INDONEWS.ID

  • Sabtu, 11/12/2021 08:25 WIB
  • Komitmen Menuju Net Zero Emission 2050 dan Partisipasi Pelanggan Listrik PLN sebagai Prosumer

  • Oleh :
    • indonews
Komitmen Menuju Net Zero Emission 2050 dan Partisipasi Pelanggan Listrik PLN sebagai Prosumer
Prof. Atmonobudi Soebagio MSEE, Ph.D. adalah Guru Besar Teknik Tenaga Listrik pada Universitas Kristen Indonesia. (Foto: Ist)

 

Oleh: Atmonobudi Soebagio*)

Baca juga : Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"

INDONEWS.ID --- Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) memiliki keanggotaan hampir seluruh negara di dunia, dan merupakan perjanjian induk dari Perjanjian Perubahan Iklim Paris 2015. Tujuan utama dari Perjanjian Paris adalah untuk “menjaga kenaikan suhu rata-rata global abad ini jauh di bawah 2 derajat Celcius dan untuk mendorong upaya untuk membatasi kenaikan suhu lebih jauh ke 1,5 derajat Celcius di atas suhu era pra-industri (1850)”. UNFCCC juga merupakan perjanjian induk dari Protokol Kyoto 1997. Tujuan akhir dari semua perjanjian di bawah UNFCCC adalah untuk “menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang akan mencegah campur tangan manusia yang berbahaya terhadap sistem iklim, dalam kerangka waktu yang memungkinkan ekosistem untuk beradaptasi secara alami dan memungkinkan pembangunan secara berkelanjutan”. Pada COP 26 di Glasgow bulan lalu, Indonesia di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo juga hadir pada acara tersebut bersama 196 kepala negara lainnya.  Untuk pertama kalinya dalam proses UNFCCC di COP 26 Glasgow, ada acuan untuk “mengurangi secara bertahap pembangkit listrik tenaga batubara dan menghapuskan subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien secara bertahap”.

Terkait dengan kesepakatan bersama untuk menurunkan emisi karbon dioksida, 197 negara peserta COP 26 mengakui, bahwa dampak perubahan iklim akan jauh lebih rendah pada suhu peningkatan 1,5 derajat Celsius (C) dibandingkan dengan 2 derajat C, dan memutuskan untuk mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu menjadi 1,5 derajat C.   Juga mengakui, bahwa membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat C membutuhkan langkah cepat dan  mendalam dalam menurunkan  emisi gas rumah kaca global secara berkelanjutan; termasuk pengurangan emisi karbon dioksida global sebesar 45 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan tingkat tahun 2010 serta menjadi nol bersih sekitar pertengahan abad (2050).

Baca juga : Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap

(Energi hijau. Foto: Listrikindonesia.com)

Baca juga : Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik

Dalam kesepakatan tersebut juga muncul komitmen untuk menuju Net Zero Emission 2050, dimana setiap negara wajib melaporkan Nationally Determined Contribution (NDC) negaranya sebelum COP berikutnya. NDC Indonesia menetapkan target “pengurangan tanpa syarat sebesar 29 persen dan target bersyarat hingga 41 persen dari skenario business as usual pada tahun 2030”.  Implementasinya adalah mengakhiri PLTU batubara dan digantikan oleh pembangkit listrik yang memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT).  Meskipun PLTU batubara merupakan penyebab utama emisi CO2, target mengakhiri pembangkit tersebut dirasakan sangat berat karena masih ada PLTU batubara yang sedang dibangun, dan tidak mungkin dibatalkan tanpa sempat beroperasi.

Di dalam negeri, semakin banyak anggota masyarakat kita yang menyadari tentang kondisi emisi karbon dioksida (CO2) yang semakin pekat di atmosfir dan mulai memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), meskipun mereka masih tetap sebagai pelanggan listrik PLN. Menteri ESDM mengeluarkan Peraturan Nomor 29 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).  Melalui peraturan ini, pelanggan  bisa membayar tagihan listrik lebih murah melalui “ekspor-impor” listrik dengan PLN. Pelanggan PLN yang memiliki PLTS sendiri memang tidak akan menerima uang dari PLN, melainkan dalam wujud pengurangan tagihan di bulan berikutnya.

Menurut pengamatan penulis, tampaknya PLN masih setengah hati dalam dalam “menyosialisasikan peraturan tersebut secara luas” kepada seluruh pelanggan listrik agar menjadi prosumer (produsen yang sekaligus konsumen) listrik.  Walaupun PLN akan terbantu dalam memenuhi permintaan daya listrik pelanggan baru, tampaknya ada keraguan bahwa penerimaan PLN akan berkurang karena turunnya tagihan yang dibayar oleh pelanggan. Mungkin keraguan inilah yang membuat PLN enggan menyosialisasikan peraturan secara meluas dan tidak mendorong pelanggannya untuk juga memiliki PLTS Atap sendiri. Alasan keraguan tersebut tidak tepat.

Dengan partisipasi pelanggan sebagai prosumer, kapasitas daya pembangkit listrik dari sejumlah pembangkit listrik berbahan bakar fosil dapat dikurangi dan berujung pada turunnya emisi karbon dioksida yang ditimbulkannya.   Dengan kata lain, semakin banyak pelanggan listrik, baik katagori rumah tangga – industri – maupun bisnis yang menggunakan PLTS Atap, penurunan emisi karbon secara nasional akan langsung dirasakan.  Data daya tersambung (2019) pelanggan rumah tangga 67.877 MVA, industri 30.434 MVA, bisnis 29.180 MVA dan sosial 5.993 MVA.  Secara total akan berjumlah 133.484 MVA.  Seandainya, 20 persen dari daya tersambung tersebut adalah pelanggan yang menggunakan PLTS Atap, maka akan ada penurunan daya yang dibangkitkan sebesar 26.696 MVA atau setara dengan 9 PLTU Batubara dengan kapasitas masing2 sebesar 3.000 MVA yang dioperasikan secara bergiliran di antara puluhan PLTU batubara dan PLTU bahan bakar fosil lainnya di Indonesia. Itu juga berarti prediksi konsumsi batubara yang akan melonjak 38 persen sampai tahun 2030 dapat dicegah.  Lebih jauh,  turunnya karbon dioksida di wilayah Indonesia akan lebih menyegarkan udara yang kita hirup, bahkan sudah bisa dinikmati sebelum seluruh PLTU batubara digantikan oleh pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.  Semoga.

*) Prof. Atmonobudi Soebagio MSEE, Ph.D. adalah Guru Besar Teknik Tenaga Listrik pada Universitas Kristen Indonesia.

 

Artikel Terkait
Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik
Artikel Terkini
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas