INDONEWS.ID

  • Minggu, 01/08/2021 20:40 WIB
  • Promosi Doktor Ibnu Wahyudi: Eksistensi Sastra Indonesia Digugat

  • Oleh :
    • luska
Promosi Doktor Ibnu Wahyudi: Eksistensi Sastra Indonesia Digugat

Jakarta, INDONEWS.ID - Program Pascasarjana Studi Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, telah menyelenggarakan ujian terbuka doktor dengan promovendus Ibnu Wahyudi secara daring. Disertasi Ibnu Wahyudi berjudul “Ideologi Kolonial dan Representasi Modernitas dalam Lima Antologi Puisi Masa Hindia Belanda” di bawah promotor Prof. Riris K. Toha Sarumpaet, Ph.D dan kopromotor Dr. M. Yoesoef. Penguji atau penyanggah disertasi adalah Prof. Melani Budianta, Ph.D., Prof. Mikihiro Moriyama, Ph.D., Prof. Manneke Budiman, Ph.D, Dr, Joesana Tjahjani, dan Dr. Bonda Kanumoyoso. Ibnu Wahyudi sendiri merupakan dosen senior di FIB UI yang pernah berkuliah di Monash University, Australia, dan pernah menempuh pendidikan doktor juga sebelumnya.

Dalam disertasinya, Ibnu Wahyudi mengemukakan bahwa sejak pertengahan abad ke-19 sudah terbit karya-karya sastra yang dapat diberi label sebagai “sastra Indonesia”. Khazanah karya yang terbit di masa kolonial ini hampir tidak pernah dibahas oleh para pengamat sastra Indonesia. Kemungkinan penyebabnya adalah karena sudah langkanya karya-karya tersebut atau adanya anggapan bahwa karya-karya itu bukan bagian integral sastra Indonesia. Dalam kaitan ini, Ibnu Wahyudi menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk tidak memasukkan karya-karya ini ke dalam pengertian sastra Indonesia.

Kenyataan bahwa karya-karya ini tercetak massal, menggunakan bahasa Melayu, dan ada nama pengarangnya, membuktikan bahwa khazanah ini tidak berbeda dengan karya-karya Balai Pustaka, Pujangga Baru dan sebagainya. Sebagai karya sastra, genre yang telah terbit adalah puisi, prosa, dan drama. Populasi puisi paling banyak dan menurut Ibnu Wahyudi, puisi telah membuka khazanah sastra Indonesia. Dari 44 antologi puisi yang terbit pada abad ke-19 tersebut, lima antologi telah dijadikan korpus dengan pertimbangan bahwa kelima karya telah menunjukkan gambaran modernitas.

Dari hasil analisis, Ibnu Wahyudi telah memperoleh temuan yang penting, bukan hanya bahwa kelima karya yang dibahas mampu menunjukkan modernitas dan gambaran kehidupan alami pada masa kolonial tersebut, melainkan juga eksistensi sastra Indonesia yang tidak boleh diabaikan. Dengan pernyataan seperti ini, Ibnu Wahyudi ingin merekonstruksi bangunan sastra Indonesia yang selama ini sesungguhnya merupakan warisan pihak kolonial yang perlu dikoreksi dan direvisi. Oleh sebab itu, meskipun Ibnu Wahyudi tidak membicarakan sejarah sastra secara langsung, tersirat kuat adanya gugatan terhadap eksistensi sastra Indonesia yang masih belum kokoh pijakannya, dengan melengkapinya melalui karya-karya yang telah ditemukan.

Barangkali karena korpus disertasi Ibnu Wahyudi sebagian besar berupa syair, menarik menyimak awal pemaparan Ibnu Wahyudi dalam presentasinya, yang menggunakan syair sebagai penjelas latar belakang penelitian. Tampak dengan cara itu, promovendus sangat menguasai dunia syair, bukan hanya sebagai pembaca melainkan juga sebagai pencipta. Makna lain dari pemaparan dengan syair sebagai medianya adalah bahwa ternyata menciptakan syair merupakan aktivitas penting yang sesungguhnya dapat dilakukan oleh siapa saja yang mencintai bahasa untuk berbagai maksud atau kepentingan. Syair sebagai warisan para pendahulu, tidak boleh disingkirkan. Tentu saja, syair dalam konteks ini adalah sair sebagai bentuk puisi yang dalam satu bait terdiri atas empat larik dengan rima sama dan keseluruhan larik berupa isi.***
 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Ini Strategi Awal PalmCo Pasca Efektif KSO dan Kelola Perkebunan Sawit Terluas di Dunia
Ini Pengalaman Merayakan Idulfitri di Beberapa Negara
Promo Smartphone di Blibli Yang Tidak Boleh Anda Lewatkan
Simak Ya! Kini Anda Bisa Dapatkan Samsung S23 Ultra di Marketplace Ini
Amicus Curiae & Keadilan Hakim
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas