INDONEWS.ID

  • Kamis, 20/05/2021 10:51 WIB
  • Independensi KPK Bermakna Keberanian Pimpinan Tolak Keinginan Presiden Pertahankan 75 Pegawai yang Dinonaktifkan

  • Oleh :
    • very
Independensi KPK Bermakna Keberanian Pimpinan Tolak Keinginan Presiden Pertahankan 75 Pegawai yang Dinonaktifkan
Gedung KPK. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID --  Pasal 3 UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK hasil revisi, kembali mempertegas bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun.

Pasal 45 UU No. 19 Tahun 2019, tentang KPK hasil revisi, menegaskan bahwa Penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh oleh Pimpinan KPK yang tata cara pengangkatan penyidik KPK diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPK.

Hal itu diucapkan Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (20/5).

“Dengan demikian, maka sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), adalah bentuk intervensi kekuasaan eksekutif terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Pimpinan KPK yang dijamin independensinya oleh UU KPK,” ujar Petrus yang merupakan Advokat Peradi ini.

Petrus mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi mendorong 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan oleh Pimpinan KPK untuk legowo dan menjamin akan diberikan kesempatan dalam mengisi pekerjaan lain sesuai keahlian masing-masing di luar KPK. “Tentu dengan mengikuti segala prosedur yang berlaku, atau menempuh upaya hukum untuk menguji keputusan Pimpinan KPK,” ujarnya. 

Menurut Petrus, pimpinan KPK tidak boleh terpengaruh dengan sikap Presiden Jokowi yang menolak penonaktifan 75 Pegawai KPK termasuk Novel Baswedan. Karena independensi KPK, itu juga terkandung makna kemampuan Pimpinan KPK untuk menolak secara tegas segala bentuk intervensi termasuk dari Presiden Jokowi.

Dia mengatakan, apa yang dikatakan oleh Presiden Jokowi yaitu menolak penonaktifan 75 Pegawai KPK, telah ditafsirkan secara keliru oleh sejumlah pengamat bahwa pernyataan Presiden Jokowi itu sebagai sebuah perintah yang mengikat Pimpinan KPK.

“Padahal tidak demikian, karena pada saat yang bersamaan perintah Presiden itu gugur dengan sendirinya, tidak mengikat bahkan tidak bisa diikat, karena kekuatan pasal 3 UU No. 19 Tahun 2019, Tentang KPK hasil revisi, begitu jelas dan tegas,” kata Petrus.

Oleh karena itu, katanya, Pimpinan KPK tidak boleh terombang ambing oleh sikap pro-kontra atau pendapat umum atau opini publik, terlebih-lebih dengan pengerahan sikap puluhan Guru Besar untuk menekan Pimpinan KPK terkait penonaktifan 75 Pegawai KPK.

Petrus mengatakan, biarkan saja dinamika itu dan Pimpinan KPK tetap on the track.

“Ini sikap ‘nora’ karena soal wawasan kebangsan jauh lebih mahal dari nasib 75 Pegawai KPK yang dinonaktifkan Pimpinan KPK, merawat kebhinekaan, menjaga kedaulatan NKRI, Pancasila dan UUD 45 jauh lebih mahal dari kepentingan 75 Pegawai KPK yang dinonaktifkan,” ujar Petrus. 

“Karena itu Frili Bahuri dkk. agar tetap menjalankan dan melaksanakan sesuai tugas dan tanggung jawab sesuai kewenangan Pimpinan KPK yang sudah diatur dalam UU KPK dan UU ASN, tidak perlu ragu, rakyat menudukung kerja Firli Bahuri dkk,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait
Artikel Terkini
The Hermansyah Family Gelar Buka Puasa Bersama Karyawan di Pertengahan Bulan Ramadan
Pj Gubernur Agus Fatoni Harapkan Pelaksanaan PSN di Sumsel Berjalan Dengan Lancar
Pj Gubernur Agus Fatoni Buka Syariah Festival Sriwijaya 2024 BI Perwakilan Sumsel
Awarding Innovillage: Wujud Nyata Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri dalam Membangkitkan Talenta Digital Masa Depan
Siapkan Penyusunan Peraturan Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang, Delegasi Baleg DPR RI Berdiskusi dengan Pemerintah Kenya
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas