INDONEWS.ID

  • Senin, 19/10/2020 10:34 WIB
  • Aendra M. Kartadipura: Soal Pergantian Nama Provinsi Jawa Barat, Bangun Dialog Arif dan Bijak

  • Oleh :
    • very
Aendra M. Kartadipura: Soal Pergantian Nama Provinsi Jawa Barat, Bangun Dialog Arif dan Bijak
Aendra Medita Kartadipura, pengusaha muda Asli Sunda yang kini dikenal sebagai mediapreuner. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID – Sunda salah satu suku yang ada di Indonesia. Namun, akhir-akhir ini suku yang mendiami bagian barat Nusantara ini, tiba-tiba saja mencuat dan bikin heboh. Ada apa gerangan?

“Semua kini ingin bicara tentang Sunda. Tapi saya tidak bicara Sunda Empire dan ramainya saat UU Omnibus Law sedang dalam banyak penolakan,” ujar  anggota Urang Sunda Asli (USA), Aendra Medita Kartadipura, di Jakarta, Minggu (19/10).

Baca juga : Pimpin Peringatan Hari Otonomi Daerah, Mendagri Tekankan soal Pembangunan Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau

Sunda memang melesat jadi pembicaraan nasional. Sunda bukan sedang mencari panggung apalagi mau menutup isu maraknya penolakan terhadap UU Omnibus Law. Sunda memang selalu jadi momentum bangsa dan punya peranan penting dalam negeri ini.

“Saya sebagai Urang Sunda Asli (USA) awalnya juga tak ingin merespon tentang ini, bahkan ketika ada yang bertanya ini sunda kecil atau sunda besar. Saya biarkan saja dan tak mau berdebat,” ujar pengusaha muda Asli Sunda yang kini dikenal sebagai mediapreuner itu.

Baca juga : Mendagri Ingatkan Pemda Terus Jaga Inflasi di Tengah Instabilitas Global

“Awalnya, memang biarlah berjalan apa adanya. Adanya apa ya dijalani saja itulah hidup sederhana dan tanpa neko-neko,” tambahnya.

Saat ini, katanya, para pakar sedang menggodok Kongres Sunda 2020. Mereka juga sedang menggodok pilihan perubahan nama. Sejak setahun lalu para Inohong Pakar Kongres Sunda 2020 sebenarnya sempat colek-colek sang “penguasa” Jabar saat ini.

Baca juga : Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat

Pada awal tahun 2019 surat resmi dari panitia perubahan nama tidak pernah dijawab, sikap cuek bebek saat itu. Hal itu menunjukkan sikap slow respond. Tapi saat dimana panjat sosial (pansos) terjadi seperti di saat ini, maka kini isu ini ditanggapi dengan super reaktif. Bahkan anehnya, entah sedang cari panggung atau apa, penguasa di Gedung Sate itu seperti kebakaran jenggot.

Hal ini, kata Aendra, menyusul dipantik oleh tokoh nasional Fadel Muhammad dari DPD yang bicara di Markas Kongres Sunda 2020 di Bandung. Sontak sang Gubernur seperti blingsatan. Gubernur lalu buka bicara menanggapi media dan tokoh Nasional, dan berkomentar soal Provinsi Sunda.

“Anehnya sang Gubernur ini salah menempatkan antara logika Sunda secara geografi  dan Sunda dalam konteks suku. Padahal Sunda ya wilayah ya suku dan budaya. Rupanya ada yang gagal paham memaknai Sunda,” jelas salah satu tokoh Kongres Sunda ini.

Dia menduga ada wawasan histori yang lemah. Lalu ada sejumlah yang nyeleneh menyampaikan sejumlah hal tanpa acuan. “Tapi ya biar saja. Dengan komentar sejumlah tokoh Sunda menjadi pembicaraan nasional. Semua media menyoroti tentang pergantian nama yang masih wacana panjang. Pertanyaannya kenapa Gubernur lemah memandang semua itu? Kok bisa Gubernur lambat merespon tokoh-tokoh Sunda di tanah Priangan ini?” ujarnya.

“Jika Cirebon dan bagian pesisir yang cenderung Betawi jadi soal, ada ruang diskursus yang biasa jadi solusi. Duduklah bersama-sama jangan jadi polemik tak jelas ujungnya. Sejak Banten lepas dari Jabar, maka yang disebut wilayah Jawa bagian barat memang Banten. Rasional juga jika para Inohong minta ganti nama. Apalah namnya mau Sunda, Pasundan, Padjajaran atau apalah. Tapi yang jelas bangunlah dialog yang arif dan bijak. Jangan sudah ramai di media merespon dengan hampa. Belajarlah komunikasi yang baik dan jangan selalu lempar pepesan kosong seperti menyebut soal uang di lantai bursa pada kabur. Ini demi kebaikan dan ini untuk kebudayaan luhur Sunda yang telah dibangun menjungjung tinggi nilai martabat bangsa,” ujarnya.

Tokoh muda Sunda ini mengatakan, Kongres Sunda 2020 merupakan wahana untuk membicarakan semua persoalan persoalan Ipoleksosbudhankam di Tatar Sunda. Orang Sunda harus mulai berlatih lagi silih Asah Ku Asih (discorse) agar jadi Suku Bangsa yang semakin tangguh dan unggul. Maka arah lompatan kesepakatan sosial ke depan di Kongres Sunda adalah tempatnya.

Karena itu, katanya, ada tiga agenda dalam Kongres Sunda 2020 tersebut. Pertama, Perumusan Adeg Adeg Tangtungan Sunda /Jati Diri Sunda atau Strategi Kebudayaan. Kedua, Sunda, Sarakan dan Negara Posisi dan Peran Urang Sunda di Tatar Sunda dan di NKRI. Ketiga, mengembalikan nama Propinsi jadi Sunda, Tatar Sunda atau Pasundan sebagai prime mover Kongres.

Sebelumnya, wacana pengubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Sunda mendapat penolakan dari Anggota DPR RI Selly Andriany Gantina. Anggota dewan dari Dapil VIII Jabar ini menilai nama Tatar Sunda bisa memicu perdebatan.

Menurut Selly, sebagian wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) bersuku Jawa. "Di Cirebon, Indramayu dan sekitarnya itu bukan bersuku sunda. Rasanya sangat tidak tepat kalau diganti Provinsi Sunda. Yang kedua ini juga menyalahi aturan, yang lan kan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan lainnya. Masa kita jadi Provinsi Sunda," kata Selly media di Balai Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (17/10/2020) seperti dikutip detik.com.

Wacana perubahan nama menjadi Provinsi Tatar Sunda itu, kata Selly, bisa memunculkan wacana lain yaitu Ciayumajakuning akan membentuk provinsi sendiri. Sekadar diketahui, sebelumnya sempat muncul wacana Provinsi Cirebon beberapa tahun lalu. Terlebih lagi, lanjut dia, terjadi ketimpangan pembangunan di Jabar bagian timur, seperti di Ciayumajakuning.

"Dengan adanya wacana Provinsi Sunda khawatir membangunkan macan tidur. Walaupun iya memang, terjadi ada ketimpangan pembangunan di Ciayumajakuning. Nanti, akan ada kenapa tidak membuat provinsi sendiri. Kalau memang ego itu dimunculkan," kata Selly.

"Perubahan nama Provinsi Tatar Sunda itu kurang layak. Kita mempunyai beberapa suku. Kemudian, ada Priangan dan Pantura. Jangan sampai memunculkan keinginan daerah lain untuk membuat provinsi sendiri," kata Selly.

Politikus PDI Perjuangan ini mengaku siap pasang badan memprotes wacana tersebut. Selly berharap keberagamaan di Jabar tetap dipertahankan.

Kendati demikian, Selly tetap menghargai Kongres Kesundaan yang membahas tentang pelestarian tradisi dan budaya. Selly juga sepakat dalam sejarahnya tatar Sunda ada di Jawa Barat.

"Kita hargai, setuju kalau ada tatar Sunda di Jabar. Kita sepakat untuk melestarikan adat budaya Sunda. Tapi, bahwa Jabar ini bukan hanya Sunda. Ada sebagian yang di Ciayumajakuning ini Jawa. Ciamis juga Kerajaan Galuh. Ini harus dihargai," kata Selly.

Sebelumnya, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menolak adanya wacana tersebut. Sebab masyarakat Jawa Barat beragam suku. Ujung timur Jawa Barat, atau pantura Jawa Barat, seperti Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon dan Indramayu dihuni suku Jawa, Cirebon dan lainnya.

"Saya perlu sampaikan, kita ini Indonesia. Jadi jangan mengeluarkan istilah yang bakal memicu pemisahan. Jawa Barat tetap Jawa Barat. Kalau kemudian diganti Sunda, nanti ada sebuah pemikiran yang berbeda dari (masyarakat) pantura, yang merasa tidak dianggap," kata Azis di Balai Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (14/10/2020). (Very)

Artikel Terkait
Pimpin Peringatan Hari Otonomi Daerah, Mendagri Tekankan soal Pembangunan Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau
Mendagri Ingatkan Pemda Terus Jaga Inflasi di Tengah Instabilitas Global
Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat
Artikel Terkini
Pimpin Peringatan Hari Otonomi Daerah, Mendagri Tekankan soal Pembangunan Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau
PTPN IV Regional 4 Latih 20 Petugas PSR
Pj Bupati Maybrat hadiri Upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah XXVIII Tahun 2024
Mendagri Ingatkan Pemda Terus Jaga Inflasi di Tengah Instabilitas Global
Buka SPM Awards 2024, Wamendagri Dorong Pemda Berikan Pelayanan Optimal bagi Masyarakat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas