INDONEWS.ID

  • Rabu, 01/09/2021 17:34 WIB
  • Diskriminasi Atas JAI Sintang, Pemerintah Pusat Diminta Tidak Berdiam Diri

  • Oleh :
    • very
Diskriminasi Atas JAI Sintang, Pemerintah Pusat Diminta Tidak Berdiam Diri
Polisi menyegel tempat beribadah komunitas Ahmadiyah di Desa Balai Harapan Tempunak Sintang. (Foto: Liputan6.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Setelah melakukan penyegelan atas Masjid Ahmadiyah di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang pada 14 Agustus 2021, Pemerintah Kabupaten Sintang menghentikan pemanfaatan masjid dan kegiatan operasional pembangunannya secara permanen. Demikian rilis yang disampaikan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sintang pada 31 Agustus 2021 lalu.

Berkaitan dengan perkembangan terbaru kasus diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadyah Indonesia (JAI) Kabupaten Sintang, SETARA Institute mengutuk keras perintah penghentian secara tetap aktivitas operasional masjid yang dibangun dan digunakan sebagai tempat beribadah komunitas Ahmadiyah di Desa Balai Harapan Tempunak Sintang.

Baca juga : SETARA Institute: RUU Penyiaran Ancaman Bagi Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi

“Pemerintah Kabupaten telah melakukan pembangkangan atas jaminan konstitusional yang termuat dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, khususnya Pasal 29 ayat (2) yang menegaskan bahwa ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing’,” demikian siaran pers SETARA Insitute di Jakarta, Rabu (1/9).

Dalam siaran pers yang disampaikan oleh Halili Hasan, Direktur Riset SETARA Institute, dan Syera Anggreini Buntara, Peneliti KBB SETARA Institute itu menyatakan bahwa salah satu faktor pemicu utama dari memburuknya diskriminasi atas JAI Sintang adalah sikap diam Pemerintah Pusat.

Baca juga : Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik UNPAM, Bangun Ekosistem Toleransi Harus Jadi Perhatian Bersama

“Seharusnya Pemerintah Pusat mengambil langkah yang memadai sesuai dengan otoritas yang dimiliki, sebab kewenangan utama pengaturan mengenai agama dan urusan keagamaan dalam konstruksi sistem pemerintahan Indonesia berada di tangan pusat. Urusan agama bukanlah urusan yang didesentralisasi,” ujar siaran pers tersebut.

Pemerintah Pusat, menurut SETARA, sejauh ini mendiamkan diskriminasi yang menimpa kelompok minoritas Ahmadiyah di daerah tersebut. Sebagaimana pada beberapa kasus yang mengorbankan atau memviktimisasi kelompok minoritas, Pemerintah selalu bersembunyi di balik alasan keamanan, ketentraman, ketertiban, kerukunan, dan kondusivitas masyarakat.

Baca juga : Mendagri Tegaskan Musrenbangnas sebagai Wadah Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah

“Alasan semacam itu selalu didasarkan pada cara pandang mayoritarianisme yang mengabaikan jaminan hak dan keamanan dasar kelompok minoritas. Sayangnya, narasi keamanan, ketentraman, ketertiban, kerukunan, dan kondusivitas hampir selalu didasarkan pada sikap dan tuntutan kelompok intoleran yang acapkali mengatasnamakan mayoritas setempat,” ujar siaran pers tersebut.

Karena itu, berkaitan dengan hal tersebut, SETARA Institute mendesak Pemerintah Pusat untuk segera turun tangan. Menteri Dalam Negeri hendaknya melakukan tindakan memadai atas Pemerintah Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten Sintang untuk memastikan Pemerintah Kabupaten menjamin hak-hak dasar setiap warga negara, berapapun jumlah komunal mereka, untuk memeluk agama dan beribadah secara merdeka, sesuai jaminan UUD 1945.

Menteri Agama juga hendaknya melakukan tindakan yang dibutuhkan melalui Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat untuk menjamin dan memfasilitasi penikmatan hak-hak keagamaan komunitas Ahmadiyah disana.

Selanjutnya, secara khusus SETARA Institute mendorong Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk memerintahkan anggota kepolisian di daerah agar menjamin keamanan individu dan kelompok minoritas Ahmadiyah di Sintang.

“Berkenaan dengan itu, aparat keamanan harus menegakkan hukum secara tegas terhadap kelompok intoleran, perusak kehidupan damai dalam kebinekaan, yang mengancam dan mengintimidasi kelompok minoritas serta sering mempropagandakan potensi konflik horizontal jika tuntutan kelompok mereka tidak dipenuhi,” pungkas siaran pers tersebut. ***

 

Artikel Terkait
SETARA Institute: RUU Penyiaran Ancaman Bagi Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi
Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik UNPAM, Bangun Ekosistem Toleransi Harus Jadi Perhatian Bersama
Mendagri Tegaskan Musrenbangnas sebagai Wadah Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah
Artikel Terkini
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Mendagri Tito Lantik Sekretaris BNPP Zudan Arif Fakrulloh Jadi Pj Gubernur Sulsel
Perayaan puncak HUT DEKRANAS
Kemendagri Tekankan Peran Penting Sekretaris DPRD Jaga Hubungan Harmonis Legislatif dengan Kepala Daerah
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas