INDONEWS.ID

  • Minggu, 30/08/2020 22:36 WIB
  • Membaca Manfaat Pengesahan RUU Masyarakat Adat di Indonesia

  • Oleh :
    • Mancik
Membaca Manfaat Pengesahan RUU Masyarakat Adat di Indonesia
Masyarakat Adat Besipae, TTS NTT harus rela meninggalkan rumah mereka dan tinggal di alam terbuka karena telah digusur oleh pemerintah untuk investasi.(Dokumen AMAN))

Jakarta, INDONEWS.ID - Pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi sebuah UU menjadi sesuatu yang mendesak melihat kekerasan demi kekerasan yang dialami oleh komunitas masyarakat adat di Indonesia.

Terbaru, masyarakat adat Besipae, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, digusur paksa dari tempat tinggal mereka karena alasan investasi.

Baca juga : Duta Joko Widodo Apresiasi Pemerintah dan DPR Atas Pengesahan RUU TPKS

Selain itu, ketua komunitas adat Kinipan, Lamandau, Kalimantah Tengah, Effendi Buhing, harus berurusan dengan aparat keamanan karena memperjuangankan kepentingan komunitas adat dan tanah ulayat mereka.

Tindakan kekerasan tersebut tentu bertentangan dengan konstitusi sebagai hukum tertinggi di Indonesia.

Baca juga : PBNU Tentang Pengesahan RUU Ciptaker: Bentuk Praktek Kenegaraan yang Buruk

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas mengakui keberadaan masyarakat adat beserta dengan hak-hak yang mereka miliki.

Pasal 18 Ayat 2 UUD 1945 menegaskan,`negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat besrta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang`.

Baca juga : Pengesahan RUU Cipta Kerja, Pelembagaan Pelanggaran Hak Konstitusional Warga

Menyikapi masalah yang sering kali berhadapan dengan masyarakat adat di Indonesia, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PP PMKRI), menilai, pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi UU merupakan sesuatu yang mendesak.

Keberadaan UU ini nantinya selain sebagai jawaban terhadap perintah UU Dasar, juga merupakan langkah penting melindungi masyarakat adat beserta dengan hak-hak yang melekat dalam kehidupan sosial mereka.

Ketua Lembaga Agraria dan Kemaritiman PP PMKRI, Alboin Samosir menegaskan, hadirnya UU ini juga menjadi relewan di tengah maraknya upaya pemerintah memberikan kemudahan perizinan dan investasi di daerah.

Perizinan yang ada sering kali merampas hutan dan tanah ulat masyarakat adat yang diketahui menjadi tempat mereka mencari makan dan mempertahankan hidup. Sisi lain, masyarakat adat yang ingin bertujuan mempertahankan hak-hak mereka harus berurusan dengan hukum dengan dalih menghalangi investasi.

"Selain memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat, disahkannya Rancangan Undang-Undang ini merupakan wujud apresiasi dan terima kasih negera terhadap masyarakat adat yang selama ini masih memegang teguh nilai-nilai luhur kebangsaan dan berjuang mencegah deforestasi yang kian marak terjadi," kata Alboin di Jakarta, Minggu,(30/08/2020)

Selain itu, lanjut Alboin, RUU Masyarakat Adat jika telah disahkan akan menjadi kekuatan bangsa Indonesia untuk melindung kekayaan budaya bangsa dari pengaruh budaya asing.

Melalui UU ini, budaya bangsa yang menjadi ciri khas Indonesia akan dilindungi dari pengaruh nilai-nilai asing yang cenderung merusak tananan sosial dan budaya Indonesia.

Untuk diketahui, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sepanjang Januari hingga awal Desember 2019, setidaknya 51 anggota masyarakat adat menjadi korban kriminalisasi dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat Ada 279 konflik agraria di Indonesia 87 diantaranya berada di wilayah adat.

Maraknya konflik yang dialami Masyarakat Adat berjalan searah dengan minimnya pengakuan hutan adat. Badan Registrasi Wilayah Adat mencatat, sampai Agustus 2020, ada 863 peta wilayah adat dengan luas mencapai 11,09 juta hektar.

Dari keseluruhan wilayah tersebut baru 1,5 juta hektar yang sudah ditetapkan dan memperoleh pengakuan dari pemerintah.

Sementara, pengakuan terhadap masyarakat secara UU belum dijawab dengan tegas oleh pemerintah dan DPR. Rencana DPR dan pemerintah membahas RUU tersebut selalu mengalami penundaan karena tidak adanya komitmen untuk memberikan perlindungan penuh terhadap masyarakat adat di Indonesia.

Karena itu, PP PMKRI berharap, kekerasan yang dialami oleh masyarakat Besipae di TTS,NTT dan tokoh masyarakat adat Kinipan, Lamandau, Kalimantah Tengah, harus diselesaikan secara menyeluruh dengan jalan mengesahkan RUU Masyakat Adat demi memberikan perlindungan terhadap hak-hak sipil dan sosial masyarakat adat di Indonesia.

 

Artikel Terkait
Duta Joko Widodo Apresiasi Pemerintah dan DPR Atas Pengesahan RUU TPKS
PBNU Tentang Pengesahan RUU Ciptaker: Bentuk Praktek Kenegaraan yang Buruk
Pengesahan RUU Cipta Kerja, Pelembagaan Pelanggaran Hak Konstitusional Warga
Artikel Terkini
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Mendagri Tito Lantik Sekretaris BNPP Zudan Arif Fakrulloh Jadi Pj Gubernur Sulsel
Perayaan puncak HUT DEKRANAS
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas