INDONEWS.ID

  • Minggu, 24/01/2021 22:30 WIB
  • Pileg dan Pilpres Digabung, PT 20 Persen Kehilangan Makna Secara Hukum

  • Oleh :
    • very
Pileg dan Pilpres Digabung, PT 20 Persen Kehilangan Makna Secara Hukum
Presidential Threshold. (Foto: Ilustrasi/RMOL)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Ari Wirya Dinata mengatakan seharusnya Mahkamah Konsitusi (MK) bisa meneliti dan cermat saat memutus uji materi yang dimohonkan ekonom senior Rizal Ramli terkait atas ambang batas presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.

Sebab, kata dia, para hakim MK terikat dengan asas “lus curia novit”. Yakni hakim MK mengetahui dan harus menggali perkembangan hukum. "Saya rasa seharusnya MK memeriksa pengujian UU berkaitan dengan PT yang diajukan oleh pemohon secara seksama dan cermat karena hakim terikat pada asas Ius curia novit. Di mana ia mengetahui hukum dan harus menggali perkembangan hukum khususnya berkaitan dengan dinamika hukum kepemiluan dan demokrasi di Indonesia," ujar Ari dalam pesan singkatnya seperti dikutip jpnn, Minggu (24/1).

Baca juga : Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78

Menurut Ari, alasan MK menolak gugatan Rizal Ramli patut dipertanyakan. Terlebih lagi alasan Rizal Ramli mengajukan uji materi memiliki dalil yang jelas. "Alasan MK menolak memeriksa lebih lanjut perkara ini sebenarnya patut dipertanyakan. Sepanjang dalil dan kerugian konstitusional pemohonnya jelas," ujar dia.

Lebih lanjut, Ari menilai, ketentuan PT 20 persen ini sebuah kekeliruan dalam hukum Pemilu. PT 20 persen sudah kehilangan makna secara hukum, ketika proses Pemilu digabung antara Pileg dan Pilpres.

Baca juga : Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum

"Lagi dan lagi pastinya ketentuan ini hanya akan melanggengkan politik elite dan kartel partai besar. Sampai kapan pun proses Pilpres tidak akan pernah menghadirkan calon alternatif sepanjang PT masih ada," ujar dia.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Feri Amsari menyebut perkembangan tentang legal standing di MK mengalami perkembangan. Dahulu MK sangat terbuka dan saat ini cukup tertutup.

Baca juga : Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

"Tentu perspektif MK sangat berbeda dari waktu ke waktu karena hakimnya juga berganti. Hal itu karena MK memang tidak memiliki UU Hukum Acara MK yang mampu memberikan jaminan legal standing setiap warga negara dalam perkara pengujian UU," ucap Feri dalam pesan singkatnya, Minggu. 

Seperti diketahui, MK memutuskan menolak uji materi yang dimohonkan Rizal Ramli atas PT 20 persen. MK beralasan Rizal Ramli tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing saat memohonkan aturan tersebut.

MK menilai Rizal Ramli bukan sosok yang terganjal menjadi calon presiden (capres) dari aturan PT 20 persen. Di sisi lain, Rizal Ramli telah mengajukan bukti dukungan dari sejumlah partai-partai kecil. Namun, ketentuan PT 20 persen ini menggagalkan Rizal Ramli bisa maju sebagai capres. (Very)

 

Artikel Terkait
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Artikel Terkini
Bakti Sosial dan Buka Puasa Bersama Alumni AAU 93 di HUT TNI AU ke-78
Satgas BLBI Tagih dan Sita Aset Pribadi Tanpa Putusan Hukum
Gelar Rapat Koordinasi Nasional, Pemerintah Lanjutkan Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Pj Bupati Maybrat Diterima Asisten Deputi Bidang Pengembangan Kapasitas SDM Usaha Mikro
Pj Bupati Maybrat Temui Tiga Jenderal Bintang 3 di Kemenhan, Bahas Ketahanan Pangan dan Keamanan Kabupaten Maybrat
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas