Jakarta, INDONEWS.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan terkait presiden dua periode bisa menjadi wakil presiden. MK menolak permohonan Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwopranjono alias Muchdi PR dan Sekjen Berkarya Fauzan Rahmansyah.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman, Selasa (31/1).
Adapun pasal yang diuji adalah Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 169 huruf n berbunyi `Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama`.
Sementara Pasal 227 huruf i berbunyi `Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dilengkapi persyaratan sebagai berikut, surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Menurut MK, regulasi yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu ini bermaksud mempertahankan subtansi norma Pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi `Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan`.
"Bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diatur dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 sebagaimana disebutkan di atas adalah, belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama yang diikuti surat pernyataan belum pernah menjabat selama dua periode tersebut adalah norma yang dimaksudkan untuk mempertahankan substansi norma Pasal 7 UUD 1945," bunyi putusan.
Dengan demikian, Anwar menyebut ketentuan yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu merupakan panduan yang harus diikuti oleh penyelenggara Pemilu dalam menilai keterpenuhan persyaratan untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, menurut mahkamah, telah ternyata Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7 tahun 2017 tidak menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," demikian seperti dikutip dalam putusannya.