INDONEWS.ID

  • Sabtu, 10/09/2022 19:50 WIB
  • SMRC: Mayoritas Pemilih PKS dan Demokrat Nilai Subsidi BBM Tidak Adil

  • Oleh :
    • very
SMRC: Mayoritas Pemilih PKS dan Demokrat Nilai Subsidi BBM Tidak Adil
Demo BBM. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Mayoritas pemilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat - yang tahu bahan bakar minyak (BBM) disubsidi - menilai tidak adil bahwa orang mampu dan tidak mampu sama-sama mendapatkan subsidi tersebut.

Baca juga : Warung NKRI Digital, Cara BNPT Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi

Pandangan pemilih kedua partai tersebut sama seperti penilaian pemilih partai lain yang umumnya menilai subsidi BBM tersebut tidak adil.

Hal ini terungkap dalam survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk “Subsidi BBM di Mata Pemilih Partai” yang disampaikan dalam program ‘Bedah Politik Bersama Saiful Mujani’ di kanal YouTube SMRC TV pada Sabtu, 10 September 2022.

Baca juga : Mendagri Atensi Keamanan Data Pemilih pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024

Video utuh pemaparan Prof. Saiful Mujani bisa disimak di sini: https://youtu.be/UH8DrqGWF2U

Hasil survei yang disampaikan pendiri SMRC itu menunjukkan bahwa dari yang tahu mengenai subsidi BBM, 90 persen pemilih PKS menilai hal itu tidak adil.

Baca juga : Kemendagri Serahkan DP4 kepada KPU sebagai Bahan Penyusunan DPT Pilkada Serentak 2024

“Yang menyatakan adil hanya 10 persen. Demikian pula dengan pemilih Partai Demokrat, 70 persen menyatakan subsidi BBM yang dinikmati orang mampu dan tidak mampu itu tidak adil, hanya 30 persen yang menilai hal tersebut adil,” ujarnya.

Pandangan pemilih kedua partai oposisi ini sama dengan pandangan umumnya pemilih dari partai-partai lain yang menilai subsidi BBM tersebut tidak adil. Sebanyak 67 persen pemilih PKB yang mengetahui subsidi BBM menyatakan hal itu tidak adil, Gerindra 56 persen, PDIP 56 persen, Golkar 53 persen, Nasdem 66 persen, PPP 100 persen, dan PAN 84 persen.

“Umumnya semua pemilih partai menyatakan tidak adil orang mampu dan tidak mampu sama-sama mendapatkan subsidi BBM,” jelas Saiful.

 

Pandangan Elit Tidak Konsisten dengan Konstituen

Saiful mengatakan, pandangan yang menganggap subsidi BBM tidak adil dari para pemilih PKS dan Demokrat ini menarik karena kedua partai menyatakan secara terbuka menolak kebijakan pengurangan subsidi BBM.

“Ini menunjukkan bahwa pandangan elit yang menentang pengurangan subsidi BBM tersebut sebetulnya tidak konsisten dengan konstituen mereka,” jelas Saiful.

Saiful menyatakan bahwa ada kecenderungan partai oposisi akan selalu menentang kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah apa pun substansinya. Sikap politik semacam itu tidak apa-apa, itu adalah bagian dari mekanisme kontrol dari partai-partai oposisi.

Hanya saja, Saiful mengingatkan, harus diperhatikan bahwa ternyata pemilih mereka bisa saja memiliki pandangan yang berbeda, seperti dalam kasus subsidi BBM. Menurut Saiful, perbedaan pandangan antara elit dan massa pemilihnya ini bisa berpengaruh negatif pada partai-partai tersebut.

Lebih jauh Saiful menyatakan bahwa perbedaan sikap elit dan massa partai ini juga bisa menunjukkan bahwa para elit tersebut gagal dalam melakukan sosialisasi. Dalam banyak kasus di negara lain, lanjut Saiful, untuk mengambil sikap terhadap sebuah kebijakan, biasanya mereka melakukan diskusi terlebih dahulu di tingkat komunitas pemilih mereka. Hasil diskusi di tingkat komunitas itu kemudian dibawa ke atas untuk  dijadikan acuan sikap partai, karena mereka loyal pada konstituen.

Sementara di Indonesia, katanya, dua partai penentang utama kebijakan pengurangan subsidi BBM justru memiliki pendukung yang mayoritas menyatakan tidak adil orang yang tidak mampu dan yang mampu sama-sama mendapatkan subsidi BBM.

“Representasi atau keterwakilan sikap terhadap sebuah kebijakan di tingkat massa itu penting, apakah mereka (elit) bersuara mencerminkan sikap pendukung mereka atau tidak,” ujarnya.

Namun walau pun mayoritas pemilih partai yang tahu subsidi BBM menyatakan hal itu tidak adil, tapi jumlah warga yang tahu masih relatif sedikit. Ini, kata Saiful, adalah petunjuk bahwa pemerintah sejauh ini kurang berhasil melakukan sosialisasi bahwa BBM itu disubsidi.

“Kalau orang tahu ada subsidi, sebagian besar menyatakan hal itu tidak baik atau tidak adil,” pungkasnya.

Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 5-13 Agustus 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden.  Response rate sebesar 1053 atau 86%. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). ***

Artikel Terkait
Warung NKRI Digital, Cara BNPT Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi
Mendagri Atensi Keamanan Data Pemilih pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024
Kemendagri Serahkan DP4 kepada KPU sebagai Bahan Penyusunan DPT Pilkada Serentak 2024
Artikel Terkini
Warung NKRI Digital, Cara BNPT Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi
Bahas Revitalisasi Data, Pj Bupati Maybrat Rapat Bersama tim Badan Pusat Statistik Setempat
Mendagri Atensi Keamanan Data Pemilih pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024
Kemendagri Serahkan DP4 kepada KPU sebagai Bahan Penyusunan DPT Pilkada Serentak 2024
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Perkuat Komitmen Konstitusional Berpartisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas