INDONEWS.ID

  • Rabu, 22/12/2021 16:07 WIB
  • Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati, Fahira Idris: Predator Biadab Harus Dihukum Berat

  • Oleh :
    • Mancik
Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati, Fahira Idris: Predator Biadab Harus Dihukum Berat
Aggota DPD RI, Fahira Idris.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kasus pemerkosaan 12 santriwati yang dilakukan oknum guru pesantren bernama Herry Wiryawan alias HW adalah tindakan biadab yang harus mendapatkan hukuman paling maksimal sesuai dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.

Tindakan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur ini adalah kejahatan luar biasa sehingga satu-satunya opsi hukumannya adalah pidana paling berat sesuai ketetapan UU Perlindungan Anak yaitu mulai dari hukuman mati, seumur hidup, dan hukuman tambahan kebiri kimia.
 
“Pelaku ini predator anak. Sangat biadab. Sangat berbahaya bagi masyarakat. Tidak cukup hanya dihukum penjara selama-lamanya tetapi harus diberi hukuman tambahan berupa kebiri kimia karena pelaku adalah predator dan korbannya sudah belasan. Predator seperti ini tidak layak dan tidak boleh lagi ada di lingkungan masyarakat. Harus di penjara selama-lamanya. Ini kejahatan luar biasa,” kecam Aggota DPD RI Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (22/12/2021).
 
Menurut Fahira, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, apa yang dilakukan pelaku sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa sehingga hukumannya bukan hanya hukuman pokok tatapi juga hukuman tambahan yaitu kebiri kimia yang memang ditujukan untuk para predator anak.
 
"Predator anak itu memanfaatkan kelemahan anak-anak untuk menjalankan aksi biadabnya. Itulah kenapa kejahatan seksual kepada anak-anak dikategorikan kejahatan luar biasa. Saya berharap selain menghukum pidana seberat-beratnya, hakim menjatuhkan hukuman tambahan kebiri kimia. Terlebih saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Hukuman maksimal dan kebiri kimia adalah bentuk ‘perang’ negara atas predator anak,” ujar Fahira.
 
Selain fokus mengawal kasus ini, hal penting lainnya yang harus dikedepankan adalah negara hadir memastikan hak-hak para korban dan keluarganya terpenuhi dan mendapat pendampingan sampai tuntas.

Baca juga : Soal LPG 3 Kg, Fahira Idris: Percepat Pembangunan Infrastruktur Jaringan Pipa Gas untuk Rumah Tangga

Ini karena kejahatan seksual berdampak fisik dan psikologis terhadap anak, yang dapat terbawa hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak sehingga kondisi fisik dan psikologis korban harus dipulihkan agar bisa menata kembali masa depannya.*

Baca juga : UU Perampasan Aset Membuat Pelaku Korupsi Tidak Bisa Lagi Mengelabui Aparat Penegak Hukum
Artikel Terkait
Soal LPG 3 Kg, Fahira Idris: Percepat Pembangunan Infrastruktur Jaringan Pipa Gas untuk Rumah Tangga
UU Perampasan Aset Membuat Pelaku Korupsi Tidak Bisa Lagi Mengelabui Aparat Penegak Hukum
Sila Kedua Pancasila Itu Universal, Itulah Kenapa Indonesia Dukung Kemerdekaan Palestina
Artikel Terkini
Direktur Indo Barometer M Qodari dan Demokrat Tanggapi Gugatan Uji Materi Dr Audrey Agar Pelantikan Prabowo Dipercepat
Mungkinkan Pelantikan Presiden dan Wapres Terpilih Bisa Dipercepat? Simak Penjelasannya!
WWF ke-10 di Bali, Deklarasi Menteri Resmi Diadopsi 133 Negara dan Organisasi Internasional
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Maybrat Lakukan Study Tour ke Minahasa Tenggara
Upacara Peringatan ke-116 Hari Kebangkitan Nasional di Kabupaten Maybrat: Menuju Indonesia Emas
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas