INDONEWS.ID

  • Senin, 15/02/2021 11:15 WIB
  • Filep Wamafma Nilai Bappenas Salah Tafsir Soal Pembangunan Wilayah Adat Papua

  • Oleh :
    • Mancik
Filep Wamafma Nilai Bappenas Salah Tafsir Soal Pembangunan Wilayah Adat Papua
Senator Papua Barat, Filep Wamafma.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan Strategi Percepatan Pembangunan di Papua, yang disebut dengan Strategi Quick Wins di 7 wilayah adat Papua. Menariknya, fokus dari Quick Wins ini diletakkan pada keunggulan komoditas yang dimiliki masing-masing wilayah adat.
 
Sebagaimana dijelaskan Kementrian tersebut, di Wilayah Domberay akan dikembangkan Sentra Kakao, Pariwisata Danau Anggi, dan Pendirian Pusat Kajian Keanekaragaman Hayati Bertaraf Internasional di Universitas Negeri Papua.
 
Di wilayah Bomberay, akan dikembangkan sentra Pala di Kabupaten Fakfak  dan Kabupaten Kaimana, Pembangunan Jalan menuju perkebunan Pala di Fakfak dan Kaimana, dan pariwisata Teluk Triton di Kaimana. Di Wilayah Mee Pago akan dikembangkan Sentra Kopi, pembangunan RSUD Paniai, dan pengembangan Sentra Food Estate Sagu dan Padi.
 
Sementara di Wilayah Anim Ha, akan dikembangkan Perkebunan Karet Rakyat. Wilayah Adat Saereri akan dioptimalkan Bandara Frans Kaesipo dan dikembangkan hilirisasi perikanan. Wilayah Adat Tabi akan difokuskan untuk pengembangan Sentra Kakao dan Kelapa dan penguatan Peran Universitas Cenderawasih. Sementara di Wilayah Adat La Pago yang akan difokuskan untuk Pengembangan Sentra Kopi dan Peternakan.
 
Terkait hal itu, Senator Filep Wamafma mengapresiasi langkah dan niat baik yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Meskipun demikian, Filep menyebut bahwa program tersebut tak bisa dinamai program yang berbasis wilayah adat.
 
"Kalau bangun sentra Pala di Fakfak, dari dulu memang disana produksi Pala, bahkan sejak zaman Belanda. Struktur tanah di Fakfak memang cocok untuk Pala. Jadi tidak ada kaitannya dengan wilayah adat. Membangun wilayah adat itu identik dengan pengakuan, penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat. Inilah yang harusnya menjadi dasar grand design pembangunan wilayah adat oleh Bappenas," kata Filep dalam keterangan tertulisnya kepada media di Jakarta, Senin,15/02/2021)
 
"Kalau pemerintah mau membangun pertanian, perikanan, perkebunan dan lainnya maka pemerintah bisa melakukan riset keterpaduan antara pembangunan industri modern dan konsep kearifan lokal di wilayah adat. Maka itu yang bisa disebut pembangunan berbasis wilayah adat," tambahnya.
 
"Supaya program ini dapat terlaksana, maka Bappenas dapat bekerjasama dengan Dewan Adat Papua, dan Perguruan Tinggi di Papua," ungkapnya.

Ia juga menyebut, tipologi pembangunan di Papua yang harus diperhatikan adalah adat, agama, dan pemerintahan. Inilah stake holder utama perancang kebijakan pembangunan di daerah berbasis wilayah adat, kata Filep.
 
Filep yang juga berprofesi sebagai dosen memandang, pemerintah harus memahami bahwa penataan wilayah adat tidak bisa dipandang hanya dari satu aspek ekonomi saja. Menyikapi kebijakan tersebut, maka Bappenas menurut Filep Wamafma justru tidak menyentuh filosofi dari wilayah adat sebagaimana pemahaman masyarakat adat.
 
"Masyarakat adat memandang bahwa yang disebut dengan wilayah adat adalah keseluruhan hak yang dimiliki oleh masyarakat adat pada wilayah tersebut," Katanya.
 
Keseluruhan hak masyarakat adat tersebut telah dimiliki secara turun temurun sebagai suatu warisan dan hak-hak masyarakat adat tersebut telah diakui sebagai hukum bagi masyarakat adat tersebut.
 
Berdasarkan pandangan tersebut, maka Filep menekankan bahwa kebijakan pengembangan ekonomi yang dilakukan Bappenas tidak sesuai dengan pemaknaan wilayah adat yang sebenarnya.

Baca juga : Bantah Hilirisasi Dilakukan Ugal-Ugalan, Kepala Bappenas: Itu Enggak Mungkin

Seharusnya, kata dia, pembangunan melalui pendekatan Wilayah Adat sejatinya identik dengan 3 (tiga) hal mendasar yaitu masyarakat adat beserta hak-haknya, hukum adat yang mendasari keberlangsungan hidupnya, dan nilai sosiologis masyarakat adat.
 
Karena itu, dalam pembangunan, Filep menyarankan agar program pemerintah memfokuskan diri pada pengakuan hak-hak masyarakat adat terlebih dahulu. Apapun tipikal pembangunan yang dilakukan, jika tidak menghormati dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini pernah dirampas, maka pembangunan bisa kontra produktif.
 
"Bila perkebunan yang digencarkan, atau perikanan yang dimajukan, maka bagaimana dengan hak-hak independen masyarakat adat atas semua itu? Nanti wilayah adatnya jadi milik negara atau bagaimana? Bagaimana dengan status wilayah adat? Belum lagi bila diberlakukan UU Cipta Kerja yang bisa saja mengkudeta hak-hak masyarakat adat, misalnya terkait perizinan dan investasi bagi kepentingan nasional," tanya Filep
 
Dalam kaitan dengan hukum adat, ia mempertanyakan bagaimana pola pembangunan dalam Quick Wins itu mampu menjaga eksistensi hukum adat itu sendiri. Hukum adat Papua, seringkali memberikan batasan-batasan tertentu mengenai pengelolaan tanah dan hutan Papua.
 
"Nah, bagaimana hal ini bisa diakomodasi bila Pemerintah secara langsung memetakan fokus pembangunan yang akan dilakukan? Ruang ekonomi tentu dimajukan, namun di atas itu, hukum adat tidak boleh dikesampingkan, karena hal itulah yang menjadi roh hidup dalam komunitas masyarakat adat Papua.” Tambahnya sekretaris Dewan Adat Byak kabupaten Manokwari ini. 
 
Sebagaimana diketahui, dalam kaitan dengan nilai sosiologis masyarakat adat, masyarakat adat Papua hidup dalam komunitas adat yang menghubungkan setiap pribadi masyarakat adat sebagai satu keluarga besar. Dalam satu ikatan sosiologis keluarga besar, maka bentuk pembangunan yang dilakukan, diharapkan tidak mencerai-beraikan entitas keluarga itu. Karena itu, pengakuan terhadap hak-hak dasar dan martabat masyarakat adat itulah yang harus diutamakan.*

 

Baca juga : Bappenas: Pemda Bisa Tentukan Anggaran Prioritas Lewat SIPD
Artikel Terkait
Bantah Hilirisasi Dilakukan Ugal-Ugalan, Kepala Bappenas: Itu Enggak Mungkin
Bappenas: Pemda Bisa Tentukan Anggaran Prioritas Lewat SIPD
Dampak CSR Migas dan Otsus Dipertanyakan, Filep: Hak-Hak Masyarakat Adat Papua Dilindungi oleh Hukum
Artikel Terkini
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Kemendagri Sosialisasikan UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa
Mendagri Tegaskan Musrenbangnas sebagai Wadah Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah
Masa Depan Pendidikan Era Digital, Tingkatkan Literasi dan Manfaatkan Teknologi
Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Salah Satu Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas