INDONEWS.ID

  • Senin, 21/03/2022 18:38 WIB
  • Sidang SCUFN ke-35 Unesco Setujui 8 Nama Fitur Bawah Laut Usulan Indonesia

  • Oleh :
    • luska
Sidang SCUFN ke-35 Unesco Setujui 8 Nama Fitur Bawah Laut Usulan Indonesia

Paris, INDONEWS.ID ---- Sidang Sub-Committee on Undersea Feature Names (SCUFN) yang ke-35 di UNESCO, Paris, Prancis  menyetujui 8 Nama fitur bawah laut usulan Indonesia hasil temuan Ekspedisi Jalacitra-I 2021 di Laut Halmahera dan Laut Banda.

TNI-Angkatan Laut dalam hal ini  Pusat Hidro-oseanografi TNI AL (Pushidrosal), mengirimkan delegasinya untuk mengikuti pertemuan Sub-Committee on Undersea Feature Names) yang ke-35 di UNESCO, Paris. Pushidrosal merupakan representasi Pemerintah RI di kancah Internasional dalam bidang hidrografi. Sidang SCUFN yang ke-35 ini akan diikuti oleh 15 negara anggota IHO, Sekretariat IHO dan IOC-UNESCO serta para ahli terkait dari seluruh dunia.

Baca juga : Bahasa Indonesia Ditetapkan Sebagai Bahasa Resmi Konferensi Umum UNESCO

Lembaga internasional yang menangani penamaan fitur dasar laut adalah Sub-Komite GEBCO (General Bathymetric Chart of The Ocean) untuk Nama-nama Fitur Bawah Laut yaitu (Sub-Committee on Undersea Feature Names atau SCUFN) di bawah kooordinasi IHO dan Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO.

Pertemuan dari tanggal 14 hingga 18 Maret 2022 tersebut diselenggarakan dalam rangka sidang penetapan nama fitur bawah laut yang diajukan oleh Indonesia dari hasil Ekspedisi Jalacitra-I Aurora Tahun 2021.  Pembakuan nama akan dimasukkan dalam database UNESCO agar fitur tersebut memiliki nama resmi yang diakui dunia, dan tercatat merupakan sumber daya geografis milik bangsa Indonesia.

Baca juga : Mendukung "Kolintang Goes to UNESCO" Melalui Kolaborasi Konlintang dan Balafon di Senegal

Komandan Pushidrosal Laksamana Madya TNI Nurhidayat menyampaikan bahwa pengajuan pembakuan nama fitur bawah laut ini merupakan yang pertama kalinya oleh Indonesia dimana Pushidrosal merupakan focal-point yang terkait dengan hidrografi di lembaga internasional dalam hal ini International Hydrographic Organization (IHO). 

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Kolonel Laut (P) Dr. Oke Dwiyana, Kepala Dinas Pemetaan Pushidrosal menyampaikan pentingnya data penamaan fitur bawah laut ini sebagai bentuk dasar laut tersebut yang sesuai dengan bentuk struktur topografi yang ada untuk memberikan arti penting sebuah lokasi atau tempat sebagai sarana aktifitas di laut seperti keselamatan pelayaran, perlindungan lingkungan laut, ekonomi, kewilayahan, sejarah, bahkan politis. 

Baca juga : Pimpin Reog Ponorogo 2023, Sesmenko Susiwijono Serahkan Dokumen Persyaratan Warisan Budaya Tak benda (WBTb) UNESCO

Sidang SCUFN ini dipimpin oleh Dr. Hyun Chul Han dari The Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) dan Dr. Ohara dari International Hydrographic Organisation, beserta 10 anggota dewan yang merupakan perwakilan dari IOC dan IHO.

Pada kesempatan ini, selain Indonesia, terdapat beberapa negara yang juga melakukan submisi penamaaan fitur bawah laut seperti: Amerika Serikat, Filipina, Jerman, Korea Selatan, China, Selandia Baru, Vietnam, Malaysia, Jepang, dan Brazil.

Setelah melalui serangkaian Sidang, sidang SCUFN di Markas Besar UNESCO-Paris tersebut  menyetujui 8 Nama fitur bawah laut usulan Indonesia, sesuai dengan Publikasi IHO B-6 Standardization of Undersea Feature Names. yaitu:

1.    Gunung Laut (Seamount) “Gapuro Sagoro” ;
Gapuro Sagoro memiliki makna sebagai pintu gerbang arus dunia yang dikenal sebagai Great Ocean Conveyor Belt atau Arus Lintas Indonesia yang memasuki perairan Indonesia dari bagian Timur Laut melalui sebelah Timur Pulau Halmahera dimana lokasi Gapuro Sagoro berada. 
“Gapuro Sagoro” merupakan fitur bawah laut yang cukup menonjol dengan dimensi yang sangat besar yang ditemukan pada saat kegiatan Ekspedisi Jalacitra-I 2021 (Aurora).

2.    Bukit (Hill) ”Yudo Sagoro”; 
Yudo Sagoro yang berarti “Perang Laut” juga mengacu pada wilayah laut yang dulunya merupakan daerah pertempuran laut selama Perang Dunia 2 di Samudra Pasifik antara Pasukan Sekutu dan Kekaisaran Jepang pada tahun 1944 untuk menduduki Pulau Morotai di Barat Laut wilayah ini.

3.    Bukit (Hill) “Spica”;
Nama Spica diambil dari nama KRI Spica-934 . 

Artikel Terkait
Bahasa Indonesia Ditetapkan Sebagai Bahasa Resmi Konferensi Umum UNESCO
Mendukung "Kolintang Goes to UNESCO" Melalui Kolaborasi Konlintang dan Balafon di Senegal
Pimpin Reog Ponorogo 2023, Sesmenko Susiwijono Serahkan Dokumen Persyaratan Warisan Budaya Tak benda (WBTb) UNESCO
Artikel Terkini
Kunker ke Halmahera Timur, Kepala BSKDN Beberkan Strategi Menjaga Keberlanjutan Inovasi
Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045
Top! Pemerintah Pastikan Program KUR Semakin Inklusif, Jangkau Penyandang Disabilitas dan Pelaku UMKM Perempuan
Nilai Ekspor Sumsel Maret 2024 Naik 12,94 Persen
Pj Gubernur Agus Fatoni Terus Lakukan Upaya Kembalikan Status Sandara SMB II Palembang Menjadi Bandara Internasional
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas