Oleh: Sil Joni*
Jakarta, INDONEWS.ID - Kecantikan natural saja tidak cukup di era ketika industri pariwisata berkembang sangat pesat. Negara sebagai `pengelola dan penentu kebijakan` merasa perlu untuk `merias ulang` wajah kealamiahan itu agar menjadi lebih cantik lagi.
Labuan Bajo, ibu Kota Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menjadi salah satu contoh bagaimana proyek mempercantik kecantikan alamiah itu sedang dikelola oleh negara. Untuk keberhasilan proyek `penataan wajah kota`, kita mesti akui bahwa presiden Joko Widodo telah berkontribusi optimal.
Cinta sang Presiden untuk Labuan Bajo begitu besar sehingga tak tanggung-tanggung `memainkan politik anggaran` demi memanifestasikan misi `perombakan wajah kota`. Presiden tidak sekadar memainkan retorika politik ketika `berjanji` di depan publik bahwa dirinya siap menyulap `kota mungil` di ujung Barat Nusa Bunga ini.
Janji Presiden sudah, sedang, dan akan terlaksana di kota ini. Proyek pembangunan fisik yang difasilitasi oleh pemerintah pusat (Pempus) terus bermunculan. Kendati pelbagai mega-proyek itu harus menelan anggaran negara yang sangat fantastis, tetapi demi `meroketnya` pamor Labuan Bajo sebagai kota wisata super premium, semuanya itu bukan menjadi persoalan yang kompleks.
Seperti yang kita saksikan saat ini, pembangunan infrastruktur di Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo menjadi kawasan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan terus gencar dilakukan. Investasi politik di bidang pariwisata sepertinya dieksekusi secara serius oleh Negara.
Hal itu ditandai dengan berbagai Pembangunan infrastruktur terpadu baik penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian penduduk. Sekali lagi, untuk `niat baik` Presiden ini, kita mesti apresiasi.
Semua elemen di Kabupaten ini, termasuk Pemerintah Mabar harus mendukung program Pempus ini. Bupati Mabar melalui Sekretaris Daerah, Fransiskus S. Sodo, mengungkapkan bahwa Pemda Mabar sangat mendukung penuh pembangunan infrastruktur terpadu pendukung DPSP Labuan Bajo tersebut. Sangat tidak masuk akal dan kontraproduktif jika Pemda mempunyai agenda politik yang berseberangan dengan Pempus itu.
Pada prinsipnya Pemda Manggarai Barat sangat mendukung Penataan Kawasan DPSP Labuan Bajo, karena merasa yakin kebijakan strategis tersebut dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal itu diungkapkan Sodo pada Rakor Pengembangan Kawasan Pariwisata DPSP di Hotel The Jayakarta Suites Komodo Flores, Labuan Bajo, yang dilakukan secara daring dan luring pada, Rabu (28/4/2021).
Beliau menjelaskan bahwa Pemda Mabar memiliki peran sentral dan akan menginisiasi kerja sama atau koordinasi sinergis, agar semuanya bisa berjalan secara baik. Tentu, kerja sama itu, tidak mengabaikan batasan kewenangan yang dimiliki baik oleh Pempus maupun oleh Pemda.
Sangat logis ketika Pemda Mabar cenderung berpihak pada agenda Pempus soal pengelolaan hutan Bowosie seluas 400 hektar oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF). Menanggapi polemik soal `penguasaan lahan itu oleh BPOLBF`, Bupati Mabar, Edistasius Endi tetap menjadikan kebijakan Pempus sebagai rujukan. Mengapa?
Pempus mempunyai `rencana besar` untuk mempercepat proses pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pengoptimalan potensi wisata di Mabar. Kebiajakan mengubah hutan produksi Bowosie menjadi sebuah spot atau destinasi buatan, dilihat sebagai upaya mempercepat kemajuan pembangunan sektor wisata.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Kosmas Harefa, menjelaskan bahwa agenda rapat yang mereka inisiasi tersebut ingin mengecek sejauh mana perkembangan penataan kawasan dan sarpras di Kota Labuan Bajo dan TN Komodo.
Selain itu, Pempus akan mengecek kemajuan penataan Marina, manajemen lalu lintas, rencana pengadaan bersama untuk ducting utilitas, penyesuaian SUTT di dalam lahan otorita, pengembangan SDM, dan perluasan pembayaran digital.
Itu berarti, di mata Pempus semua agenda atau program politik yang mereka desain, tidak ada persoalan yang berarti. Pemda dan masyarakat lokal diminta untuk mendukung sepenuhnya pelbagai program yang mereka tawarkan itu. Tidak ada ruang lagi untuk `berdebat`. Sudah tertanam semacam asumsi bahwa skenario yang dikonstruksi Pempus, baik adanya.
Semua lembaga Kementerian wajib dicek, kira-kira apa saja yang menjadi kendala dan dicarikan solusi bersama dengan Pemerintah Daerah. Kemenkomarves akan terus melakukan evaluasi dalam rangka percepatan pembangunan dan memastikan semuanya berjalan dengan baik dan lancar, dan itu merupakan tugas Pempus.
Atas dasar itu, sangatlah wajar jika dalam setiap pembicaraan resmi perwakilan Pempus terus berharap agar semua stakeholder bergandengan tangan demi kelancaran seluruh progres yang ada. Artinya, semua pemangku kepentingan pariwisata termasuk Pemda dan masyarakat lokal, tidak boleh `menolak setiap rancangan program` yang telah didesain oleh Pempus.
Rasanya, untuk urusan penataan kota Labuan Bajo, tingkat ketergantungan pada `donasi politik` Pempus, begitu besar. Apa kata Pempus, Pemda tinggal ikut saja. Sebagai contoh, kita tidak keberatan ketika aneka bunga dan pepohonan harus digusur demi mengikuti sekema penataan ulang yang dibuat oleh Pempus. Padahal, sudah tidak terhitung berapa besar biaya penanaman dan perawatan aneka bunga dan pepohonan mulai dari Pertigaan Pasar Baru sampai Padang SMKN 1 Labuan Bajo.
Seperti biasa Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina selalu bermain dalam wilayah normatif. Dirinya menjelaskan bahwa BPOLBF mendorong kolaborasi yang produktif, dan bagaimana membagi peran antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh stakeholder.
"Kami sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat menjalankan tugas kami untuk mendorong kolaborasi yang produktif termasuk bagaimana membagi peran antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, seluruh stakeholder, dan BPOLBF sendiri, sehingga semua pihak bisa berkontribusi untuk percepatan pembangunan pariwisata Manggarai Barat." kata Shana.
BPOLBF tentu tidak mau merespons secara langsung pelbagai suara penolakan atau protes publik. Mereka hanya `perpanjangan tangan Pempus`. Tugas mereka adalah `hanya mendorong` semua elemen untuk mendukung dan berpartisipasi terhadap semua program kerja yang mereka agendakan.
Saya kira, untuk semua `niat baik Pempus` yang ditunjukkan melalui kerja cerdas dalam mempercantik kota Labuan Bajo, perlu disyukuri dan disambut dengan antusias. Tetapi, mungkin soal agenda menubah kawasan hutan produksi Bowosie menjadi kawasan bukan hutan, Pempus mesti terbuka pada suara kritis publik. Proyek itu harus dikaji ulang. Semu hal harus dipertimbangkan dalam sebuah studi yang komprehensif dan berbobot.
Wajah Labuan Bajo yang elok ini, bisa `ternoda` oleh karena kecerobohan kita dalam merumuskan kebijakan. Jika Hutan Produksi Bowosie dinilai sebagai area penyangga dan wilayah tangkapan air untuk beberapa sumber air di Labuan Bajo dan sekitarnya, maka sudah pasti ketika hutan `rusak`, wajah Labuan Bajo pun akan `suram dan bopeng`. Apakah kita tega `mengotori` wajah kota ini melalui skema kebijakan `mengubah wilayah hutan menjadi kawasan bukan hutan`?
*)Penulis adalah warga Kabupaten Manggarai Barat. Tinggal di Watu Langkas