada di tangan orang muda. Generasi muda memiliki tanggung jawab memberikan solusi kritis terhadap berbagai macam persoalan negara.
Menjawab hal tersebut, Yenny mengatakan, orang muda mesti terus menata diri. Apa yang dilakukan oleh Sekolah Kebijakan Publik, menurutnya, bagian dari upaya menata masa depan Indonesia.
"Kalian adalah calon pemimpin, banyak harapan disematkan kepada kalian. Semoga niatan baik kalian untuk menata Republik ini diberikan jalan oleh Yang Maha Kuasa," pesan anak Presiden RI ke-4 tersebut.
Berkaitan dengan kebijakan afirmasi, Yenny menyampaikan, seharusnya Pemerintah memberikan kebijakan afirmasi yang lebih besar kepada masyarakat yang berada di Indonesia bagian Timur, khususnya Papua.
"Jumlah dana yang dialokasikan Pemerintah Pusat ke wilayah Papua sebenarnya sangat besar. Namun tidak berdampak kepada pemerataan akses pelayanan dasar. Seharusnya, dana alokasi tersebut harus tepat sasaran, sehingga tercipta pemerataan," kata pendiri dari Wahid Foundation ini.
Sementara terkait dengan pemberian identitas atau label pada suatu kota, ia mengatakan, seharusnya mengedepankan sifat yang inklusif. Sehingga tidak ada masyarakat yang merasakan kebijakan yang diskriminatif. Yenny kemudian mencontohkan rancangan Perda Kota Religius di Kota Depok.
"Pembahasan rancangan Perda Kota Religius di Kota Depok seharusnya berisikan pasal-pasal yang tidak mendiskriminasi agama-agama. Di Indonesia seharusnya tidak boleh ada diskriminasi pada hal-hal yang sifatnya mendasar,” tegasnya.
Pendiri Rumah Milenial Indonesia Sahat MP Sinurat menyampaikan, sebagai bangsa yang majemuk, kebijakan pemerintah harus selalu berdiri di atas semua golongan dan tidak memihak salah satu kelompok atau golongan.
"Pemerintah, baik pusat dan daerah harus selalu memberikan kebijakan yang inklusif agar tidak ada rakyat yang termarjinalkan karena kebijakan pemerintah. Generasi muda harus memiliki kepekaan sosial sehingga dapat mengkritisi kebijakan-kebijakan yang eksklusif dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja," kata Sahat.
Menurutnya, Sekolah Kebijakan Publik secara virtual diadakan oleh Rumah Milenial Indonesia sebagai wadah belajar dan berjejaring bagi generasi muda sebelum terjun ke dalam pengabdian di tengah masyarakat.
"Sekolah Kebijakan Publik angkatan pertama ini diikuti 130 orang peserta dari seluruh Indonesia. Melihat banyaknya teman-teman muda yang ingin mengikuti kegiatan ini, rencananya kita akan adakan kelas angkatan kedua pada bulan Oktober mendatang. Semoga kegiatan ini dapat bermanfaat bagi generasi muda dan kemajuan Indonesia," harap Sahat.
Rumah Milenial Indonesia mengadakan Sekolah Kebijakan Publik secara virtual mulai tanggal 12 Juni sampai 13 Juli 2020. Para pembicara yang telah hadir dalam kegiatan ini antara lain Asrorun Ni`am (Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora), Djauhari Oratmangun (Dubes RI untuk Republik Rakyat China & Mongolia), Hanif Dhakiri (Menteri Ketenagakerjaan Kabinet Kerja 2014-2019), Febry C. Tetelepta (Deputi I Kantor Staf Presiden).
Dari kalangan profesional juga diisi oleh Hokkop Situngkir (Executive Director ID Next Leader), Rina Saadah (Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan), Restu Hapsari (Staf Khusus Menteri Sosial), Putu Bravo Timothy (Managing Partner Firma Hukum THEY Partnership), Asfinawati (Ketua YLBHI), Theo Surbakti (Business Director ID Next Leader) dan Jojo Raharjo (Wartawan Senior).
Peserta juga akan mendapat bimbingan dari akademisi seperti Angel Damayanti (Dekan Fisip UKI Jakarta), Semuel S. Lusi (Peneliti Center for Critical Thinking UKSW), dan Dodi Lapihu (Direktur Eksekutif IAAC).*